Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fadli Zon : Perppu No. 2/2017 Model Kediktatoran Gaya Baru

Rendi Setiawan - Kamis, 13 Juli 2017 - 10:44 WIB

Kamis, 13 Juli 2017 - 10:44 WIB

264 Views

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon. (Foto: Rendy/MINA)

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon. (Foto: Rendy/MINA)

 

Jakarta, 18 Syawwal 1438/13 Juli 2017 (MINA) –    Wakil Ketua DPR RI bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Fadli Zon, menilai Perppu Tentang Keormasan yang baru ditandatangani Presiden, secara substantif mengarah pada model kediktatoran gaya baru.

.  Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Tentang Perubahan Atas UU No 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan telah ditandatangani Presiden Joko Widodo. Dengan hadirnya Perppu ini, terjadi perubahan sekaligus penghapusan pada beberapa pasal UU No.17 tahun 2013. 

Menurut politisi dari Partai Gerindra itu, semangat mengarah pada model kediktatoran gaya baru itu,  dapat dilihat dari beberapa hal.

Baca Juga: Rekor Baru MURI: 44.175 ASN Jabar Pakai Sarung Tenun, Bukti Cinta Budaya Lokal

“Misalnya saja, Perppu tersebut menghapuskan pasal 68 UU No.17 Tahun 2013 yang mengatur ketentuan pembubaran Ormas melalui mekanisme lembaga peradilan. Begitupun  Pasal 65, yang mewajibkan pemerintah untuk meminta pertimbangan hukum dari MA dalam hal penjatuhan sanksi terhadap Ormas, juga dihapuskan,” kata Fadli, demikian siaran pers Parlementaria yang diterima MINA, Kamis (13/7).

Bahkan, tambah Fadli, spirit persuasif dalam memberikan peringatan terhadap Ormas, sebagaimana sebelumnya diatur dalam Pasal 60, juga sudah ditiadakan. Perppu tersebut juga tidak lagi mengatur peringatan berjenjang terhadap Ormas yang dinilai melakukan pelanggaran. Hal ini sebelumnya diatur dalam Pasal 62 UU No.17 tahun 2013.

“Artinya, kehadiran Perppu tersebut selain memberikan kewenangan yang semakin tanpa batas kepada Pemerintah, juga tidak lagi memiliki semangat untuk melakukan pembinaan terhadap Ormas. Ini kemunduran total dalam demokrasi kita,” tegas politisi F-Gerindra itu.

Fadli juga mempertanyakan ihwal kegentingan dalam Perppu ini. Jika kita merujuk pada konstitusi, sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat 1 UUD 1945 dan UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perppu,  Perppu dikeluarkan dalam suatu kondisi kegentingan yang memaksa.

Baca Juga: Indonesia Dukung Perintah Penangkapan ICC untuk Netanyahu dan Gallant

“Pertanyaannya sekarang, adakah kondisi kegentingan yang memaksa sehingga pemerintah membutuhkan Perppu? Kegentingan ini harus didefinisikan secara objektif. Tidak bisa parsial,” kata Fadli seolah bertanya.

Justru sebaliknya, Fadli memandang adanya Perppu ini akan memunculkan keresahan baru di tengah masyarakat. Perppu ini syarat ancaman terhadap kebebasan berserikat yang sudah dijamin dalam UUD 1945 pasal 28 dan 28E. Perppu ini mengandung semangat yang sangat jauh dari semangat demokrasi.

“Perppu tersebut berpotensi menjadi alat kesewenangan Pemerintah untuk membubarkan Ormas-Ormas yang kritis terhadap Pemerintah, tanpa harus melalui mekanisme persidangan lembaga peradilan. Dan hal itu berbahaya bagi jaminan keberlangsungan kebebasan berserikat di Indonesia,” imbuh Fadli.

Politisi asal dapil Jawa Barat itu juga menekankan bahwa, menurut UU MD3 pasal 71, DPR berwenang untuk memberikan persetujuan atau tidak terhadap Perppu yang diajukan pemerintah.

Baca Juga: Gandeng MER-C dan Darussalam, AWG Gelar Pelatihan Pijat Jantung 

“Artinya, jika berpotensi mengekang kebebasan berserikat dan merugikan masyarakat, DPR memiliki dasar untuk menolak Perpu tersebut. Menurut saya, Perppu ‘diktator’ ini harus ditolak,” tutup Fadli. (T/R06/P1)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Doa Bersama Menyambut Pilkada: Jateng Siap Sambut Pesta Demokrasi Damai!

Rekomendasi untuk Anda