Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berfikir Kritis atas Kebijakan Tarif Trump

Redaksi Editor : Arif R - 30 menit yang lalu

30 menit yang lalu

5 Views

Moehammad Amar Ma’ruf /Penulis Buku Katulistiwa; Di Tengah Tantangan Dunia (foto: pribadi)

Oleh Moehammad Amar Ma’ruf, Penulis Buku Katulistiwa; Di Tengah Tantangan Dunia

NAMA Donald Trump kini meramaikan jagad dunia. Sebelumnya, nama ini dikenal sejak jauh di era 1970-90 an. Ketika itu, Donald Trump (DT) adalah pebisnis dan penggemar pertandingan  tinju profesional bersama seorang yang bernama Don King.

Tak pelak dunia tinju profesional yang dipenuhi dengan kompetisi para petinju dunia menjadi ajang pertandingan sekaligus hiburan yang  kepopulerannya itu pun seramai pertandingan sepak bola.

Di balik ring, DT tidak hanya terlihat ongkang ongkang kaki dengan gayanya yang necis dan model rambut yang agak berjambul. Ia pun bertindak sebagai pencari dan perekrut bahkan promotor pertandingan petinju handal yang selalu menjadi bahan berita dunia dan seringkali dikemas dalam cerita perjalanan kehidupan si petinju, antara lain Mike Tyson petinju legendaris yang dikenal/dijuluki sebagai Si Leher Beton.

Baca Juga: Gaya Selangit Isi Dompet Seuprit

Walhasil pagelaran tinju profesional kala itu menjadi fokus/tontonan dunia yang  sangat menarik dan menjadi favorit masyarakat dunia. Antusiasme mereka yang ingin melihat olah raga keras ini namun tidak bisa langsung hadir di AS  ter wakilkan ketika mereka bisa menyaksikan  siaran pertandingan tinju secara langsung yang disiarkan oleh TV nasional. (Tentu penyiaran itu harus membayar biaya oleh setiap pengelola TV).

Tidak sadar mereka yang tergila-gila dengan pertandingan ini sampai harus merogoh koceknya hingga ratus dolar hingga mungkin ribuan dolar yang tentu itu menjadi pemasukan bagi AS, khususnya bagi para pengelola dunia olah raga dan hiburan di AS. Suatu dunia olahraga keras yang dapat menghantarkan dan mengangkat derajat sosok petarung profesional  menjadi miliuner dengan segala keglamorannya.

Kini di era milenium,  sosok DT tampil sebagai seorang politikus Amerika Serikat  dari kubu Republikan dan telah memenangkan kontestasi pemilihan presiden Amerika Serikat untuk kali ke-2. Satu diantara kebijakannya membuat ramai kongres AS dan dunia dengan menerbitkan kebijakan Tarif.

Ini menjadi menarik mengingat sosok dan gaya DT ini nampak terkesan cuek namun ia adalah pebisnis kawakan sekaligus politikus dan  pekerja keras  yang  setidak tidaknya bisa mengangkat dunia pertinjuan menjadi lebih profesional dan menjadi pilihan karier serta pendidikan sosial kemasyarakatan  bagi mereka yang berbakat di dunia olah raga keras ini dan hidup di tengah kerasnya dan persaingan sosial dan ekonomi di perkotaan.

Baca Juga: Palestina dan Masa Depan Al-Aqsa: Apa yang Bisa Dilakukan Umat Islam?

Tidak dipungkiri, kiprahnya di dunia tinju ini bisa mendukung bisnisnya  menggurita di AS dan di luar negeri. Artinya setiap kebijakan terdapat strategi untuk menyukseskannya. Kalau di bidang tinju profesional, DT pun harus turun ke jalan begitu pun selayaknya dalam perilaku hubungan internasional.

Sejatinya sang DT sedang mempertontonkan sebuah petarungan di gelanggang politik dan hubungan serta perdagangan luar negeri AS untuk meraih sebuah kehormatan dan kedigdayaan ekonomi di tengah kondisi dunia yang saat ini masih sangat tidak stabil.

Situasi saat ini mengarah pada perebutan supremasi perdagangan internasional yang mungkin kurang tegas dihadapi oleh pemimpin AS terdahulu. Terdapat sejumlah  negara yang dipandang menerapkan  kebijakan  mengisolasi AS dengan membuat persekutuan seperti EU dan  BRICS.

DT menerapkan kebijakan Tarif saat ini sebagai  safety belt guna melindungi kondisi ekonominya yang menurut pandangan para pengamat hampir mengalami resesi akibat inefisiensi pembiayaan perang bagi sekutunya  di Timur Tengah dan di sisi lain dipandang deterence ataupun sebagai sanksi bagi negara-negara lain yang mencoba mengisolasinya dan menentang kebijakan polugrinya.

Baca Juga: Tahun 2025, Indonesia Banjir Mualaf

Kebijakan AS bisa jadi bumerang bagi administrasinya apabila ia tidak membuka dialog  lebih lanjut dengan negara2 yang terkena dampak dengan mempertimbangkan kebijakan negara sekutunya sendiri seperti negara-negara di Eropa dan Australia bahkan masyarakat AS   memberikan  tekanan.

Selain itu terbatasnya akses transportasi baik dari segi kualitas dan kuantitas serta letaknya jalur logistik ke negara-negara non tradisional seperti Afrika maupun sebagian Asia lain dan Australia. Kritikan pedas pun muncul dari media Australia yang menyebutkan AS kini menjadi peseteru bagi Australia akibat kebijakan Tarif ini.

Melihat kiprah DT nampaknya perlu pendekatan yang lebih humanis dan  dapat memberikan harapan  bagi  kemajuan kemitraan global. DT selayaknya benar-benar menghitung  kepentingan jangka pendek dan  panjang terhadap tantangan dunia   saat ini, yakni tentang semakin nyata  dan terbatasnya serta tingginya risiko global akibat pemanfaatan sumber energi konvensional yang eksploitatif disertai dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia,  kelangkaan air bersih, keterbatasan sumber bahan mentah serta  akses transportasi bagi pengolahan dan lintas produk serta jasa.

Mau tidak mau kebijakan negara selayaknya mempertimbangkan program pembangunan berkelanjutan  agar tidak terjadi gejolak. Untuk tetap menjadikan  AS  di bawah kepimpinan DT sebagai salah satu  pelaku sentral di bidang politik, hubungan dan kerja sama internasional dengan karakternya namun tetap memperhatikan kepentingan masyarakat AS sendiri dan  dunia, maka AS di bawah pimpinan DT harus tetap memposisikan dirinya sebagai Mitra Global Sejati (A Genuine  Global Partner) untuk perdamaian dan kesejahteraan semua kalangan tidak hanya segelintar pihak.

Baca Juga: Peran Masjid Al-Aqsa dalam Persatuan Umat Islam di Seluruh Dunia

Seiring itu pula, pemimpin dunia lainnya harus berfikir kritis dan berbenah terhadap kepentingan masyarakatnya dan menjauhkan sikap korupsi kolusi dan nepotisme serta menghargai lingkungan alamnya dan  menyertakan partisipasi semua elemen nasional di dalam mendukung kemitraan global bukan hanya untuk segelintir pihak. Semoga harapan memperkuat kemitraan global tetap terjaga. []

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Menjaga Spirit EcoRamadhan: Sucikan Diri, Kurangi Sampah

Rekomendasi untuk Anda