Empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, serta menghubungkan perasaan dan perspektif mereka dengan perasaan dan perspektif diri sendiri.
Ini adalah aspek fundamental dari hubungan manusia yang sehat dan harmonis, baik dalam konteks sosial maupun spiritual. Dalam perspektif ilmiah, empati dipelajari melalui berbagai disiplin ilmu, termasuk psikologi, neurobiologi, dan sosiologi. Dalam perspektif syari, empati merupakan bagian integral dari ajaran Islam yang mendukung nilai-nilai kasih sayang, keadilan, dan solidaritas. Tulisan ini akan membahas empati dari kedua perspektif tersebut secara mendalam.
Secara ilmiah, empati dianggap sebagai proses kognitif dan afektif yang melibatkan dua komponen utama: kemampuan untuk memahami perasaan orang lain (kognitif empati) dan kemampuan untuk merasakan perasaan tersebut secara emosional (afektif empati). Penelitian menunjukkan bahwa empati memainkan peran penting dalam interaksi sosial yang efektif dan hubungan interpersonal yang harmonis. Misalnya, studi yang dilakukan oleh Decety dan Jackson (2004) menunjukkan bahwa empati dapat memfasilitasi perilaku prososial dan meningkatkan kualitas hubungan interpersonal.
Neurobiologi empati melibatkan sistem saraf pusat, termasuk area otak seperti korteks prefrontal dan amigdala. Aktivitas di area ini telah dikaitkan dengan kemampuan seseorang untuk merasakan dan memahami emosi orang lain. Misalnya, penelitian menggunakan fMRI menunjukkan bahwa korteks cermin dan sistem cermin neuron memainkan peran kunci dalam pengalaman empati (Rizzolatti dan Craighero, 2004).
Baca Juga: Yayasan Askara Luncurkan Program Pelatihan Keterampilan Tata Boga di Rumah Gizi Bandung
Empati dalam Konteks Sosial
Empati juga berperan dalam konteks sosial yang lebih luas. Dalam sosiologi, empati dianggap sebagai fondasi untuk membangun masyarakat yang koheren dan inklusif. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang memiliki tingkat empati tinggi cenderung lebih terlibat dalam kegiatan sosial, lebih mendukung keadilan sosial, dan lebih mampu membangun hubungan yang positif dengan orang-orang di sekitar mereka (Batson, 1991).
Sebaliknya, kurangnya empati dapat menyebabkan berbagai masalah sosial, seperti diskriminasi, konflik, dan kekerasan. Oleh karena itu, banyak program pendidikan dan pelatihan sosial yang dirancang untuk meningkatkan empati di kalangan individu dan komunitas sebagai cara untuk mempromosikan kohesi sosial dan mengurangi ketegangan.
Dalam Islam, empati merupakan bagian integral dari ajaran agama yang mendukung prinsip-prinsip kasih sayang dan keadilan. Al-Qur’an dan Hadis menekankan pentingnya saling memahami dan merasakan apa yang dialami oleh sesama. Misalnya, dalam Surah Al-Hujurat ayat 10, Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara…” Ayat ini menekankan pentingnya persaudaraan dan empati di antara umat Islam.
Baca Juga: Apa Itu Cash Flow? Pengertian, Jenis, dan Dampaknya
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga memberikan contoh teladan dalam hal empati. Dalam Hadis riwayat Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga dia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menunjukkan bahwa empati dan kasih sayang kepada sesama adalah bagian dari keimanan.
Dalam konteks akhlak, empati dianggap sebagai salah satu sifat mulia yang dianjurkan dalam Islam. Empati tidak hanya melibatkan pemahaman dan perasaan terhadap orang lain, tetapi juga tindakan nyata untuk membantu mereka. Rasulullah SAW dikenal karena kepeduliannya terhadap kesejahteraan umatnya dan sering menunjukkan empati melalui tindakan dan nasihatnya. Misalnya, dalam Hadis riwayat Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Barang siapa tidak menyayangi, maka dia tidak akan disayangi.” (HR. Bukhari).
Dalam konteks keluarga dan masyarakat, empati membantu dalam membangun hubungan yang sehat dan harmonis. Dalam keluarga, empati antara orang tua dan anak dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak. Dalam masyarakat, empati dapat memperkuat solidaritas dan kerja sama di antara anggota komunitas.
Empati juga penting dalam konteks pendidikan dan tarbiyah (pembinaan). Dalam pendidikan Islam, pengajaran empati dapat membantu dalam membentuk karakter dan moral siswa. Proses tarbiyah yang melibatkan empati akan lebih efektif dalam membangun akhlak dan kepedulian sosial di kalangan anak-anak dan remaja. Sebagai contoh, metode pendidikan yang menekankan empati dapat memotivasi siswa untuk lebih peduli terhadap lingkungan dan sesama.
Baca Juga: Value
Di sisi lain, pendidikan tentang empati dalam konteks non-Islamik juga memiliki manfaat yang serupa. Program-program pelatihan yang mengajarkan empati dapat meningkatkan kualitas hubungan interpersonal dan mengurangi konflik. Oleh karena itu, pengintegrasian konsep empati dalam kurikulum pendidikan dapat berkontribusi pada pembangunan karakter yang lebih baik.
Secara keseluruhan, empati merupakan elemen kunci dalam interaksi sosial dan kehidupan spiritual. Dari perspektif ilmiah, empati berperan dalam memfasilitasi hubungan interpersonal yang sehat dan perilaku prososial. Dalam perspektif syari, empati adalah bagian integral dari ajaran Islam yang mendorong kasih sayang, keadilan, dan solidaritas. Dengan memahami dan menerapkan empati dalam kehidupan sehari-hari, baik secara ilmiah maupun syari, kita dapat membangun masyarakat yang lebih harmonis dan berkeadilan. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Hayu Prabowo Sampaikan Konsep Inovatif Ekonomi Halalan-Thayyiban di Pertemuan Dunia