Etika Kerja Insan Muslim

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

Betapa indahnya Islam bagi siapa saja yang memilihnya bukan sekedar menjadi penghias dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP). Namun sejatinya, Islam harus meresap dan mendarah daging dalam hidup seorang . Sehingga dia akan merasakan betapa Islam begitu sempurna.

Kesempurnaan Islam  bahkan diwujudkan dalam tatanan pekerjaan. Islam mengatur bagaimana seorang muslim dalam dunia pekerjaan.

Karena dalam Islam adalah sebuah kewajiban seorang hamba kepada Allah, maka ia menjadi bagian dari ibadah. Karena bekerja adalah bagian dari ibadah, maka ia memerlukan aturan sehingga melahirkan bekerja yang baik dan benar menurut Allah dan Rasul-Nya.

Artinya, seorang muslim bekerja bukan sekedar bekerja, beramal bukan sekedar beramal. Di sana ada etika dan norma ilahiyah yang harus ditaati. Mengapa? Agar bekerja itu punya nilai tambah, bukan semata mendapatkan keuntungan materi.

Allah memerintahkan bekerja kepada setiap hamba-hamba-Nya (QS. Attaubah: 105) yang artinya, “Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikem-balikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”

Keutamaan Bekerja dalam Islam

Adapun keutamaan bekerja dalam Islam antara lain:

Pertama, orang yang ikhlas bekerja akan mendapatkan ampunan dosa dari Allah. Dalam sebuah hadits diriwayatkan :

رواه الطبراني. مَنْ أَمْسَى كَالاًّ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ أَمْسَى مَغْفُوْرًا لَهُ

“Siapa yang sore hari duduk kelelahan lantaran pekerjaan yang telah dilakukannya, maka ia dapatkan sore hari tersebut dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT.” (HR. Thabrani).

Kedua, akan diampuninya suatu dosa yang tidak dapat diampuni dengan shalat, puasa, zakat, haji dan umrah. Dalam sebuah riwayat dikatakan

إِنَّ مِنَ الذُّنُوْبِ لَذُنُوْبًا، لاَ تُكَفِّرُهَا الصَّلاةُ وَلاَ الصِّياَمُ وَلاَ الْحَجُ وَلاَ الْعُمْرَةُ، قَالَ وَمَا تُكَفِّرُهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قاَلَ الْهُمُوْمُ فِيْ طَلَبِ الْمَعِيْشَةِ (رواه الطبراني

“Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, terdapat satu dosa yang tidak dapat dihapuskan dengan shalat, puasa, haji dan umrah.’ Sahabat bertanya, ‘Apa yang dapat menghapuskannya wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Semangat dalam mencari rizki.’ (HR. Thabrani).

Ketiga, mendapatkan cinta Allah. Dalam sebuah riwayat digambarkan :

إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُؤْمِنَ الْمُحْتَرِفَ (رواه الطبراني

“Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang mu’min yang giat bekerja.” (HR. Thabrani).

Keempat, terhindar dari azab neraka. Dalam sebuah riwayat dikemukakan, “Pada suatu saat, Saad bin Muadz Al-Anshari berkisah bahwa ketika Nabi Muhammad SAW baru kembali dari Perang Tabuk, beliau melihat tangan Sa’ad yang melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman karena diterpa sengatan matahari.

Rasulullah bertanya, ‘Kenapa tanganmu?’ Saad menjawab, ‘Karena aku mengolah tanah dengan cangkul ini untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku.” Kemudian Rasulullah SAW mengambil tangan Saad dan menciumnya seraya berkata, ‘Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka.'” (HR. Tabrani).

Dalam sebuah ayat, Allah berfirman yang artinya, “Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mu’min lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat tinggal yang bagus di syurga `Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.” (Qs. Attaubah, 9 : 72).

Pertanyaan besarnya adalah, apakah pekerjaan yang kita lakukan akan mengantarkan kita ke surga? Apa syarat–syarat yang dapat menjadikan pekerjaan kita sebagai sarana untuk mendapatkan surga Allah? Pertanyaannya, bagaimanakah menjadikan pekerjaan kita sebagai sarana untuk mendapatkan surga? Berikut adalah beberapa kiat agar pekerjaan kita mendapatkan balasan surge.

Syarat Mendapatkan Surga dengan Bekerja

Pertama, Niat Ikhlas Karena Allah. Ketika bekerja, niatan utamanya adalah karena Allah sebagai kewajiban dari Allah yang harus dilakukan oleh setiap hamba. Dan konsekwensinya adalah ia selalu memulai aktivitas pekerjaannya dengan dzikir kepada Allah. Ketika berangkat dari rumah, lisannya basah dengan do’a bismillahi tawakkaltu alallah.. la haula wala quwwata illa billah.. Dan ketika pulang ke rumah pun, kalimat tahmid menggema dalam dirinya yang keluar melalui lisannya.

Kedua, Itqan, sungguh-sungguh dan profesional dalam bekerja. Syarat kedua agar pekerjaan dijadikan sarana mendapatkan surga dari Allah adalah profesional, sungguh-sungguh dan tekun dalam bekerja.

Di antara bentuknya adalah, tuntas melaksanakan pekerjaan yang diamanahkan kepadanya, memiliki keahlian di bidangnya dsb.

Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang apabila ia bekerja, ia menyempurnakan pekerjaannya.” (HR. Tabrani).

Ketiga, Bersikap Jujur dan Amanah. Karena pada hakekatnya pekerjaan yang dilakukannya tersebut merupakan amanah, baik secara duniawi dari atasannya atau pemilik usaha, maupun secara duniawi dari Allah SWT yang akan dimintai pertanggung jawaban atas pekerjaan yang dilakukannya.

Implementasi jujur dan amanah dalam bekerja diantaranya adalah dengan tidak mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya, tidak curang, obyektif dalam menilai, dan sebagainya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda, “Seorang pebisnis yang jujur lagi dapat dipercaya, (kelak akan dikumpulkan) bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada’. (HR. Turmudzi).

Keempat, Menjaga Etika Sebagai Seorang Muslim. Bekerja juga harus memperhati-kan adab dan etika sebagai seroang muslim, seperti etika dalam berbicara, menegur, berpakaian, bergaul, makan, minum, berhadapan dengan pelanggan, rapat, dan sebagainya. Bahkan akhlak atau etika ini merupakan ciri kesempurnaan iman seorang mukmin.

Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW ber-sabda, “Sesempurna-sempurnanya keimanan seorang mu’min adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Turmudzi)

Kelima, Tidak Melanggar Prinsip-Prinsip Syariah. Aspek lain dalam etika bekerja dalam Islam adalah tidak boleh melanggar prinsip-prinsip syariah dalam pekerjaan yang dilaku-kannya. Tidak melanggar prinsip syariah ini dapat dibagi menjadi beberapa hal;

Pertama, dari sisi dzat atau substansi dari pekerjaannya, seperti memporduksi tidak boleh barang yang haram, menyebarluaskan kefasadan (seperti pornografi), mengandung unsur riba, maysir, gharar dsb.

 Kedua dari sisi penunjang yang tidak terkait langsung dengan pekerjaan, seperti risywah, membuat fitnah dalam persaingan, tidak menutup aurat, ikhtilat antara laki-laki dengan perempuan, dsb.

Allah SWT berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah dan ta`atlah kepada rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu.” (Qs. Muhammad: 33).

Keenam, Menghindari Syubhat. Dalam bekerja terkadang seseorang dihadapkan dengan adanya syubhat atau sesuatu yang meragukan dan samar antara kehalalan dengan keharamannya. Seperti unsur-unsur pemberian dari pihak luar, yang terdapat indikasi adanya satu kepentingan terntentu.

Atau seperti bekerja sama dengan pihak-pihak yang secara umum diketahui kedzliman atau pelanggarannya terhadap syariah. Dan syubhat semacam ini dapat berasal dari internal maupun eksternal.

Oleh karena itulah, kita diminta hati-hati dalam kesyubhatan ini. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda, “Halal itu jelas dan haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara-perkara yang syubhat. Maka barang siapa yang terjerumus dalam perkara yang syubhat, maka ia terjerumus pada yang diharamkan…” (HR. Muslim).

Ketujuh, Menjaga Ukhuwah Islamiyah. Aspek lain yang juga sangat penting diperhatikan adalah masalah ukhuwah islamiyah antara sesama muslim. Jangan sampai dalam bekerja atau berusaha melahir-kan perpecahan di tengah-tengah kaum muslimin.

Rasulullah SAW sendiri mengemukakan tentang hal yang bersifat prefentif agar tidak merusak ukhuwah Islamiyah di kalangan kaum muslimin. Beliau mengemukakan, “Dan janganlah kalian membeli barang yang sudah dibeli saudara kalian” Karena jika terjadi kontradiktif dari hadits di atas, tentu akan merenggangkan juga ukhuwah Islamiyah diantara mereka; saling curiga, su’udzon. Semoga kedepan kita bisa menjadi -insan yang amanah dalam bekerja. Walau tidak mudah, tapi Bismillah bersama kita bisa. Wallahua’lam. (A/RS3/RS2)

Mi’raj News Agency (MINA)