Jakarta, MINA – Duta Besar Pakistan untuk Indonesia Ameer Khurram Rathore mengungkapkan pandangannya mengenai isu Kashmir yang telah berlangsung lama, yang dimulai sejak pengakuan internasional pada 1948.
Lebih lanjut, Dubes Rathore menegaskan, masalah ini bukan sekadar permasalahan sengketa wilayah saja, melainkan tentang pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terus berlanjut hingga saat ini.
“India berusaha menguasai Kashmir dengan melakukan berbagai tindakan represif, yang menyebabkan penderitaan luar biasa bagi rakyat Kashmir,” katanya kepada MINA usai seminar untuk memperingati Hari Eksploitasi Kashmir (Youm-e-Istehsal) di Kedutaan Besar Republik Islam Pakistan di Jakarta, Senin (5/8).
Dubes Rathore mengungkapkan, warga Kashmir tengah menghadapi berbagai pelanggaran HAM, seperti pembunuhan di luar proses hukum, penyiksaan, penahanan sewenang-wenang, pemerkosaan hingga pembakaran dan penjarahan rumah.
Baca Juga: Gunung Berapi Kanlaon di Filipina Meletus, 45.000 Warga Mengungsi
Ia menyebutkan bahwa ratusan ribu warga Kashmir juga yang terluka dan hilang akibat kekerasan yang terus berlangsung.
Dubes Rathore menekankan bahwa banyak resolusi PBB yang menegaskan hak rakyat Kashmir untuk menentukan nasib mereka sendiri, apakah ingin bergabung dengan Pakistan atau India, melalui referendum.
Dubes Rathore menjelaskan, India awalnya setuju dengan ide referendum, namun kemudian menarik diri karena khawatir hasilnya tidak akan menguntungkan mereka.
“Referendum yang seharusnya memberikan suara kepada rakyat Kashmir tidak pernah terlaksana, sehingga hak mereka untuk memilih tetap terabaikan,” ujarnya.
Baca Juga: Pengadilan Belanda Tolak Gugatan Penghentian Ekspor Senjata ke Israel
Selain itu, Dubes Rathore menyoroti pentingnya dukungan politik, diplomatik, dan moral bagi rakyat Kashmir.
“Setiap orang berhak menentukan masa depan mereka sendiri, termasuk masa depan anak-anak mereka,” tegasnya.
Dubes Rathore mengaitkan situasi Kashmir dengan isu-isu global lainnya, seperti di Gaza Palestina, dan menekankan peran media sosial dalam meningkatkan kesadaran di kalangan generasi muda tentang hak-hak rakyat yang tertindas.
Pakistan, menurutnya, telah secara konsisten mendukung rakyat Kashmir, bahkan setelah India mengubah konstitusinya pada 5 Agustus 2019, yang mengubah status Kashmir menjadi masalah internal.
Baca Juga: Macron Resmi Tunjuk Francois Bayrou sebagai PM Prancis
“Kami akan terus mendukung rakyat Kashmir di berbagai forum internasional, termasuk di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Komisi Hak Asasi Manusia PBB,” ungkapnya.
Duta Besar juga berharap agar pemerintah Indonesia, yang dikenal sebagai pembela HAM, dapat berdiri bersama rakyat Kashmir dalam perjuangan mereka.
“Kami tidak meminta banyak, hanya ingin agar rakyat Kashmir memiliki hak untuk menentukan nasib mereka sendiri,” katanya.
Dubes Rathore menegaskan kembali komitmen negaranya untuk memberikan jaminan dan bantuan kepada warga Kashmir hingga tercapainya penyelesaian yang adil atas konflik Jammu dan Kashmir yang sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB maupun keinginan rakyat Kashmir.
Baca Juga: Jerman Batalkan Acara Peringatan 60 Tahun Hubungan Diplomatik dengan Israel
“Kami juga menyerukan masyarakat internasional, termasuk Indonesia, untuk memperhatikan isu ini dengan serius,” pungkasnya.
Hari ini menandai lima tahun sejak tindakan ilegal dan sepihak India pada 5 Agustus 2019 di Jammu dan Kashmir yang Diduduki secara Ilegal (IIOJK) India. Tindakan tersebut diikuti oleh pengepungan militer yang belum pernah terjadi sebelumnya dan pembatasan hak-hak dasar dan kebebasan rakyat Kashmir untuk melegitimasi pendudukan India di wilayah yang diduduki.
Sejak merdeka dari Inggris pada 1947, Kashmir terpecah dua. Dua per tiga wilayahnya dikuasai India, sementara sisanya dimiliki Pakistan. Wilayah itu kemudian dipisahkan oleh Line of Control (LOC). Perselisihan akibat sengketa Kashmir telah membuat India dan Pakistan tiga kali berperang, yakni pada 1948, 1965, dan 1971.
Pada 5 Agustus 2019, pemerintah India membatalkan dua undang-undang Konstitusi India – Pasal 370 dan Pasal 35A – yang mengatur hubungan India dengan wilayah sengketa itu.[]
Baca Juga: Macron akan Umumkan Perdana Menteri Baru Hari Ini
Mi’raj News Agency (MINA)