Oleh: Illa Kartila, Redaktur Senior Miraj Islamic News Agency/MINA
Dalam dunia anak-anak Palestina, nyaris tidak ada masa kecil yang indah dan menyenangkan. Ketika bocah-bocah sebaya mereka di belahan dunia lain asyik bermain games perang-perangan, anak-anak Palestina terjebak dalam baku tembak, ledakan roket dan bom bahkan menyaksikan orangtua, kerabat, dan tetangganya meregang nyawa dibantai oleh Zionis Israel.
Satu-satunya tempat bermain anak-anak di Desa Beita, Nablus misalnya juga sudah rata dengan tanah karena dibuldozer militer Zionis. Bocah perempuan, Sadil Al-Aqtash (9) terkejut melihat taman bermain itu lenyap. “Kini tak ada lagi taman, tak ada lagi tempat kami bermain. Mereka iri pada kami, karena itulah mereka menghancurkannya.”
Taman itu baru dibangun enam bulan lalu di desa yang terletak di timur Kota Nablus dan dihuni hampir 12.000 penduduk. Pembangunan taman yang merupakan bantuan dari warga Eropa itu dimaksudkan untuk menyediakan tempat rekreasi bagi anak-anak Za’atara yang hidup dalam kekurangan.
Baca Juga: Tak Ada Tempat Aman, Pengungsi Sudan di Lebanon Mohon Dievakuasi
Menurut Wasif Mualla, walikota Beita, taman tersebut dibangun oleh Joint Services Council (JSC) dengan bantuan keuangan dari Belgia sebagai bagian dari proyek untuk membantu daerah-daerah yang terpinggirkan.
Penggusuran itu dilakukan dengan dalih pembangunan tanpa izin. Taman tersebut berlokasi di Area C Tepi Barat, yang berada dalam kontrol penuh penjajah Zionis. Mereka menyatakan telah memberitahu penduduk soal penggusuran taman itu ketika dibangun beberapa bulan lalu.
“Penjajah memang kerap tak mengeluarkan izin pembangunan bagi warga Palestina. Dengan demikian, mereka bisa melakukan penggusuran atau penghentian pembangunan sesukanya dengan dalih ‘tidak memiliki izin’,” katanya.
Sebuah bom peninggalan serangan Israel tahun 2014 lalu, meledak di dekat sebuah rumah penduduk di Jalur Gaza, Palestina belum lama ini. Menurut juru bicara Kemenkes Palestina di Gaza, Asyraf Qadurah, bocah Sohaib Ibrahim Shaqr (5) tewas dan saudara kandungnya Mushab (6) cedera akibat ledakan itu.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Sebagian anak-anak Palestina juga tidak punya tempat tinggal karena rumah mereka dihancurkan, putus sekolah, dipekerjakan secara paksa oleh zionis Israel dalam keadaan trauma psikologis, haus, dan lapar.
Banyak dari anak-anak Palestina juga ditangkap tanpa alasan yang jelas oleh tentara Israel dan mendekam di penjara kadang tanpa makan dan minum serta mengalami kekerasan. Menurut Komite Tahanan Organisasi Pembebasan Palestina, sejak Oktober lalu penjajah “Israel” telah menangkap 1.899 anak-anak Palestina.
Dalam pernyataan yang disiarkan pada Hari Anak Palestina, komite mencatat bahwa anak-anak di bawah umur ditahan setelah dijemput oleh tentara Israel di Tepi Barat yang diduduki serta Al-Quds Timur dan Jalur Gaza yang diblokade Israel.
Tahanan Anak-anak
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Data komite menunjukkan, jumlah anak-anak Palestina yang ditahan mencapai sekitar 37 persen dari jumlah keseluruhan warga Palestina yang ditangkap oleh Israel selama enam bulan terakhir. Jumlah penangkapan ini telah meningkat 33,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Menurut perkiraan komite, sedikitnya 450 anak-anak Palestina yang berusia antara 12 dan 18 tahun -termasuk 16 anak perempuan – saat ini merana di penjara-penjara Israel. Diungkapkan pula bahwa pada saat penangkapan, anak-anak yang ditahan sering terkena setidaknya satu dari kekerasan fisik atau psikologis.
Kelompok HAM Palestina, Komisi Urusan Tahanan dan Bekas Tahanan dalam laporan yang dirilis baru-baru ini mengungkapkan, ada 94 anak ditahan di Penjara Ofer di Kota Beitunia, Tepi Barat atas berbagai dakwaan. Sedangkan sisanya mendekam di penjara-penjara Israel lainnya.
Badan Statistik Palestina juga menyebutkan, setengah lebih dari total jumlah penduduk Tepi Barat dan Gaza adalah anak-anak. Jumlah anak yang usianya di bawah 18 tahun pada 2015 mencapai 2.165.288 anak, yakni 1.105.663 anak laki-laki dan 1.059.288 anak perempuan.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Jumlah anak laki-laki di Tepi Barat mencapai 641.557 dan 615.493 anak perempuan. Sementara jumlah anak laki-laki di Gaza sekitar 464.106 dan anak perempuan 444.132. Sepanjang tahun 2015 lalu tentara Zionis menangkap 2.179 anak yang usianya antara 11-18 tahun. Angka ini melonjak mencapai 72,1% dari jumlah penangkapan pada 2014 yakni 1.266 anak.
Sementara itu, dari 181 jumlah korban meninggal dunia sepanjang 2015 sekitar 32 di antaranya adalah anak-anak. Perampasan dan penghancuran rumah warga Palestina oleh Zionis Israel mengakibatkan 1.109 anak-anak tidak lagi memiliki tempat tinggal.
Agresi Israel ke Jalur Gaza pada 2014 juga masih menyisakan derita. Sekitar 72 sekolah yang menjadi target serangan berdampak negatif bagi 21.882 siswa dan 1.332 guru. Juga kerugian material yang harus ditanggung akibat kerusakan bangunan dan properti sekolah-sekolah itu.
Tahun 2015, jumlah anak-anak usia 10-14 tahun yang bekerja sekitar 2 persen, sementara anak usia 15-17 mencapai 9 persen, padahal tahun 2012 hanya 7,7 persen Adapun anak-anak yang bekerja dan tidak terdaftar di instansi pendidikan mana pun, dari dua rentang usia yang telah disebutkan persentasenya pada tahun 2015 adalah 15,5 dan 33,7 persen. Sementara anak-anak yang sekolah sambil bekerja jumlahnya 1,6 dan 3,6 persen.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Perbudak Tahanan Anak-anak
Sumber-sumber Palestina menyebutkan pemerintah penjajah Israel memaksa mempekerjakan anak-anak Palestina yang ditahan di penjara Ofek dengan waktu lama dan imbalan yang sangat murah.
Orang tua bocah Palestina Ayed Thaqathiqah dari Balda Bet Fajar di Betlehem misalnya mengatakan, anaknya yang berusia 16 tahun dipaksa bekerja oleh Israel di Penjara Opek di wilayah Palestina jajahan 1948.
Ia mengetahuinya saat mengunjungi anak itu. Pihak dinas tahanan Israel memaksa anak-anak Palestina yang ditawan di sana untuk bekerja selama 6 jam setiap hari untuk salah satu perusahaan garam milik Israel dengan upah yang tidak lebih dari 4 Dolar AS sehari.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Thaqathiqah menyebutkan kepada QudsPress, anaknya mendekam di penjara bersama pamannya Fadi (17) dalam kondisi yang sangat buruk setelah keduanya dipindah dari penjara Over yang berisi tawanan warga sipil. Dalam satu ruang kecil ada empat tawanan dan mereka tidak diizinkan keluar kecuali hanya satu jam sehari.
Sementara itu, Ketua Divisi Tawanan di Betlehem Munqidz Abu Athwan menegaskan, kesaksian seorang ibu tawanan Thaqathiqah terkait pemaksaan yang dilakukan oleh Israel untuk memperkerjakan anak-anak merupakan tindakan sangat berbahaya dan harus mendapatkan reaksi dari tawanan Palestina dan lembaga-lembaga HAM yang membela mereka.
Abu Athwan menekankan, pemaksaan terhadap tawanan untuk bekerja merupakan pelanggaran dan salah satu bentuk perbudakan yang sudah berakhir sejak awal tahun 80-an. Karena itu, hal tersebut tidak mungkin bisa diterima kembali saat ini.
Badan Urusan Tawanan akan mengirim seorang pengacara untuk melihat kondisi anak-anak Palestina di penjara Ofek dan akan lebih serius menindaklanjuti masalah pemaksaan bekerja tersebut.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Sementara itu wakil ketua divisi hukum di badan urusan tawanan Jamil Saadah menyatakan, sejumlah tawanan anak-anak Palestina di Penjara Ofek yang dipaksa untuk bekerja berbeda nasibnya dengan sejumlah tawanan Palestina lainnya yang ditahan karena latar belakang melawan penjajah.
Sebuah kelompok hak asasi manusia terkemuka menyatakan bahwa polisi Israel kini seringkali mengancam dan mengintimidasi anak-anak Palestina di dalam tahanan. Padahal menurut Human Right Watch (HRW) ini, apa yang dilakukan tentara Zionis Israel, termasuk menginterogasi tanpa kehadiran orang tua, merupakan pelanggaran menurut hukum internasional.
Dalam enam kasus yang didokumentasikan oleh HRW, ada anak-anak yang diinterogasi tanpa menghadirkan orang tua mereka, bahkan mereka dipukul oleh petugas dan disuruh duduk di luar ruangan yang saat itu dalam cuaca dingin.
Direktur HRW Palestina-Israel, Sari Bashi meyebutkan, apa yang dilakukan oleh pasukan pendudukan Israel nantinya membuat anak-anak Palestina trauma ketika dewasa. “Kondisi anak-anak yang ditangkap tentara Israel juga memprihatinkan, seharusnya mereka juga mendapatkan semua hak anak, termasuk ketika menyangkut kemanusiaan dan martabat.”
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
Bagi anak-anak Palestina, tiada saat tanpa ketakutan, kekerasan, ancaman, penyiksaan dan pembunuhan. Kekejaman menjadi pemandangan sehari-hari. Kalaupun anak-anak itu beruntung selamat, lalu masa depan apa yang akan mereka miliki di kemudian hari? Menjadi tanggung-jawab kemanusiaan untuk membantu mereka menghadapinya. (R01/R05)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara