Riyadh, 3 Muharram 1437/15 Oktober 2015 (MINA) – Asosiasi Cendekiawan Syariah di Dewan Kerjasama Teluk (Gulf Cooperation Council/GCC) menyerukan agar dukungan bagi perlawanan rakyat Palestina dilakukan dengan segala upaya politik dan aksi nyata, bukan sebatas pernyataan belaka.
Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh asosiasi itu mengecam rencana pemerintah Israel untuk membagi Masjid Al-Aqsha menurut waktu dan ruang sebagai langkah yang paling berbahaya yang diambil oleh otoritas ‘Negeri Yahudi’ yang menduduki tanah Palestina sampai saat ini.
“Masjid Al-Aqsha dan Masjid Kubah Batu (Dome of the Rock Mosque) berada dalam situasi yang sangat serius dan berbahaya saat ini,” ungkap pernyataan itu menjelaskan, seperti dikutip Middle East Monitor, Rabu (14/10) waktu setempat.
Ditambahkan, “Dan upaya diplomatik dan politik yang biasa tidak cukup untuk membela situs suci tersebut.”
Baca Juga: Oposisi Israel Kritik Pemerintahan Netanyahu, Sebut Perpanjang Perang di Gaza Tanpa Alasan
Para ulama mengingatkan kelemahan negara-negara Arab dan Muslim telah mendorong pemerintah Israel untuk bergerak maju dengan rencana yang berbahaya tersebut.
Mereka juga menyerukan kepada Liga Arab dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk memikul tanggung jawab dan membela Noble Sanctuary of Al-Aqsha di Al-Quds yang diduduki Israel.
Al-Haram al-Sharif atau Noble Sanctuary adalah suatu komplek bangunan yang terdiri dari masjid al-Aqsah, masjid Kubah Batu, dan juga di percaya oleh orang Yahudisebagai Temple Mount.
Masjid Al-Aqsha dan masjid Kubah Batu selalu menjadi topik pembicaraan dan selalu jadi objek serangan sejak tahun 1967. Yahudi merencanakan untuk pembangunan Bait Suci Ketiga di sana. Al- Haram al-Sharif bagian dari perumahan Masjid Al-Aqsha, juga termasuk Masjid Kubah Batu.
Baca Juga: Hamas Ungkap Borok Israel, Gemar Serang Rumah Sakit di Gaza
Sebelumnya, pada pekan kedua September lalu, pemerintah Yordania telah menegaskan bahwa pemerintah di Amman tidak akan membiarkan Israel campur tangan di Masjid Al-Aqsha.
Menteri Menteri Wakaf Agama dan Urusan Islam Hayel Abdulhafez Dawudmengatakan, sebagai masalah prinsip, rakyat Yordania menolak setiap diskusi tentangkedaulatan atas Al-Aqsha. Yordania, tegas Daud, tidak akan pernah membiarkan setiap bentuk putusan yang dikeluarkan oleh pemerintah Israel terkait Al-Aqsha.
Jordan telah mengantongi tanggung jawab terhadap situs-situs agama Islam di Al-Quds (Jerusalem) dan Tepi Barat sejak awal aksi pendudukan Israel. Dawud menunjukkan bahwa Noble Sanctuary of Al-Aqsha adalah situs yang menjadi tanggung jawab Ammandan Israel tidak memiliki hak untuk mencampuri urusan dalam cara apapun.
Israel, tambahnya, adalah penjajah dan hukum internasional tidak melarang orang untuk melakukan ibadah keagamaan mereka di bawah pendudukan.
Baca Juga: Semua Rumah Sakit di Gaza Terpaksa Hentikan Layanan dalam 48 Jam
“Undang-undang tersebut, sebaliknya, melarang occupier (penjajah) mencampuri lembaga-lembaga keagamaan. Dengan demikian setiap dan semua pelanggaran Israel di Al-Aqsha melanggar hukum, perjanjian, dan konvensi internasional,” tegasnya. (T/P022/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Hamas Kecam Penyerbuan Ben-Gvir ke Masjid Ibrahimi