Oleh: Bahron Ansori*
Pemilu 2014 baru saja usai. Pemenang sudah mulai terlihat. Berbagai rasa pun dipetik oleh para caleg (calon legislatif). Di antara para caleg, ada yang puas dengan hasil yang diperoleh, artinya mereka tak sia-sia merogoh kocek ratusan juta bahkan mungkin milyaran rupiah hanya untuk meraih kekuasaan. Para caleg yang menang itu merasa puas karena dengan begitu banyaknya dana yang mereka keluarkan, lambat laun pasti akan kembali.
Akhirnya, selama menjadi wakil rakyat, pikiran yang ada adalah bagaimana mengembalikan kekayaan yang sudah dikeluarkan untuk meraih kekuasaan. Akibatnya, jika tak berhasil dengan cara halal, cara haram (korupsi dll) pun dilahap. Tak perduli harus menanggung malu. Yang penting uang pinjaman dari sana sini harus dikembalikan segera.
Sebaliknya, para caleg yang sudah tak ada harapan lagi untuk maju alias kalah telak, jika tak bisa pasrah (tawakal) pada yang Maha Kuasa, maka siap-siap rumah sakit jiwa akan menanti mereka. Pasalnya, sebagian caleg itu ‘terpaksa’ menjadi stres karena betapa banyak uang yang sudah dikeluarkan untuk bertarung di ajang Pemilu tak membuahkan hasil alias kemenangan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
Rumah sakit jiwa pun dimana-mana mulai dikunjungi. Bahkan, tak kalah hebat, dengan mengatasnamakan pengobatan alternatif, para dukun spiritual pun menuai berkah. Bagaimana tidak, para caleg yang stres itu kabarnya mengeluarkan dana yang sangat besar demi meraih kekuasaan (kemenangan).
Namanya Witarsa. Ia tiba-tiba dibawa anggota keluarganya ke sebuah padepokan di Desa Sinarancang, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Caleg dari Partai Demokrat untuk Dapil Jabar X ini mengalami stres akibat perolehan suaranya sangat minim, sehingga gagal menjadi anggota DPRD Jawa Barat. Padahal, modal yang dikeluarkannya sangat besar. Tak hanya tampil di media online, kabar mengenai caleg stres itu pun dimunculkan TVOne, Kamis (10/4) dinihari.
Ketika dibawa ke padepokan di Desa Sinarancang, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon itu, Witarsa masih mengenakan seragam Partai Demokrat. Dia menjalani pengobatan di padepokan itu dengan cara dimandikan dulu, lalu dibacakan ayat-ayat suci Al-Quran. Saat menjalani pengobatan, Witarsa bahkan sempat menangis. Dia mengaku stres karena perolehan suara untuknya sangat minim. Padahal, modal yang dikeluarkan sangat besar.
Sehat Jiwa
Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir
Aneka ragam bentuk stres yang dialami para caleg itu. Lain lagi gejala stres yang diduga dialami caleg dari PKS, Muhammad Taufiq (50) misalnya. Ia kecewa dan marah karena perolehan suaranya minim. Pria itu ditemani Asmad (50) tiba-tiba keluar dari rumah dan mendatangi TPS 2 Dusun Cekocek, Desa Bierem, Kecamatan Tambelangan, Kabupaten Sampang. Saat itu, Rabu (9/4) sore pukul 15.45, petugas baru saja merampungkan penghitungan suara. Tanpa ba-bi-bu lagi, Taufiq dan Asmad langsung mengambil paksa sebuah kotak suara di TPS tersebut.
“Merasa tidak puas dengan hasil perhitungan suara, kedua pelaku pergi ke TKP dan mengambil kotak suara secara paksa, kemudian dibawa ke rumah Saudara Taufik,” ujar Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Ronny F Sompie, Kamis (10/4/). Kedua pelaku kemudian diamankan Panwascam Tambelangan. (http://simomot.com/2014/04/10/akhirnya-caleg-stres-mulai-bermunculan/)
Di berbagai wilayah lain di Indonesia, kasus serupa mungkin terjadi juga, meski dengan kadar stres serta bentuk ekspresi yang berbeda-beda. Kita semua tentu sangat prihatin dengan kejadian ini. Mestinya, setiap partai politik juga melakukan screening kejiwaan yang ketat terhadap bakal caleg sebelum mengajukan pendaftaran.
Terlebih lagi bagi para caleg. Mestinya, sebelum ‘bertarung’ mereka sudah mempersiapkan mental untuk menang atau kalah. Jika sudah yakin sejak awal akan mengalami kekalahan, maka sebaiknya tak perlulah mendaftarkan diri menjadi caleg.
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Menurut KH. Abah Anom, pengasuh Pondok Pesantren Al Jauhariyah di Balerante, Palimanan, Cirebon, Jawa Barat, para caleg tersebut stres karena tidak bisa menerima kenyataan mereka kalah. Hal ini karena mereka sudah mengeluarkan uang banyak demi menjadi anggota dewan.
Menurut Abah, para caleg yang stres dan datang ke pesantrennya itu karena saat mendaftar jadi caleg hanya punya dana pas-pasan. Modal itu menurut Abah, biasanya mereka dapatkan dari usaha menjual rumah, tanah atau mobil. “Sudah habis banyak tetapi tidak jadi anggota, stres akhirnya,” ujar Abah Anom. (merdeka.com, Jumat (11/4)).
Sungguh, betapa kerdil jiwa para caleg itu jika tak siap kalah. Tapi, beruntunglah mereka kalah. Bayangkan jika mereka menang, tentu yang pertama ada dibenaknya adalah bagaimana bisa segera mengembalikan dana yang sudah begitu banyak dikeluarkan. Tak perlu cara halal atau haram, yang penting modal untuk ikut pileg itu kembali, sehingga tak sia-sialah perjuangan menjadi caleg.
Bagaimana mungkin orang-orang yang tak sehat jiwanya (stres) bisa dengan mudah mendaftarkan diri menjadi caleg. Kedepan, pemerintah mesti cerdas dan memberi syarat kepada rakyat yang ingin mendaftar menjadi caleg. Paling tidak, satu syarat yang tak boleh ditawar lagi adalah kesehatan jiwa.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Kesehatan jiwa menjadi syarat penting, agar caleg yang menang kelak bisa menjadi pemimpin yang amanah, jujur, adil dan berani memperjuangkan nasib rakyat yang terpuruk. Sebaliknya, caleg yang kalah tidak mengalami gangguan jiwa karena orientasi ikut caleg sudah jelas yakni ingin berpartisipasi menjadikan bangsa ini lebih baik, bukan sebaliknya karena ingin meraih kekayaan tanpa batas.(T/R2/E01)
*Redaktur KBI MINA
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi