Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Empat Perang Rasulullah dalam Upaya Pembebasan Al-Aqsa

Ali Farkhan Tsani - Selasa, 25 Januari 2022 - 08:22 WIB

Selasa, 25 Januari 2022 - 08:22 WIB

75 Views

Oleh : Ali Farkhan Tsani, Duta Al-Quds, Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)

Sedikitnya empat peperangan (ghazwah) yang dicanangkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam upaya pembebasan Masjidil Aqsa dan Wilayah Palestina, kawasan Syam saat itu.

  1. Perang Dumat al-Jandal

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memulai strategi pembebasan Masjidil Aqsa dan wilayah Syam dengan melaksanakan jihad dalam bentuk perang Dumat al-Jandal.

Rasulullah memimpin sekitar 1.000 pasukan menuju Dumat al-Jandal yang dikuasai pasukan Romawi yang dzalim pada tahun ke-5 H (626 M).

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

Menurut Prof Dr Abdullah Ma’ruf Omar, Guru Besar Studi Palestina di Universitas Istanbul, Turki,  dalam bukunya Baitul Maqdis fi Istaratijiyyah An-Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, (Penerbit Arab Scientific, 2014), menjelaskan hal tersebut menunjukkan langkah awal untuk mendekati Baitul Maqdis di kawasan Syam.

Lokasi paling strategis dan paling dekat untuk menghadang musuh di jalur Syam adalah kawasan Dumat al-Jandal. Langkah mencapai titik terjauh dari Madinah, di wilayah yang dikuasai Romawi saat itu memberikan efek kejut bahwa pasukan kaum Muslimin mulai bergerak.

Kedatangan pasukan ke daerah terdekat ke Baitul Maqdis, Yerusalem, menjadi peringatan nyata dan besar bagi Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium), yaitu bahwa tentara pasukan dari Jazirah Arab telah mencapai daerah terdekat dengan tempat-tempat kendali dan pengaruh Bizantium.

Bizantium tahu betul status Baitul Maqdis di antara umat Islam, terutama setelah peristiwa spektakuler Isra Mi’raj Nabinya.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Ghazwah Dumat al-Jandal merupakan wujud kepedulian Rasulullah Shallallalhu ‘Alaihi Wasallam terhadap pembebasan Masjidil Aqsa dan wilayah Syam.

Baginda Nabi sendiri memulai tahapan pembebasan Masjidil Aqsa tersebut, sama seperti kerinduannya untuk membebaskan Makkah.

  1. Perang Mu’tah

Perang Mu’tah terjadi pada tahun 8 H./629 M di dekat kampung yang bernama Mu’tah, sebelah timur Sungai Yordan dan Al-Karak, antara pasukan kaum Muslimin yang dikirim Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sejumlah 3.000 orang menghadapi tentara Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) sejumlah 200.000 pasukan.

Setelah Perjanjian Hudaibiyah antara Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan kaum Kafir Quraisy disepakati, Rasullulah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengirim surat-surat dakwah kepada para penguasa negeri yang berbatasan dengan Jazirah Arab, termasuk kepada Kaisar Hiraklius.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Rasulullah menugaskan Al-Harits bi Umair untuk mengirimkan surat dakwah kepada Gubernur Syam (Suriah) bernama Hanits bin Abi Syamr Al-Ghassani yang baru diangkat oleh Kekaisaran Romawi. Dalam Perjalanan, di daerah sekitar Mu’tah, Al-Harits dicegat dan dibunuh oleh penguasa setempat.

Pada tahun yang sama Utusan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kepada Banu Sulayman dan Dhat al Talh daerah di sekitar negeri Syam (Irak) juga dibunuh oleh penguasa sekitar. Maka, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun mengirimkan pasukan untuk memerangi mereka yang telah berbuat anaiaya kepada kaum Muslimin. Apalagi ini utusan resmi yang secara adat kebiasaan pun, dilarang untuk dibunuh.

Pada Perang Mu’tah ini Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menunjuk tiga orang sahabat sekaligus untuk mengemban amanah komandan secara bergantian bila komandan sebelumnya gugur dalam tugas di medan peperangan. Para panglima tersebut adalah Ja’far bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah dan Abdullah bin Rawahah Radhiyallahu ‘Anhum.

‘Abdullah bin Rawahah Radhiyallahu ‘Anhu mengobarkan semangat juang para sahabat dengan perkataannya, “Demi Allah, sesungguhnya perkata yang kalian tidak sukai ini adalah perkata yang kamu keluar mencarinya, yaitu syahid. Kita itu tidak berjuang karena jumlah pasukan atau kekuatan. Kita berjuang untuk agama ini yang Allah telah memuliakan kita dengannya. Bergeraklah. Hanya ada salah satu dari dua kebaikan: kemenangan atau gugur (syahid) di medan perang.”

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Dalam pertempuran, panglima pertama Zaid bin Haritsah Radhiyallahu ‘Anhu menghadang pasukan musuh sampai akhirnya gugur sebagai syuhada.

Bendera Ghazwah pun beralih ke tangan Ja’far bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu, sepupu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Beliau pun berperang sampai gugur syahid. Hingga pasukan selanjutnya dipimpin panglima ‘Abdullah bin Rawahah Radhiyallahu ‘Anhu pun. Setelah menerjang musuh, beliaupun gugur syahid.

Dalam kondisi genting, pasukan kaum Muslimin memilih Khalid bin Walid Radhiyallahu ‘Anhu sebagai panglima perang. Dengan kecerdikan dan kecemerlangan strategi, pasukan kaum Muslimin berhasil memukul pasukan Romawi hingga musuh mengalami kerugian yang banyak.

Kemenangan ini menjadi langkah awal dalam pembebasan Baitul Maqdis yang saat itu dalam penguasaan Kekaisaran Romawi.

Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?

  1. Perang Tabuk

Perang Tabuk adalah pengiriman pasukan yang dipimpin langsung oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada tahun 9 H. / 630 M. ke daerah Tabuk, yang sekarang terletak di wilayah Arab Saudi barat laut.

Setelah Perang Mu’tah cukup mengejutkan Imperium Romawi Timur (Bizantium), Kaisar Hiraklius menganggap kekuasaan kaum Muslimin di Jazirah Arab berkembang dengan pesat, dan ini dapat menimbulkan masalah bagi Bizantium.

Kaum Muslimin mendengar kabar bahwa Bizantium dan sekutunya dari kabilah Arab Kristen Ghassaniyah telah menyiapkan pasukan besar untuk menginvasi Hijaz dengan kekuatan sekitar 40.000-100.000 orang.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam segera menyiapkan sekitar 30.000 pasukan, dengan perlengkapan perang yang minim. Bekal makanan dan kendaraan yang ada juga sangat sedikit dibanding dengan jumlah pasukan. Oleh karena itu, pasukan ini dinamakan dengan Jaisyul Usrah (pasukan yang berada dalam kesulitan).

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Setelah sampai di Tabuk, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan kaum Muslimin ternyata tidak menemukan pasukan Bizantium ataupun sekutunya. Menurut sumber informasi, mereka telah menarik diri ke utara setelah mendengar kedatangan pasukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan kaum Muslimin. Mereka takut setelah kalah pada perang sebelumnya, Ghazwah Mu’tah, ketika 200.000 pasukan Romawi dapat dipukul mundur oleh 3.000 pasukan kaum Muslimin. Apalah lagi kali ini kaum Muslimin berangkat dengan 30.000 pasukannya.

Pasukan kaum Muslimin berada di Tabuk selama 10 hari. Ekspedisi ini dimanfaatkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk mengunjungi kabilah-kabilah yang ada di sekitar Tabuk. Hasilnya, banyak kabilah Arab yang sejak itu tidak lagi mematuhi Kekaisaran Bizantium, dan berpihak kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan kaum Muslimin dan umat Islam.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan pasukan kaum Muslimin akhirnya kembali ke Madinah setelah 30 hari meninggalkan kota itu. Umat Islam maupun Kekaisaran Bizantium tidak menderita korban sama sekali dari peristiwa ini, karena pertempuran tidak pernah terjadi.

Perang Tabuk pun menjadi jalan strategi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan kaum Muslimin dalam upayanya membebaskan Masjidil Aqsa dan wilayah Syam yang saat itu dalam kekuasaan Imperium Romawi Timur.

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

  1. Pengiriman Pasukan Usamah

Menjelang akhir hayat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, dalam keadaan sakit berat beliau mengirimkan pasukan terakhirnya untuk menghadapi pasukan Imperium Romawi Timur (Bizantium), yang waktu itu menguasai wilayah Baitul Maqdis dan sekitarnya. Musuh-musuh Islam saat mendengar Nabi Muhammad dalam keadaan sakit, mereka sengaja memanfaatkan keadaan dengan membuat gejolak di perbatasan Syam.

Pasukan ini dikenal dengan nama Pasukan Usamah, karena berada dibawah komando Usamah bin Zaid bin Haritsah sebagai panglima perang. Ayahnya, Zaid bin Haritsah Radhiyallahu ‘Anhu adalah salah satu syuhada perang sebelumnya, Ghazwah Mu’tah.

Usamah, saat itu usianya kisaran 18 tahun, merupakan panglima Islam termuda sekaligus panglima terakhir yang ditunjuk langsung Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Dia membawahi sahabat-sahabat yang lebih senior dan berpengalaman seperti Sa’ad bin Abi Waqqash, Sa’id bin Zaid, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan lainnya, termasuk Umar bin Khattab.

Beberapa sahabat mempertanyakan keputusan tersebut, sebab banyak sahabat senior dalam pasukan tersebut, yang dianggap lebih pantas memimpin pasukan kaum Muslimin.

Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin

Mendengar berbagai perkataan yang terdengar menyepelekan Usamah, Umar bin Khattab segera menemui Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Serta merta mendengar kabar itu, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam marah.

Beliau bergegas menemui para sahabat di Masjid Nabawi, dan bersabda, “Wahai sekalian manusia, aku mendengar pembicaraan mengenai pengangkatan Usamah? Demi Allah, seandainya kalian menyangsikan kepemimpinannya, berarti kalian menyangsikan juga kepemimpinan ayahnya, Zaid bin Haritsah. Demi Allah Zaid sangat pantas memegang pimpinan, begitu pula dengan puteranya, Usamah.”

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam melanjutkan, “Jika ayahnya sangat aku kasihi, maka putranya pun demikian. Mereka orang baik. Hendaklah kalian memandang baik mereka berdua. Mereka juga sebaik-baik manusia di antara kalian.”

Pasukan Usamah bergerak ke luar kota Madinah. Namun belum jauh pasukan bergerak, sampailah kabar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam wafat. Sehingga Usamah menghentikan laju pasukannya. Dia bersama Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarrah bergegas ke rumah Nabi.

Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa

Pasukan Usamah selanjutnya tetap dikirim pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, sepeninggal Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.

Begitulah perhatian dan strategi Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dalam upaya pembebasan Masjidil Aqsa khususnya dan wilayah Syam secara keseluruhan. (A/RS2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Indonesia
Palestina
Kolom