Estafeta Generasi Qurani Era Milenial

Taufiqurrahman
Redaktur MINA Bahasa Arab

Sayid Quthb punya gambaran menarik tentang generasi qurani. Ia terangkan itu di bukunya Ma’alim fi Al Thariq. Ciri khas utama mereka: membaca Al Qur’an untuk mengamalkannya. Al Qur’an benar-benar jadi pedoman mereka. Dan mereka menyiapkan diri untuk dipandu. Inilah keunikan mereka.

“Kami,” kata sahabat mulia, Abdullah bin Mas’ud radliallahu’anhu, “bila belajar 10 ayat, tidak akan menambah lagi hingga bisa memahaminya lalu mengamalkannya.” Seperti diriwayatkan Ath Thobari darinya.

Menambah wawasan dan melipur lara, memang penting. Itu juga bagian fungsi & keajaiban Al Qur’an. Tapi itu bukan utama. Sebab pada akhirnya puncak interaksi dengan Al Qur’an adalah amal.

Kesadaran itu terwariskan dengan baik. Dari generasi ke generasi. Cara Allah menjaga kalamNya bukan cuma dengan periwayatan, lisan dan tulisan. Tapi juga dengan praktik amal.

{ إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ }

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya.” (QS. Al-Hirj: 9)

Penyebutkan kata ‘Kami’ di ayat itu ada rahasianya. Kata Ibnul Jauzi, di bukunya Zaad al Masiir, Allah ingin hambaNya terlibat misi menjaga Al Qur’an. Menjaga kemurnianya merentangi masa.

Di era milenial, semangat belajar Al Qur’an untuk beramal banyak tantangannya. Aktifitas bermedsos di tengah kemajuan IT sangat menyita waktu. Jangankan obsesi untuk mengamalkannya, obsesi untuk belajar saja rendah. Jangan-jangan kita terjebak pada sifat yang Allah sebut di ayat ini:

وَقَالَ الرَّسُوْلُ يٰرَبِّ اِنَّ قَوْمِى اتَّخَذُوْا هٰذَا الْقُرْاٰنَ مَهْجُوْرًا

“Dan Rasul (Muhammad) berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur’an ini diabaikan.” (Al Furqan: 30)

Al Qur’an seharusnya jadi energi perbaikan besar bagi umat. Kita yakin, tidak ada satu masalah pun melainkan Al Qur’an punya solusinya. Kesempurnaan dan keabadian syariat Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah memungkinan keduanya menjangkau problematika kontemporer umat.

اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.” (Al Maidah: 3)

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتٰبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً وَّبُشْرٰى لِلْمُسْلِمِيْنَ

“Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (Muslim).” (An Nahl: 89)

Sayangnya sumber energi ini tercampakkan oleh umat Islam sendiri. Setiap saat mereka berhadapan dengan beragam masalah di berbagai aspek. Sayangnya, Al Qur’an tidak dijadikan rujukan menyelesaikan semuanya. Pandemi covid 19 yang berdampak ke hampir semua sektor kehidupan; kesehatan, ekonomi, sosial, politik dan pendidikan, harusnya dapat diatasi dengan baik jika Al Qur’an jadi pedoman penyelesaiannya.

Sahabat mulia, Anas bin Malik radliallahu’anhu, seperti tercantum dalam tafsir Al Qur’tubi, mengatakan, “Barang siapa belajar Al Qur’an lalu ia gantung mushafnya, tidak mengamalkannya, dan tidak merujuk padanya, maka kelak ia akan datang di hari kiamat seraya berkata: Yaa Rabb sesungguhnya hambaMu ini telah mencampakkanku. Putuskanlah antara diriku dengannya,”

Jangankan mereka yang tak pernah menyentuh Al Qur’an, yang belajar pun potensial mencampakkan Al Qur’an bila ia tidak mengamalkannya. Mereka membawa sumber itu, tapi tak menggunakannya. Percuma. Jangan-jangan kita seperti Yahudi & Nasrani yang enggan mengamalkan Taurat & Injil.

مَثَلُ الَّذِيْنَ حُمِّلُوا التَّوْرٰىةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوْهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ اَسْفَارًاۗ بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِيْنَ كَذَّبُوْا بِاٰيٰتِ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ

“Perumpamaan orang-orang yang diberi tugas membawa Taurat, kemudian mereka tidak membawanya (tidak mengamalkannya) adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Sangat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim,” (Al Jumu’ah: 5)

Yang kita inginkan: setiap kita belajar dan mengamalkan Al Qur’an. Kita gunakan dengan maksimal energi ini untuk perbaikan, untuk kita & masyarakat. Orientasi kita membumikan Al Qur’an pada diri kita & masyarakat. Agar Al Qur’an tidak tercampak berdebu di rak lemari. Agar ia terimplementasi pada pikiran & perilaku kita.

Kita hanya perlu membiarkan pikiran, lisan dan laku kita tercelupi Al Qur’an. Lalu membiarkan orang lain mendengar dan melihatnya. Lalu biarkan hidayah Allah menyelinap di hatinya. Dan kita berlalu meninggalkan atsar qurani (daya pengaruh Al Qur’ani) dalam kehidupannya.

Bayangkan jika energi ini bertemu gelora jiwa muda. Ia benar-benar akan seperti cahaya di atas cahaya.

اَللّٰهُ نُوْرُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ مَثَلُ نُوْرِهٖ كَمِشْكٰوةٍ فِيْهَا مِصْبَاحٌۗ اَلْمِصْبَاحُ فِيْ زُجَاجَةٍۗ اَلزُّجَاجَةُ كَاَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُّوْقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُّبٰرَكَةٍ زَيْتُوْنَةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَّلَا غَرْبِيَّةٍۙ يَّكَادُ زَيْتُهَا يُضِيْۤءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌۗ نُوْرٌ عَلٰى نُوْرٍۗ يَهْدِى اللّٰهُ لِنُوْرِهٖ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَيَضْرِبُ اللّٰهُ الْاَمْثَالَ لِلنَّاسِۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ۙ

“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nuur: 35)

Perumpaan menarik di sampaikan Hasan Al Bana. Dikutip oleh Abbas As Sisi di bukunya Ath Thariq Ilal Qulub. Jika Al Qur’an adalah pembangkit listrik dan hati manusia adalah rumah-rumah dan jalanan, maka kita adalah teknisi yang bekerja mengalirkannya ke hati manusia. Agar cahaya Al Qur’an menerangi mereka. Mengeluarkan mereka dari kegelapan.

Maka anak muda, tempalah jiwamu dengan Al Qur’an. Siapkan dirimu dipandu olehnya. Belajarlah untuk kau amalkan. Jangan biarkan energi besar ini tercampak.

Biarkan orang lain belajar indahnya Islam dari keindahan kita bermuamalah dengannya. Kita hanya butuh waktu hingga saatnya Allah tiupkan ruh Islam ke dalam kalbunya lalu membuatnya indah. Ketia ia berta’amul, orang akan belajar keindahan Islam darinya. Seperti ia mempelajarinya dari kita.

Seperti kita menciptakan magnet dalam kepribadian kita, membuat medan Islam di sekeliling kita. Saat orang lain mendekat, tertarik, termagneti. Lalu ketika terlepas menciptakan daya magnet bagi yang lain. Semakin bertambahlah magnet-magnet kebaikan di sekitar kita.

Kadang kita tak butuh mimbar dan majelis untuk bicara. Cukup akhlak kita yang bicara. Lalu mata, telinga dan hati mereka merasakan energinya. Sebab ketika lisan terlalu banyak bicara, membuat orang lain bosan dengan kita. (RA 02/P1)

Wartawan: توفيق

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.