Amsterdam, 18 Rabi’ul Awwal 1436/9 Januari 2015 (MINA) – Serangan berdarah terhadap kantor majalah satir Perancis, Rabu (7/1) yang menewaskan 12 orang, memicu kemarahan di Perancis dan dunia keesokan harinya.
Para politisi dan orang-orang di seluruh dunia mengadakan demonstrasi mendukung majalah dua mingguan Perancis, Charlie Hebdo.
“Kami tidak akan membiarkan rasa takut untuk memerintah kami,” kata Perdana Menteri Belanda Mark Rutte di Amsterdam, Kamis (8/1), Anadolu Agency yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Wakil Perdana Menteri Belanda Lodewijk Asscher, Menteri Luar Negeri Bert Koenders, Menteri Kehakiman dan Keamanan Ivo Opstelten, Walikota Amsterdam Eberhard van der Laan, dan para pemimpin redaksi surat kabar utama, menghadiri pertemuan yang mengutuk serangan mematikan di Paris.
Baca Juga: ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu dan Gallant
Di Rusia, banyak massa berkumpul di depan Kedutaan Besar Prancis di Moskow, Kamis. Banyak orang yang terus menempatkan bunga dan menyalakan lilin untuk mengenang dan menghormati mereka yang tewas dalam serangan itu.
Sekitar 500 orang berkumpul di depan Institut Perancis di ibukota Yunani, Athena. Pelayat memegang spanduk yang bertuliskan “Je Suis Charlie“, slogan yang telah menjadi seruan utama dukungan untuk majalah tersebut di media sosial dan para demonstrasi sejak Rabu.
Selain itu, sebagian koran Italia mendedikasikan halaman depannya dengan berita serangan mematikan itu. Sekitar 2.000 orang juga berkumpul di depan Kedutaan Besar Perancis di Roma pada lapangan Piazza Farnese untuk memberi penghargaan kepada para korban.
Ketua Komunitas Islam Hungaria, Bolek Zoltan, juga mengutuk keras penembakan di Paris dan menyampaikan belasungkawanya kepada Duta Besar Perancis, Roland Galharague di Budapest.
Baca Juga: Turkiye Tolak Wilayah Udaranya Dilalui Pesawat Presiden Israel
“Islam dengan tegas melarang terorisme. Pembunuhan ini tidak dapat diterima. Kami mengutuk semua jenis terorisme,” kata Zoltan. (T/P001/R11)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Setelah 40 Tahun Dipenjara Prancis, Revolusioner Lebanon Akan Bebas