“Saya pun mencoba untuk mendengarkan Al-Qur’an, karena saya memang tidak bisa membacanya dalam bahasa Arab. Entah tiba-tiba begitu saja, begitu saya mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an untuk pertama kalinya, saya mulai meneteskan air mata. Padahal saya tidak mengerti apa yang saya dengar. Saya merasa itu adalah memang firman Tuhan.” (Emily Anderson, 29 tahun).
Emilie Andersson (29 tahun) dan Martina Hildingsson (39 tahun) adalah dua wanita muda di antara warga Swedia yang mengenal Islam, berawal dari aksi provokasi pembakaran Al-Qur’an yang viral di negaranya dan di media sosial.
Aksi provokatif pembakaran Al-Qur’an dilakukan oleh Rasmus Paludan, politikus Swedia-Denmark, dan Salwan Momika seorang pengungsi Irak yang tinggal di Stockholm, ibukota Swedia, Juni 2023.
Mereka pun kemudian justru merasa ingin tahu apa kandungan Al-Qur’an, kitab sucinya orang-orang Islam.
Baca Juga: Peran Muslimah di Akhir Zaman: Ibadah, Dakwah, dan Keluarga
Mereka berdua berbagi pengalamannya, seperti disebutkan Center Sweden, tentang bagaimana menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan besar dalam hidup yang sebelumnya mereka cari, dan menemukannya dalam Islam.
Emilie Andersson tinggal di kota Savallo di selatan Swedia. Dia mengatakan kepada televisi Swedia, “Saya dibesarkan dalam keluarga Kristen. Namun tidak ada rasa spiritual dalam agama saya”. Ia mengawali kisahnya dalam sebuah wawancara.
“Saya tergerak untuk mengamati umat Islam, dan mencoba ingin tahu tentang Al-Qur’an setelah aksi pembakaran itu,” ujarnya.
Emily melanjutkan, “Saya pun mencoba untuk mendengarkan Al-Qur’an, karena saya memang tidak bisa membacanya dalam bahasa Arab. Entah tiba-tiba begitu saja, begitu saya mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an untuk pertama kalinya, saya mulai meneteskan air mata.”
Baca Juga: Kesabaran Seorang Istri
Lanjutnya, “Ya, saya tidak mengerti apa yang saya dengar, tetapi saya merasa itu adalah firman Tuhan. Saya menangis dan menangis. Saya merasa saya membutuhkan Al-Quran dan agama ini.”
Berbeda dengan Emily, Martina Hildingsson (39 tahun), seorang wanita muda Swedia lainnya. Dia mengatakan bahwa dirinya adalah seorang Kristen yang taat dan berkomitmen pada ajaran Kristus.
Tetapi ia melihat pengamalan orang-orang Islam dari warga di sekitarnya sebagai orang-orang yang baik. Ia heran mengapa orang-orang yang baik, membuat orang malah emosi dan hendak membakar kitab sucinya, Al-Qur’an.
Dia pun tergerak untuk mencari tahu tentang isi Al-Qur’an dan kebenaran tentang Islam sebagai agama, dan apakah Islam benar-benar berasal dari Tuhan.
Baca Juga: Muslimat dan Dakwah, Menyebarkan Kebaikan Lewat Akhlak
Bersamaan dengan saat itu, dia sedang dilanda kesedihan atas kematian neneknya. Ia juga sedih karena ibunya masih terbaring, sakit parah.
“Jadi, untuk menghilangkan kesedihan itu, saya cobalah untuk mendengarkan Al-Qur’an,” lanjutnya penasaran saat itu.
Martina pun mulai mendengarkan Al-Qur’an dan terjemahnya.
Dia merasa bahwa Islam mirip dengan keyakinannya sebagai Kristen selama ini.
Baca Juga: Belajar dari Ibunda Khadijah RA, Teladan untuk Muslimah Akhir Zaman
“Ya, saya memang dari keluarga Kristen. Tapi heran saya tidak pernah tertarik pada ajaran agama Kristen itu sendiri,” katanya dalam wawancara dengan televisi Swedia.
Justru dengan pertama kali membaca terjemah Al-Qur’an, menggetarkan hati saya sebagai seorang yang religious, yang berkomitmen pada ajaran Tuhan,” ujarnya.
Martina Hildingsson menggambarkan bagaimana hidupnya selama ini, ia sangat merindukan keyakinan spiritual yang sesungguhnya.
“Karena saya religius, maka begitu saya yakin dengan agama Islam, dan saya bersyahadat, saya pun mengikuti semua ajaran Islam segera setelah saya menyatakan keislaman saya. Saya pun mulai belajar mengenakan jilbab untuk lebih dekat dengan Allah,” lanjutnya.
Baca Juga: Muslimah: Kekuatan Lembut Penggerak Perubahan
Dia pun kemudian berkenalan dengan sahabat-sahabat barunya, gadis-gadis berjilbab di Swedia.
“Saya berbagi pengalaman dengan mereka, dan saya mulai menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan besar kehidupan yang selama ini saya cari. Saya menemukannya dalam Islam,” ujarnya penuh haru.
Ia menceritakan juga pengalaman spiritualnya ketika pertama kali memakai kerudung.
Beberapa kerabat dan temannya mengira ia dipaksa begitu masuk Islam, untuk mengenakan kain penutup kepala itu.
Baca Juga: Di Balik Hijab, Ada Cinta
“Saya hanya jawab, saya memakai apa yang mau saya pakai, dan jika Anda tidak menerimanya, itu bukan masalah saya,” ujarnya.
Menanggapi bagaimana peraturan keharusan warga berhijab, seperti di Iran dan Afghanistan, dengan beberapa sanksinya, ia mengatakan, “Saya tidak terlalu memikirkannya. Saya tahu ada aturan yang keras di negara lain. Tapi di Swedia saya rasa lebih terbuka.”
Agama Islam menurut saya cukup bijak, jika ada kesalahan pada oknum seseorang, itu bukan kesalahan ajaran Islam, tapi pada penerapannya.
Kisah dua wanita muda Swedia itu menandai penyebaran Islam di Swedia yang berlangsung cukup pesat melalui masuknya imigran Muslim. Hingga masjid-masjid dengan studi Islamnya hadir di beberapa kota kecil dan besar di Swedia.
Baca Juga: Menjadi Pemuda yang Terus Bertumbuh untuk Membebaskan Al-Aqsa
Penyebaran ini membuat banyak orang Swedia berusaha mengenal Islam lebih dekat, baik untuk kajian keilmuan maupun studi kritik, dan mungkin untuk mencari agama juga.
Swedia, negara asal pemain bola terkenal Zlatan Ibrahimovic, tercatat memiliki populasi penduduk 10,49 juta (tahun 2022).
Pew Research Center memperoleh hasil riset yang menyatakan populasi umat Islam di Swedia sudah hampir sepertiga populasi negeri itu, mencapai sekitar 4,5 juta jiwa. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Muslimat Pilar Perubahan Sosial di Era Kini