Oleh: Sajadi, Wartawan MINA
Indonesia meyakini bahwa perdamaian dan stabilitas tentunya sangat diharapkan oleh masyarakat Afghanistan dan dunia internasional.
Untuk mewujudkan hal itu, Pemerintah Indonesia dalam pernyataannya mengemukakan, akan terus melakukan komunikasi dengan semua pihak di Afghanistan dan juga dengan Perwakilan PBB serta Perwakilan Asing di Afghanistan.
Indonesia berharap penyelesaian politik di negara tersebut tetap dapat dilakukan melalui Afghan-owned, Afghan-led.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Pernyataan tersebut dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri RI pasca Taliban merebut Ibu Kota Afghanistan, Kabul dan menduduki Istana Kepresidenan pada Ahad (15/8).
Presiden Ashraf Ghani pun meninggalkan Afghanistan ke Tajikistan demi menghindari pertumpahan darah lebih lanjut.
Setelah itu, Taliban mengklaim bakal membentuk pemerintahan baru yang merangkul pihak-pihak di luar kelompok mereka.
Namun, warga Afghanistan masih hidup di dalam bayang-bayang kekejaman Taliban yang berkuasa di negara itu hingga 2001 silam.
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
Di bawah pemerintahan Taliban saat itu, warga Afghanistan hidup dalam kekangan. Para perempuan tak dapat mengakses pendidikan dan pekerjaan, sementara para pria harus hidup dalam aturan ketat.
Sementara itu dalam sebuah konferensi pers virtual pada Senin (16/8), Wakil Presiden RI ke-10 dan 12 Jusuf Kalla meyakini Taliban lebih terbuka ketika nanti resmi mengambil alih pemerintahan.
Kalla yang juga dijuluki Juru Damai di dalam maupun luar negeri tersebut, menilai Taliban saat ini sudah banyak berubah dan berbeda ketimbang ketika memerintah Afganistan pada 1996-2001 lalu.
Saat menjabat Wapres RI, JK sempat mengundang dua kali para pimpinan Taliban untuk berkunjung ke Indonesia.
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Saat di Indonesia, para pimpinan Taliban melihat bahwa Islam di Indonesia bisa berkembang dengan baik karena menjalankan prinsip moderat.
Ia pun yakin Taliban bakal menerapkan pemerintahan yang lebih moderat setelah melihat contoh di Indonesia.
JK pun menilai Pemerintah Indonesia kemungkinan besar akan tetap menjaga hubungan dengan Afghanistan meski Taliban berkuasa.
Ia menegaskan bahwa hubungan diplomatik antara Indonesia dan Afganistan sifatnya kenegaraan, tak bergantung pada rezim yang memerintah negara tersebut.
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
Ia menambahkan bahwa Indonesia punya peran penting di Afghanistan dalam menjajaki perdamaian.
Sehingga, Pemerintah Indonesia juga harus mendukung upaya damai sekarang saat Taliban memimpin Afghanistan.
Jatuhnya Kabul ke tangan Taliban tidak terlepas dari penarikan pasukan asing yang dipimpin Amerika Serikat (AS).
Awalnya, AS bakal menarik seluruh pasukannya dari Afghanistan dengan tempo 11 September 2021. “Negeri Paman Sam” mengatakan, pasukannya bakal ditarik secara bertahap mulai Mei.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Sejak saat itu, 50 dari 370 distrik di Afghanistan telah jatuh di tangan Taliban sejak Mei, saat dilanjutkannya penarikan pasukan AS dari Afghanistan.
Rupanya, penarikan pasukan asing maju dari jadwal. Pada awal Juni ini, lebih dari 50 persen tentara AS yang ada di Afghanistan telah dipulangkan. (A/RE1/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)