Mindanao, 4 Ramadhan 1428/30 Mei 2017 (MINA) – Dua wanita Muslim suku Maranao mempertaruhkan nyawa mereka untuk membela orang-orang Kristen ketika teroris dari kelompok Maute menyerang Kota Marawi, Filipina Selatan, sejak Selasa (23/5) lalu.
Serangan kelompok yang telah bergabung kepada ISIS (Daesh) itu mendorong Presiden Duterte mengumumkan darurat militer di seluruh wilayah Mindanao.
Cris, seorang Bisaya (begitu umat Islam dan ‘lumad’ menyebut non-Muslim) yang tinggal bersama keluarganya di Marawi, masih ingat peristiwa menakutkan ketika sekelompok teroris menerobos masuk ke toko senjata di Basak Malutlut tempat dia bekerja.
“Ma’am Farida menghadapi mereka,” kata Cris saat menceritakan peristiwa itu seperti dimuat situs kantor berita utama Filipina, Inquirer.net, Selasa (30/5).
Baca Juga: Kesepakatan Gencatan Senjata Israel-Hezbollah Hampir Tercapai
“Konfrontasi itu benar-benar berhadap-hadapan, yang menunjukkan keseriusan pesan dan tekad pribadi yang ditunjukkan Ma’am Farida (kepada orang-orang bersenjata),” tambah Cris.
Pemimpin kelompok tersebut memerintahkan agar senjata dan amunisi di tokonya dipindahkan dan menanyai Farida tentang karyawannya.
Farida melangkah mundur untuk berdiri di antara 13 pegawainya yang semuanya dalam posisi meringkuk, sementara kelompok Mauate terdiri dari sekitar 10 orang.
“Anda harus membunuh saya terlebih dahulu sebelum Anda bisa menyentuh mereka!” ujar Cris meniru kata-kata Farida, berbicara dalam bahasa Maranao kepada para teroris, yang kebanyakan anak laki-laki masih remaja.
Baca Juga: Bentrok Polisi vs Pendukung Imran Khan, Ibu Kota Pakistan Lockdown
Cris adalah salah satu dari 17 pegawai Farida yang memiliki dua gerai senjata di Marawi, satu di Basak Malutlut dan satu lagi di Kabupaten Banggolo, yang juga dijarah oleh para teroris.
Pada awal pengepungan, sebanyak 13 karyawan berada di toko Basak Malutlut sementara empat lainnya di toko Banggolo.
Sebagian besar dari 17 pegawai telah dipekerjakan oleh Farida selama lebih dari satu dekade. Banyak yang tinggal bersama keluarga mereka di sebuah kompleks di Basak Malutlut.
“Ketika para teroris pergi, Farida memerintahkan karyawannya untuk menemui keluarga mereka dan membawa mereka ke rumah saudara di Bangon, 6 kilometer jauhnya,” imbuhnya.
Baca Juga: Minuman Cola Gaza ”Bebas Genosida” Hebohkan Inggris
Di sana mereka dibawa oleh paman Farida dan dibawa ke rumah keluarga di Padian, dekat danau, tempat mereka bergabung dengan empat pegawai lainnya yang bekerja di toko senjata Banggolo.
Keesokan harinya, mereka menyeberangi danau ke kota Binidayan dan dari sana pergi ke Iligan City.
Perempuan Muslim lain yang gigih membela dan melindungi nyawa warga Kristen di daerah konflik Marawi adalah Zaynab.
Sekitar pukul 17.00 waktu setempat pada Selasa, saat para teroris menguasai distrik utama Marawi, Zaynab, seorang pekerja badan bantuan pembangunan dan kemanusiaan, sedang menghitung orang-orang Kristen yang berlindung di pusat tersebut.
Baca Juga: Demonstran Pro-Palestina di Kanada Bakar Patung Netanyahu
Keesokan harinya, dia mengumpulkan 20 dari mereka, beberapa staf dan anggota keluarga, dan mengevakuasi mereka ke dalam kendaraan yang membawa mereka ke Iligan, menempuh perjalanan jauh ke selatan melalui Malabang untuk menghindari kemacetan di jalan Iligan-Marawi.
Mereka menempuh perjalanan selama 15 jam tanpa mengasup makanan, sesuatu yang berisiko bagi penderita diabetes seperti Zaynab.
“Saya tidak pernah memikirkan bahaya. Saya siap mati duluan sebelum mereka (teroris) bisa membahayakan orang-orang Kristen,” ujarnya. (T/R11/R01)
Baca Juga: Kapal Wisata Mesir Tenggelam di Laut Merah, 17 Penumpang Hilang
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Dokter Palestina Kumpulkan Dana untuk Pendidikan Kedokteran di Gaza