Ankara, 8 Ramadhan 1434/16 Juli 2013 (MINA) – Duta Besar Bangladesh di Ankara, Turki, Zulfiqur Rahman menegaskan, mengirim etnis muslim Rohingya ke negara ketiga seperti ke Bangladesh bukan merupakan solusi yang tepat untuk menyelesaikan penderitaan mereka.
“Mengirim mereka ke Bangladesh bukan suatu solusi. Akar masalahnya adalah di Myanmar, tidak di Bangladesh,” tegas Rahman sebagaimana dilansir oleh Rohingya News Agency yang dikutip Mi’raj News Agency (MINA).
Rahman mengatakan bahwa Bangladesh telah menerima muslim Rohingya yang mengungsi selama 35 tahun terakhir dan mereka mulai datang ke Bangladesh sejak 1978.
“Pemerintah menerima sekitar 30.000 pengungsi Rohingya terdaftar yang berada di kamp-kamp pengungsian dan 400.000 orang lainnya yang belum pernah terdaftar sebagai pengungsi,” katanya.
Baca Juga: Gunung Berapi Kanlaon di Filipina Meletus, 45.000 Warga Mengungsi
Rahman mengingatkan bahwa warga muslim Rohingya pernah menjabat sebagai menteri dalam pemerintahan Myanmar pada 1960 dan ironisnya, Myanmar menyatakan bahwa penduduk Rohingya bukan warga negara Myanmar.
“Masalahnya dimulai pada 1982, ketika Myanmar mengadopsi tindakan kewarganegaraan baru di mana pemerintah Myanmar saat itu menyebut Rohingya sebagai etnis minoritas. Kita tidak bisa mengabaikan mereka dan masih menampung mereka. 430.000 orang muslim Rohingya masih di Bangladesh,” ungkapnya.
Rahman juga mengingatkan bahwa Turki telah menampung dan memberi mereka makanan selama 40 tahun lamanya. Dia mengusulkan agar Turki membicarakan hal tersebut dengan pemerintahan myanmar untuk menyetujui solusi dari permasalahan itu.
Sebagai bagian dari pekerjaannya, dia mengunjungi kamp-kamp pengungsi di Bangladesh dua kali, Rahman mencatat dan mengatakan bahwa apa yang dirinya lihat di sana membuatnya menangis dengan situasi yang menimpa pengungsi Rohingya.
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Selamat dari Pemakzulan
Dia mengatakan bahwa Amerika dan Eropa tidak peduli mengenai etnis muslim Rohingya, mereka hanya melakukan orasi besar dan bahwa militer adalah Budha dan bahwa pemerintah Myanmar saat ini melihat muslim sebagai musuh-musuh mereka.
“Mereka adalah budak di negara mereka sendiri. Masyarakat internasional harus memastikan bahwa Rohingya dapat hidup di Myanmar dengan hormat dan bermartabat. Masyarakat internasional harus menggunakan tekanan pada pemerintah Myanmar untuk memerdekakan warga muslim Rohingya,” ujarnya.
Tekanan agama terhadap Muslim di Myanmar telah berlangsung sejak 1960. Muslim Rohingya tidak diakui sebagai warga negara di negara yang diperintah oleh mayoritas Buddhis. Hak umat Islam untuk mendapatkan pendidikan, wisata, dan pernikahan sangat terbatas.
Ratusan orang dibunuh oleh biksu Buddha dalam serangan yang dimulai pada Juli 2012. Setelah masyarakat mendukung para buddha, ribuan muslim telah dipaksa untuk meninggalkan rumah mereka dan berlindung di Bangladesh. Kekerasan etnis dan pembersihan di Myanmar terhadap muslim Rohingya telah berlangsung selama satu tahun terakhir.
Baca Juga: Jumat Pagi Sinagog Yahudi di Meulbourne Terbakar
Akhiri Kekerasan
Sementara itu, Juru Bicara Komisi Tinggi PBB urusan Pengungsi (UNHCR), Adrian Edwards mengumumkan pada Juni kemarin bahwa 140 ribu orang telah mengungsi akibat kekerasan etnis yang terjadi di wilayah Arakan, Myanmar.
Para Pelapor Khusus PBB tentang situasi hak asasi manusia di Myanmar, Ojea Quintana mengatakan muslim Rohingya telah menghadapi pelanggaran HAM secara sistematik.
Seorang analis politik, James Jennings menghimbau PBB dan masyarakat internasional termasuk negara-negara muslim harus memberikan tekanan pada pemerintah Myanmar untuk mengakhiri kekerasan yang sedang berlangsung terhadap muslim Rohingya.
Baca Juga: Taliban Larang Pendidikan Medis Bagi Perempuan, Dunia Mengecam
Sekretaris Jenderal OKI, Ekmeleddin Ihsanoglu mengatakan, pemerintah Myanmar harus bertanggung jawab atas segala bentuk diskriminasi terhadap penduduk muslim yang terjadi di negaranya.
Menurut perkiraan PBB, sekitar 140.000 muslim Rohingya masih mengungsi di seluruh wilayah negara bagian Rakhine dengan akses terbatas terhadap kebutuhan dasar seperti makanan dan perawatan medis. (T/P08/P02)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: PBB akan Luncurkan Proyek Alternatif Pengganti Opium untuk Petani Afghanistan