Oleh: Dr. Ir. H. Hayu Prabowo, M. Hum.; Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (PLH-SDA MUI)
Pada Sabtu 3 Februari 2018, tim ecoMasjid Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (PLH-SDA MUI) mengunjungi Masjid Salman Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam rangka melihat hasil penerapan pemasangan fasilitas pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang dipasang pada 2016 lalu.
PLTS yang dipasang di Masjid Salman ITB berkapasitas 5.000 watt dari seluruh kebutuhan masjid sekitar 60.000 watt. Rencana selanjutnya PLTS ini akan dikembangkan untuk memenuhi seluruh listrik di Masjid Salman ITB pada seluruh atap masjid tanpa kubah ini.
Pada saat ini Masjid Salman ITB memiliki program Green Mosque (Masjid Hijau) sebagai realisasi dari visinya menjadi masjid kampus mandiri pelopor pembangunan peradaban Islami.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan
Pada kesempatan tersebut dilakukan tukar pikiran mengenai tujuan program ecoMasjid MUI serta teknologi tepat guna yang telah dikembangkan sendiri. Krisis lingkungan hidup dengan berbagai manifestasinya, seperti perubahan iklim, sejatinya adalah krisis moral, maka penanganannya haruslah melalui pendekatan moral.
Masjid merupakan salah satu sarana yang digunakan untuk pembinaan moral keagamaan. Jadi tujuan dan target ecoMasjid bukan hanya untuk masjid semata tapi menjadikan masjid sebagai agen perubah (agent of change) bagi masyarakat sekitar masjid khususnya dan masyarakat umum secara luas.
Hal tersebut karena interaksi antara manusia dan lingkungan sangat penting. Namun masih sedikit yang menyadari bahwa produktivitas dan aktifitas manusia sangat bergantung pada layanan keanekaragaman hayati dan ekosistem (jasa ekosistem) yang berfungsi menyediakan barang dan jasa yang diperlukan seluruh makhluk hidup di bumi yang berkesinambungan.
Bila jasa ekosistem tidak berfungsi dengan baik makan akan menyebabkan kelangkaan sumber daya yang menimbulkan gangguan sosial berupa bahan pangan atau bahan pendukung kehidupan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Dengan adanya fenomena perubahan iklim, perilaku seluruh umat di bumi harus berubah. Dengan fakta dan kesadaran ini maka masalah lingkungan hidup dapat meningkat menjadi masalah keamanan nasional dan ketertiban dunia. Hal ini direalisasikan melalui persetujuan pengurangan emisi oleh para pemimpin dunia pada COP 22 di Paris 2015.
Fenomena alam global tidak hanya menjadi keprihatinan para ilmuwan dan pecinta lingkungan, tapi meningkat menjadi menjadi isu sentral dalam pembuatan kebijakan global oleh pemimpin negara dan pemimpin agama.
Berdasarkan survei internasional Pew Research Center meneliti gejolak di Timur Tengah, menyimpulkan bahwa ada korelasi positif antara perubahan iklim dan peningkatan terorisme. Hal tersebut selaras dengan survei lainnya di mana responden menyatakan bahwa ekstrimisme dan perubahan iklim merupakan dua ancaman terbesar terhadap keamanan global.
Laporan oleh Berlin thinktank Adelphi menyatakan bahwa perubahan iklim telah mengakibatkan kerentanan pangan pada sekelompok masyarakat karena berkurangnya ketersediaan air dan lahan. Situasi ini dimanfaatkan oleh sekelompok ekstrimis dengan menawarkan alternatif mata pencaharian dan insentif ekonomi.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Keadaan ini tentu menjadi perhatian MUI yang memiliki visi untuk terciptanya kondisi kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan yang baik, memperoleh ridlo dan ampunan Allah Subhanahu Wa Ta’ala (baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur) menuju masyarakat berkualitas (khaira ummah) demi terwujudnya kejayaan Islam dan kaum muslimin (izzul Islam wal-muslimin) dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai manifestasi dari rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ’alamin).
Masjid bukan hanya semata-mata dijadikan sebagai sarana ibadah ritual (mahdhah), melainkan ia menjadi sarana dan sekaligus kekuatan dalam membangun dan menanamkan nilai-nilai kebaikan dan pembaharuan kehidupan umat, baik sekarang maupun pada masa yang akan datang.
Memakmurkan masjid tidak bisa hanya dengan ceramah, perlu aksi nyata untuk membangun kemandirian umat dalam menghadapi ancaman kelangkaan air, energi, dan sumber daya alam lainnya. Hal ini kita lakukan dengan orientasi pengelolaan masjid yang mandiri dan berkelanjutan pada aspek idarah (manajemen), imarah (kegiatan memakmurkan), dan riayah (pemeliharaan dan pengadaan fasilitas).
Aspek riayah dalam pengelolaan masjid, tidak terlepas dari penerapan teknologi tepat guna yang sesuai dengan perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Pengembangan dan pemanfaatan teknologi sudah sangat melekat dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Oleh karenanya, pendekatan dakwah tidak terlepas dari teknologi, termasuk masjid.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Mengingat ITB merupakan sumber cendikiawan dan calon teknokrat muslim terutama dalam bidang rekayasa teknologi. Diskusi dengan pengurus Masjid Salam ITB berkembang dengan kemungkinan melakukan kerja sama dengan Asosiasi Masjid Kampus Indonesia (AMKI) diketuai oleh Masjid Salman ITB serta memasukan isu pengembangan teknologi tepat guna ecoMasjid dalam Festival tahunan Inventra (Inovation Training).
Inventra bertujuan membentuk penemuan-penemuan jenius. Di Inventra, peserta diberi wawasan lewat pelatihan inspiratif melalui pendifinisian masalah dan memecahkan kemungkinan solusinya. Selanjutnya dibuat semacam rancang bangun (prototype) teknologi untuk solusi persoalan. Hasil akhir karya akan dipublikasikan.
Diharapkan melalui kegiatan ini inovasi teknologi tepat guna untuk ecoMasjid merupakan manifestasi dari rahmat bagi seluruh alam yang dikembangkan oleh masjid-masjid kampus dalam memberi solusi permasalahan yang berkembang di masyarakat serta menyiapkan kader-kader para cendikiawan muslim dalam membangun masyarakat yang berkualitas. (R01/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat