Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Falafel Gantikan Daging jadi Menu Utama Berbuka Puasa Warga Gaza

sri astuti Editor : Bahron Ans. - Senin, 17 Maret 2025 - 13:31 WIB

Senin, 17 Maret 2025 - 13:31 WIB

16 Views

Ilustrasi pedagan falafel di pasar Gaza. (Foto: MEMO)

Gaza, MINA – Dulu, meja makan berbuka puasa di Gaza dipenuhi daging, ayam, dan sayuran segar. Namun, kini falafel menjadi hidangan utama, karena membeli daging telah menjadi impian mustahil bagi sebagian besar keluarga, karena daging menghilang dari pasaran.

Falafel adalah hidangan khas Timur Tengah berupa kacang-kacangan yang dihaluskan. Bahan kacang yang digunakan biasanya kacang arab, kacang fava, atau kombinasi dari keduanya. Kacang tersebut dicampur dengan rempah-rempah dan berbagai bumbu, seperti bawang putih, bawang merah, ketumbar, dan adas manis.

Menjelang pertengahan Ramadhan, warga Gaza mengalami salah satu krisis kehidupan terparah dalam sejarah mereka. Blokade berkepanjangan di perbatasan Kerem Shalom telah menyebabkan kekurangan pasokan makanan pokok dan harga yang meroket, membuat ribuan keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari bahkan yang paling mendasar sekalipun. Demikian dikutip dari Palinfo.

“Hanya falafel yang tersisa!”

Baca Juga: Malam ke-29 Ramadhan, 100.000 Jamaah Shalat Tarawih di Masjidil Aqsa

Di bawah kanopi darurat di pasar Sheikh Radwan yang ramai, Abu Ahmed Salim, seorang pria berusia lima puluhan, mengantre dengan sabar di gerobak falafel.

“Kami biasa membeli satu kilo daging selama Ramadhan, tetapi sekarang, kami hampir tidak mampu membeli roti lapis falafel. Satu kilo daging harganya 100 shekel, dari mana kami bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Falafel adalah pilihan terakhir kami,” ujarnya.

Umm Khaled Al-Astal, seorang ibu dari lima anak, membenarkan bahwa keluarganya tidak menyantap daging di meja makan mereka untuk berbuka puasa.

“Kami berharap Ramadhan akan berbeda, tetapi keadaan malah semakin buruk. Bahkan ayam tidak tersedia, dan apa pun yang tersisa harganya sangat mahal. Falafel adalah satu-satunya yang bisa kami temukan. kami memakannya untuk berbuka puasa dan sahur.”

Baca Juga: Khutbah Idul Fitri 1446 H: Peradaban Islam yang Rahmatan Lil ‘Alamin untuk Pembebasan Al-Aqsa dan Palestina

Harga melambung tinggi dan pasar yang kesulitan

Pasar-pasar di Gaza hampir tutup. Banyak barang penting telah lenyap, sementara harga barang-barang yang tersisa melonjak ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Harga satu kilo gula mencapai 15 shekel, beras 20 shekel, dan harga minyak sayur naik dua kali lipat, membuat makanan paling pokok pun menjadi beban keuangan.

Mohammed Abdel Rahman, pemilik toko kelontong di pasar Al-Zawiya di Gaza, menggambarkan situasi yang suram: “Orang-orang datang untuk menanyakan harga dan pergi tanpa membeli apa pun. Sekotak telur sekarang harganya 80 shekel. Siapa yang sanggup membelinya? Blokade telah menghancurkan perdagangan dan merampas hak-hak paling mendasar rakyat.”

Bahkan pedagang falafel, meskipun mengalami lonjakan permintaan, berjuang untuk bertahan. Kekurangan bahan dan meningkatnya biaya produksi berdampak buruk.

Baca Juga: Khutbah Idul Fitri: Mengokohkan Ukhuwah, Meneguhkan Dukungan untuk Pembebasan Al-Aqsa

Abu Samer, yang mengelola toko falafel di lingkungan Al-Rimal, menjelaskan: “Falafel telah menjadi santapan orang kaya dan miskin. Namun, kami pun berjuang. Minyak mahal, tahini mahal, dan harga kacang-kacangan naik. Jika ini terus berlanjut, mungkin akan tiba saatnya falafel pun menghilang!”

Dengan masih ditutupnya perbatasan, kehidupan di Gaza terasa seperti mimpi buruk yang tak berujung. Organisasi kemanusiaan memperingatkan akan datangnya bencana pangan, sementara keluarga-keluarga bertanya-tanya, “Apa yang akan kami makan besok?”

Abu Mahmoud Nasr, seorang pria berusia enam puluhan, meringkas kesulitan tersebut dalam beberapa kata: “Pengepungan telah merenggut segalanya dari kami: makanan, pekerjaan, kehidupan itu sendiri. Pertanyaannya bukan lagi tentang apa yang harus dimakan, tetapi apakah kami akan menemukan sesuatu untuk dimakan sama.”

Ketika krisis pangan terus memburuk, meja-meja buka puasa di Gaza menjadi pengingat yang menyakitkan tentang orang-orang yang hidup di bawah blokade. []

Baca Juga: Khutbah Idul Fitri: Kembali pada Fitrah Kesucian

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Khutbah Idul Fitri: Dengan Spirit Ramadhan, Kita Wujudkan Syariat Al-Jama’ah

Rekomendasi untuk Anda

Palestina
Palestina
Ramadhan 1446 H