Hebron, MINA – Saat penjajah Israel terus melakukan serangan besar-besaran di Jalur Gaza, Tel Aviv juga mempercepat rencana untuk mencaplok bagian-bagian Tepi Barat yang diduduki dengan skema “hebron/">Emirat Hebron” atau membentuk wilayah administratif baru di Hebron yang terpisah dari palestina/">otoritas Palestina.
Menurut laporan Anadolu Agency, Jumat (5/9), Hebron, yang merupakan pusat komersial dan industri utama di Tepi Barat, dihuni hampir satu juta orang atau sekitar sepertiga dari populasi wilayah itu.
Masjid Ibrahimi di Kota Tua Hebron, yang saat ini berada di bawah kendali penjajah Israel, menambah pentingnya wilayah tersebut secara religius, terutama karena sekitar 400 pemukim ilegal Yahudi tinggal di tempat itu dengan perlindungan 1.500 tentara Zionis Israel.
Pekan lalu, saluran TV Israel Channel 24 melaporkan, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berencana membahas pemisahan Hebron dari yurisdiksi palestina/">Otoritas Palestina dan mengganti kepemimpinan lokal dengan klan-klan tertentu yang dipilih.
Baca Juga: Komisi Eropa: Perang Israel di Gaza Adalah Genosida
Langkah ini dianggap sebagai respons terhadap rencana sejumlah negara Barat yang akan mengakui negara Palestina dalam Sidang Umum PBB bulan ini.
Menurut laporan tersebut, entitas baru di Hebron bisa saja mengakui Israel sebagai negara Yahudi dan bergabung dengan Perjanjian Abraham bersama negara-negara Arab lain.
Menteri Keuangan sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich, Rabu (3/9) mengatakan, Israel berencana mencaplok 82 persen wilayah Tepi Barat untuk mencegah pembentukan negara Palestina.
Di lapangan, tentara penjajah Israel meningkatkan serangan di Hebron, menggerebek sekolah-sekolah, menangkap siswa dan guru, serta menyita buku dan bendera Palestina, menurut laporan warga.
Baca Juga: Kemenkes Gaza: 28 Anak Meninggal Per Hari Karena Kelaparan
Serangan juga menyasar tokoh-tokoh lokal, termasuk penangkapan Wali Kota Hebron, Tayseer Abu Sneineh dalam sebuah penculikan dini hari.
Kepala Departemen Ilmu Politik di Universitas Hebron, Belal Shobaki, mengatakan, Israel sedang menghidupkan kembali strategi gagal 1978 yang dikenal sebagai Liga Desa untuk menggunakan klan sebagai alat kontrol, yang telah ditolak oleh masyarakat lokal.
“Gagasan hebron/">Emirat Hebron seolah memberikan otonomi, tapi kenyataannya Israel ingin menggulingkan Protokol Hebron 1997,” jelas Shobaki.
Ia memperingatkanz rencana ini akan memecah institusi resmi Palestina menjadi penyedia layanan yang tidak saling terhubung, sehingga warga Palestina akan berada di bawah kekuasaan de facto Israel.
Baca Juga: Mandla Mandela: Kondisi Palestina Lebih Parah Dibanding Apartheid Afrika
Pejabat Palestina dan klan lokal dengan tegas menolak rencana Israel ini.
Wakil Menteri Luar Negeri Palestina, Ahmed al-Deek menegaskan, Hebron dan wilayah Palestina lainnya tidak dapat dibagi-bagi.
“Negara Palestina harus didirikan di seluruh wilayah yang diduduki sejak 1967, termasuk Yerusalem Timur,” tegasnya.
Klan-klan lokal juga menggelar demonstrasi di depan kantor gubernur untuk mengecam rencana pembagian Hebron.
Baca Juga: 75% Tahanan Palestina Berasal dari Gaza, Ditahan Tanpa Dakwaan
“Israel sedang melancarkan perang menyeluruh terhadap rakyat Palestina,” kata pemimpin klan, Adnan al-Rajabi.
“Membagi Tepi Barat dan memisahkan Hebron dari palestina/">Otoritas Palestina sama sekali tidak dapat diterima. Tidak ada satu pun klan di Hebron yang akan bekerja sama dengan skema ini,” tambahnya.
Bulan lalu, Israel menyetujui proyek permukiman besar yang dikenal sebagai E1, yang bertujuan memecah Tepi Barat menjadi dua bagian dan memisahkan kota-kota di utara seperti Ramallah dan Nablus dari Bethlehem dan Hebron di selatan, serta mengisolasi Yerusalem Timur. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pejuang Palestina di Gaza Peringatkan Israel Lewat Video QR Code