Enam Putusan Mahkamah Internasional Atas Kasus Genosida Israel di Gaza

Mahkamah Internasional.(Foto: Wafa)

Mahkamah Internasional (ICJ) menerbitkan putusan awal atas kasus dugaan genosida yang dilakukan Israel di Jalur Gaza pada Jumat (26/1) pukul 13.00 waktu setempat atau sekitar pukul 19.00 WIB.

Penyampaian putusan disampaikan dalam Sidang ICJ atas permintaan indikasi tindakan sementara yang diajukan oleh Afrika Selatan dalam kasus Penerapan Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida di Jalur Gaza (Afrika Selatan Vs Israel) di Istana Perdamaian, Den Haag, Belanda.

Al Jazeera melaporkan, persidangan dihadiri 16 dari 17 hakim dan dipimpin oleh hakim ketua Joan Donoghue dari Amerika Serikat. Satu-satunya hakim yang absen adalah Hakim Patrick Lipton Robinson, yang menurut hakim ketua Donoghue telah berpartisipasi dalam musyawarah dan pemungutan suara akhir, tetapi karena alasan yang tidak diketahui dia tidak dapat hadir pada persidangan.

Mayoritas dari 17 hakim panel memberikan suara mendukung tindakan segera, memenuhi sebagian besar permintaan Afrika Selatan, dengan pengecualian mengeluarkan perintah untuk menghentikan perang di Gaza.

Mahkamah Internasional juga mengakui hak warga Palestina di Gaza untuk dilindungi dari tindakan genosida.

Dalam keterangan resmi ICJ yang diterima MINA beberapa saat setelah persidangan selesai, Jumat (26/1), selama sidang yang digelar lebih kurang 1 jam itu, ada enam poin putusan penting Mahkamah Internasional yang patut untuk diperhatikan, antara lain adalah:

Pertama, Israel harus mengambil semua langkah untuk mencegah tindakan apa pun yang dapat dianggap sebagai genosida, termasuk membunuh anggota suatu kelompok, menyebabkan kerusakan fisik, menimbulkan kondisi yang dirancang untuk membawa kehancuran suatu kelompok, hingga mencegah kelahiran.

Baca Juga:  Dana Pensiun Norwegia Hentikan Investasi Caterpillar

Putusan ini mendapatkan lima belas suara berbanding dua hakim.

Kedua, Israel harus memastikan bahwa militernya tidak melakukan tindakan genosida apapun. Putusan ini mendapatkan lima belas suara berbanding dua hakim.

Ketiga, Israel harus mencegah dan mengambil tindakan kepada setiap komentar publik yang dapat dianggap sebagai hasutan untuk melakukan genosida di Gaza. Putusan ini mendapatkan enam belas suara berbanding satu hakim.

Keempat, Israel harus mengambil langkah-langkah segera dan efektif untuk memastikan akses kemanusiaan, termasuk akses penyediaan layanan dasar dan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan untuk mengatasi kondisi kehidupan buruk yang dihadapi warga Palestina di Jalur Gaza. Putusan ini mendapatkan enam belas suara berbanding satu hakim.

Kelima, Israel harus mencegah penghancuran barang bukti yang dapat digunakan dalam kasus genosida. Putusan ini mendapatkan lima belas suara berbanding dua hakim.

Keenam, Israel harus menyerahkan laporan kepada pengadilan dalam waktu satu bulan sejak perintah ini diberikan. Putusan ini mendapatkan lima belas suara berbanding dua hakim.

Dalam membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional (ICJ), Afrika Selatan telah meminta penghentian segera agresi militer Israel yang sedang berlangsung, yang telah menewaskan lebih dari 25.000 warga Palestina. Namun, Mahkamah tidak mengabulkannya.

Baca Juga:  Israel Melegitimasi Pembunuhan Jurnalis di Gaza

Keputusan Mahkaman Internasional ini didasarkan pada permintaan Afrika Selatan, 29 Desember 2023 lalu, yangmengajukan Permohonan untuk memulai proses hukum terhadap Israel sehubungan dengan dugaan pelanggaran oleh Israel terhadap kewajibannya berdasarkan Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida (Konvensi Genosida) sehubungan dengan agresi terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.

Afrika Selatan telah mengajukan gugatan di Mahkamah Internasional terhadap Israel dengan tuduhan serius tentang genosida di Gaza. Sidang pertama digelar pada Kamis – Jumat (11-12/1/2024). Sidang ini menjadi forum penting untuk mendengar klaim dan pembelaan dari kedua belah pihak.

Afrika Selatan menyerahkan dokumen setebal 84 halaman yang menilai tindakan Israel sebagai pelanggaran Konvensi Genosida 1948, yang mengamanatkan negara-negara untuk mencegah kejahatan serupa.

Afsel juga meminta agar memerintahkan penghentian darurat serangan militer Israel yang menghancurkan wilayah kantong Palestina tersebut. Tim hukum Afrika Selatan menegaskan bahwa serangan udara, darat, dan laut Israel telah menyebabkan kematian ribuan warga sipil serta merusak rumah dan infrastruktur penting.

Sementara pada pihak Israel menolak tuduhan genosida tersebut dan menyebutnya sebagai tuduhan yang “sangat menyimpang” serta mengatakan bahwa pihaknya berhak untuk membela diri dan menargetkan militan Hamas, bukan warga sipil Palestina.

Saat ini serangan Israel masih berlangsung di Gaza. Sejauh ini lebih dari 25.700 warga Gaza telah terbunuh akibat agresi Israel yang dimulai pada 7 Oktober 2023. Sementara korban luka melampaui 63.700 orang.

Baca Juga:  Selain Hijab Muslimah, UU Baru Tajikistan Juga Menarget Janggut Pria

Putusan Sementara Darurat

Menurut pakar hukum internasional dari Universitas Gajah Mada (UGM) Prof. Dr. Sigit Riyanto, S.H., LL.M., bahwa keputusan tersebut sudah maksimal yang bisa dicapai Mahkamah Internasional saat ini.

Dia mengatakan, keputusan ICJ ini memerintahkan agar Israel menghentikan semua tindakan di Gaza yang bisa dikategorikan melanggar Konvensi Anti Genosida terhadap warga Palestina.

“Sebenarnya gugatan pokok Afsel belum diputuskan. Mestinya ICJ lebih tegas lagi dengan memutuskan Israel harus tarik semua tentara dari Gaza. Tetapi interim ruling ini menjadi sinyal positif. Artinya ICJ percaya ada indikasi telah terjadi genosida di sana (Gaza),” ujar Prof Sigit.

Keputusan ICJ mengikat secara hukum dan tanpa banding. Namun, ICJ tak mempunyai kemampuan untuk menegakkan putusannya.

Senada dengan Prof Sigit, Pakar Hukum Humaniter UGM, Fajri Matahati Muhammadin, SH, LL.M., Ph.D. juga memberikan catatan pada putusan ICJ tersebut, di mana ia mengatakan, keputusan ini adalah provisional measures atau semacam “putusan sementara darurat,” bukan sebagai putusan akhir.

Menurutnya, semua tuntutan Afrika Selatan dipenuhi dengan nyaris mutlak (mayoritas 15 v 2, sebagian 16 v 1). Selain itu, hakim dari Amerika Serikat yang memimpin persidangan Donoghue sebagai Presiden Mahkamah, termasuk mengabulkan tuntutan pada semua poin putusan penting Mahkamah Internasional.

“Sementara Hakim Ad Hoc dari Israel mengabulkan dua tuntutan Afrika Selatan, menolak yang lainnya. Putusan juga tidak ada secara eksplisit perintah gencatan senjata,” pungkasnya.(L/R1/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Ismet Rauf