Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Demo Warga Israel atas Netanyahu yang Makin Meluas

Ali Farkhan Tsani Editor : Arif R - Rabu, 4 September 2024 - 16:51 WIB

Rabu, 4 September 2024 - 16:51 WIB

33 Views

Demo warga Israel terhadap "Crime Minister" Benjamin Netanyahu. (Anadolu Agency)

Sejak awal September 2024 ini, ratusan ribu warga Israel turun ke jalan-jalan untuk berdemo memprotes keras perdana menterinya sendiri, Benjamin Netanyahu.

Warga Israel sendiri menyebut Prime Minister (Perdana Menteri) Netanyahu dengan “Crime Minister” (Menteri Kriminal) Netanyahu.

Protes semakin meluas  dengan aksi massa menyalakan api unggun, membakar ban, dan memblokir jalan raya utama menuju Tel Aviv serta kota-kota lainnya.

Para pengunjuk rasa menuding Netanyahu menolak gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera demi kelangsungan hidup politiknya sendiri.

Baca Juga: Rabi’ul Awwal sebagai Bulan Maulid Nabi

Keluarga dari para sandera yang ditawan Hamas itu tidak setuju dengan strategi Netanyahu.

BBC News melaporkan, kemarahan warga semakin meningkat setelah mereka mendengar informasi ditemukannya mayat enam sandera yang dievakuasi Pasukan Israel dari terowongan bawah tanah di wilayah Rafah, Gaza Selatan.

Keenam mayat itu adalah Carmel Gat, Eden Yerushalmi, Hersh Goldberg-Polin, Alexander Lobanov, Almog Sarusi, dan Sersan Ori Danino.

Padahal sebelumnya dijadwalkan untuk membebaskan tiga dari mereka pada tahap pertama proposal gencatan senjata Juli lalu. Namun, Netanyahu menolak kesepakatan saat itu. Warga Israel pun marah.

Baca Juga: Lima Cara Membangun Keluarga Islami yang Dirindukan Surga

Para pengunjuk rasa membawa spanduk yang ditujukan kepada Netanyahu, bertuliskan “Anda yang bertanggung jawab, Anda yang akan disalahkan”.

Sejak 11 bulan setelah serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober, ada sebanyak 97 sandera yang masih ditawan di Gaza. Informasi menyebutkan, banyak sandera yang tewas oleh serangan pasukan Zionis Israel sendiri.

Mediator Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar masih mencoba bernegosiasi untuk gencatan senjata yang akan membuat Hamas membebaskan 97 sandera yang ditawan tersebut dengan imbalan pembebasan seluruh tahanan Palestina baik yang berasal dari Jalur Gaza maupun Tepi Barat di penjara-penjara Israel.

Kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas untuk memastikan pembebasan 97 sandera yang tersisa, itulah yang menjadi prioritas pengunjuk rasa warga Israel.

Baca Juga: Parenting ala Orangtua Palestina

Terlambatnya Kesepakatan

Sharone Lifschitz, orangtua salah satu sandera, mengatakan kepada program BBC Radio4 Today bahwa tewasnya enam sandera merupakan sesuatu yang mereka takutkan selama ini, akibat terlambatnya kesepakatan pemerintahnya dengan Hamas.

“Demo akan terus kami lakukan sampai ada kesepakatan untuk memulangkan orang-orang kami, dan menghentikan perang yang tidak masuk akal ini,” serunya.

Forum Keluarga Sandera mengatakan bahwa keenam sandera itu menjadi korban setelah bertahan hidup hampir 11 bulan di dalam penahanan pasukan Hamas. Hal ini ditambah dengan kelaparan karena tidak adanya makanan dan obat-obatan akibat blokade pasukan Zionis Israel.

Baca Juga: Lima Ciri Orang yang Diinginkan Kebaikan oleh Allah

“Penundaan dalam penandatanganan kesepakatan telah menyebabkan kematian dan hilangnya banyak sandera,” kata salah satu pernyataan Keluarga Sandera.

Demonstrasi lebih lanjut akan segera disusul dengan pemogokan massal, demikian rencana mereka.

Histadrut, Serikat Pekerja Utama Israel, mengoordinasikan aksi pemogokan umum terbesar di negara itu sejak Oktober 2023.

Forum Sandera dan Keluarga Hilang meminta semua warga Israel untuk ikut serta dalam lanjutan “demonstrasi besar-besaran untuk menghentikan pemerintah”.

Baca Juga: Omong Doang: Janji Palsu yang Merusak Kepercayaan

Pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, yang juga mantan perdana menteri, tampak ikut serta mendukung demonstrasi tersebut.

Lapid bahkan menyerukan kepada semua warga Israel “yang hatinya hancur” setelah berita kematian para sandera, untuk bergabung dalam protes massal.

Sementara Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa ia memblokir kesepakatan gencatan senjata, karena ia menyalahkan Hamas.

Pejabat Hamas, Izzat al-Rishq, justru menyalahkan penolakan Netanyahu untuk menyetujui gencatan senjata.

Baca Juga: Pilkada 2024 Ajang Merajut Persaudaraan

Aksi demo pun kini terus meluas bukan hanya di jalan, tapi juga merembet ke perkantoran, bank, sekolah, bandara, hingga di depan pengadilan.

Buruh Israel pun menyepakati pemogokan umum setiap hari hingga berakhir pada pukul 14:00 waktu setempat. Namun para pengunjuk secara keseluruhan akan untuk terus melakukannya hingga malam.

Pemogokan tersebut awalnya dijadwalkan berlangsung hanya dua hari, tetapi kini sudah memasuki hari ketiga berturut-turut pada hari kerja. Sementara demo tiap akhir pekan untuk menuntut pengunduran diri Netanyahu, masih terus berlangsung selama bebtrapa bulan terakhir.

Pecah Internal Israel

Baca Juga: Amalan-Amalan di Bulan Rabiul Awal

Menanggapi aksi demo, terjadi perselisihan, pecah kongsi di antara pejabat internal pemerintahan Israel. Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich, yang dikenal karena pandangannya yang sangat ekstrem, membuat pernyataan “penghancuran total” Kota Rafah, Deir al-Balah, dan Khan Younis di Jalur Gaza.

Sementara Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, mendesak Netanyahu untuk menegosiasikan kesepakatan gencatan senjata, seperti dia posting di akun X.

Manhan Gallant bahkan dikabarkan berdebat adu mulut dengan Perdana Menteri Netanyahu, soal tujuan perang di Gaza. Gallant menuding visi perang Netanyahu yang ingin menumpas Hamas di Gaza sebagai omong kosong alias gagal total.

Netanyahu pun membalas kecaman men9terinya itu bahwa tujuan perang di Gaza telah ditetapkan dan bersifat mengikat semua orang, termasuk Gallant sebagai bawahannya. Netanyahu menuding pernyataan Gallant sebagai anti-Israel.

Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel

Bukan hanya dengan menterinya, Netanyahu juga dikabarkan berdebat keras dengan Kepala Staf Pasukan Letnaj Jenderal Herzi Halevi yang mengkritik strategi Netanyahu, soal siapa yang akan memerintah Jalur Gaza Palestina usai agresi brutalnya berakhir.

Dalam sebuah rapat bersama Kabinet Perang Israel, seperti dikabarkan CNN, 13 Mei 2024, Halevi dengan lantang menyebut Netanyahu “kekurangan strategi pasca-konflik”.

Letjen Halevi juga mengutarakan kekecewaannya terhadap pemerintah Israel yang tak mampu mengembangkan strategi guna mengatur kawasan Jalur Gaza.

Pada akhirnya, ratusan ribu warga Israel masih akan turun ke jalan-jalan di Tel Aviv dan kota-kota lainnya, selama kesepakatan gencatan senjata belum terjadi dan selama perang atas Gaza masih berlanjut.

Baca Juga: Doa Hari Jumat yang Diamalkan Rasulullah

Hingga Pemerintah Pendudukan Zionis Israel akan hancur dengan sendirinya dari faktor perpecahan internal dan demo-demo warganya sendiri, ditekan dengan faktor eksternal perlawanan dari para pejuang Palestina yang tidak ada matinya. Plus tekanan dunia internasional yang semakin memojokkan Zionis di dunia internasional.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Kepemimpinan Umat Islam dan Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia

Rekomendasi untuk Anda

Palestina
Palestina
Palestina
Kolom
Dunia Islam