Kiev, 6 Jumadil Akhir 1436/26 Maret 2015 (MINA) – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dalam kunjungannya ke Ukrania pada 20 Maret lalu mendesak Pemerintah Ukraina untuk memberikan perlindungan pada warga Tatar Muslim Krimea.
Erdogan menambahkan bahwa Turki memantau situasi Tatar Krimea dan akan terus menyertakan masalah ini dalam agenda hubungan bilateral kedua negara dan dalam platform internasional.
“Kami juga berharap untuk kelanjutan sikap Ukraina dalam melindungi hak-hak semua etnis dan agama minoritas, terutama Tatar Krimea Turki, yang telah membuktikan kesetiaan mereka ke negara mereka selama krisis ini,” katanya, seperti dilaporkan Organisasi Perwakilan Banda dan masyarakat UNPO (Unpressented Nations and Peoples Organization), pada Selasa (24/3).
Turki selama ini dikenal memiliki ikatan kekerabatan yang erat dengan Muslim Krimea, dan kerap berbicara dalam bahasa Turki Tatar, minoritas di Krimea, wilayah yang sejak setahun lalu dianeksasi Rusia dari Ukraina.
Baca Juga: ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu dan Gallant
Namun Turki telah memperdalam hubungan perdagangan dengan Rusia dan enggan untuk secara terbuka mengkritik tindakan Moskow di Ukraina. Erdogan berbicara melalui telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pekan ini, membahas penawaran energi dan krisis Ukraina.
Selama kunjungannya ke Ukraina, Presiden Turki Erdogan menawarkan bantuan kemanusiaan dan pinjaman sebanyak 50 juta dolar AS.
Erdogan, yang menghindari menyebutkan tindakan Rusia, menyatakan tetap mendukung untuk integritas wilayah Ukraina.
Dalam konferensi pers bersama dengan Presiden Ukraina Petro Poroshenko, Erdogan mengatakan Turki juga menawarkan 10 juta dolar AS bantuan kemanusiaan, untuk membantu Ukraina menutupi defisit anggaran.
Baca Juga: Turkiye Tolak Wilayah Udaranya Dilalui Pesawat Presiden Israel
“Kami telah menyatakan dukungan kami terhadap integritas teritorial, kesatuan politik dan kedaulatan Ukraina, termasuk Krimea, di seluruh platform,” kata Erdogan, yang menyuarakan dukungan untuk gencatan senjata yang ditengahi oleh Jerman dan Perancis pada bulan Februari lalu. (T/P4/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Setelah 40 Tahun Dipenjara Prancis, Revolusioner Lebanon Akan Bebas