Jakarta, MINA – Anggota Komisi Internasional DPR RI, Fadli Zon, menyarankan agar memilih Muhammad Al-Fatih atau Sultan Mehmed II untuk dijadikan nama jalan di DKI Jakarta. Alasannya usulan KBRI Ankara agar satu jalan di ibu kota diberi nama Mustafa Kemal Ataturk, pendiri Turki, menuai kontroversi.
Sebagian masyarakat Indonesia mengenal Mustafa Kemal Ataturk sebagai sosok Islam yang sekuler. Sementara nama Muhammad Al-Fatih lebih harum bagi umat Islam Indonesia karena dia mampu menaklukan Konstantinopel.
Muhammad Al-Fatih lahir 30 Maret 1432 di ibu kota Kesultanan Turki Usmani (Ottoman) kala itu, Edirne. Saat umur 11 tahun ia pernah dikirim ke Amasya oleh ayahnya, Sultan Murad II, untuk menjadi gubernur. Ini sesuai dengan tradisi Turki Usmani yang mengirim para pangeran agar memiliki bekal sebagai pemimpin jika kelak naik takhta.
Saat di Amasya Mehmed II didampingi oleh guru dan orang terdekatnya, Syaikh Muhammad Syamsuddin bin Hamzah, yang akan berpengaruh besar dalam hidupnya terutama saat penaklukan Konstantinopel di kemudian hari.
Baca Juga: Indonesia Siap Jadi Tuan Rumah MTQ Tunanetra Internasional
Setahun kemudian, pada 1444, Sultan Murad II menyerahkan takhtanya setelah kerajaannya mencapai kesepakatan damai dengan Karamanids pada 1444 di Anatolia.
Di awal-awal kepemimpinannya Al-Fatih, Turki Usmani mendapat serangan dari Kerajaan Hongaria. Ia bahkan sempat meminta ayahnya untuk kembali naik tahta. Murad II sempat menolak namun akhirnya setuju dan memimpin pasukan untuk mengalahkan tentara gabungan Hongaria-Polandia dan Wallachia.
Murad II sempat memimpin kembali kesultanan Ottoman hingga ia wafat pada 1451. Sepeninggalnya, Al-Fatih kembali naik takhta di usia 19 tahun.
Pada masa kepemimpinan ini Al-Fatih membangun angkatan laut untuk menaklukan Konstatinopel. Pada awal April 1953, upaya penaklukan dimulai dengan mengerahkan 80 ribu hingga 200 ribu pasukan, kekuatan artileri, dan kapal perang sebanyak 320
Baca Juga: Sejumlah Wilayah di Banyumas, Jateng Terendam Banjir
Konstantinopel pun jatuh ke tangan Al-Fatih pada 29 Mei 1953 setelah pertempuran selama 53 hari. Kekuatan 10 ribu orang pasukan Kaisar Constantine IX tak mampu mempertahankan wilayahnya.
Dalam The Nature of the Early Ottoman State yang ditulis Heath Ward Lowry, dua orang keponakan dan pewaris Kaisar Constantine XI Palaiologos menjadi pelayan dekat Al-Fatih dan memeluk Islam. Keduanya berganti nama menjadi Hass Murad dan Mesih lalu diangkat menjadi gubernur di dua wilayah yang berbeda.
Atas keberhasilannya ini, yang juga mengakhiri riwayat Kekaisaran Romawi Timur, ia mendapat julukan Sang Penakluk. Mehmed II dikenal memiliki kecakapan dalam memimpin dan pakar dalam bidang kemiliteran, matematika, serta menguasai enam bahasa saat berusia 21 tahun.
Atas penaklukan ini, ibu kota Turki Usmani dipindahkan ke Konstantinopel. Gereja Hagia Sophia pun diubah oleh Al-Fatih menjadi masjid.
Baca Juga: BNPB Pastikan Tanggap Darurat Sukabumi Berjalan Cepat dan Tepat
Selama berkuasa yakni tahun 1451 Masehi hingga 1484, Sultan Muhammad Al-Fatih telah membangun lebih dari 300 Masjid, 57 Sekola, dan 59 tempat pemandian yang tersebar di wilayah Utsmani. Salah satu peninggalannya yang terkenal adalah Masjid Sultan Muhammad II dan Jami’ Abu Ayyub Al-Anshari.(R/R1/RS3)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Jelang Nataru, Pertamina Pastikan Stok BBM dan LPG Aman