Oleh: Illa Kartila – Redaktur Senior Miraj Islamic News Agency/MINA
Ada banyak ibadah yang disyariatkan karena adanya sebab tertentu, termasuk diantaranya membayar fidyah karena seseorang tidak mampu berpuasa. Fidyah adalah tebusan yang wajib dilaksanakan Muslim untuk membayar perkara-perkara yang mubah, makruh atau haram ke atasnya (yang telah dilakukan) khususnya dalam hal puasa.
Orang yang sakit dan secara umum ditetapkan sulit untuk sembuh lagi, orang tua atau lemah yang sudah tidak kuat lagi berpuasa, wanita hamil dan menyusui bila tidak puasa karena khawatir atas anak yang dikandung atau disusuinya itu, menurut sebagian ulama wajib membayar fidyah.
Menurut Ustadz Ahmad Sarwat Lc., kaidah fiqih mengatur pembayaran fidyah sesuai dengan perintah Allah dan seperti yang diteladankan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Membayar fidyah memang ditetapkan berdasarkan jumlah hari yang ditinggalkan untuk berpuasa.
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia
Setiap satu hari seseorang meninggalkan puasa, maka dia wajib membayar fidyah kepada seorang fakir miskin. Teknis pelaksanaannya, bisa diberikan perhari atau mau sekaligus sebulan, kembali kepada keluasan masing-masing orang. “Penting jumlah takarannya tidak kurang dari yang telah ditetapkan,” ujarnya.
Terkait besarnya fidyah, sebagian ulama seperti Imam As-Syafi’i dan Imam Malik menetapkan yang dibayarkan kepada setiap satu orang fakir miskin adalah satu mud gandum sesuai dengan ukuran mud Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Yang dimaksud dengan mud adalah telapak tangan yang ditengadahkan ke atas untuk menampung makanan, kira-kira mirip orang berdoa.
Sebagian lagi seperti Abu Hanifah mengatakan dua mud gandum dengan ukuran mud Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam atau setara dengan setengah sha‘ kurma atau tepung. Atau juga bisa disetarakan dengan memberi makan siang dan makan malam hingga kenyang kepada satu orang miskin, kata Ustadz Sarwat.
Dalam kitab Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili jilid 1 halaman 143 disebutkan bahwa bila diukur dengan ukuran zaman sekarang ini, satu mud itu setara dengan 675 gram atau 0,688 liter. Sedangkan 1 sha‘ setara dengan 4 mud . Bila ditimbang, 1 sha‘ itu beratnya kira-kira 2.176 gram. Bila diukur volumenya, 1 sha‘ setara dengan 2,75 liter.
Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis
Siapa yang Harus Bayar Fidyah?
Kelompok muslim yang diwajibkan membayar fidyah menurut dia adalah orang yang sakit dan secara umum ditetapkan sulit untuk sembuh lagi, orang tua atau lemah yang sudah tidak kuat lagi berpuasa, wanita yang hamil dan menyusui apabila ketika tidak puasa mengakhawatirkan anak yang dikandung atau disusuinya itu.
Khusus bagi wanita hamil dan menyusui, sebagian ulama berpendapat mereka wajib membayar fidyah saja. Namun menurut Imam Syafi’i selain wajib membayar fidyah juga wajib mengqadha’ puasanya. Sedangkan pendapat lainnya menyebutkan, tidak perlu membayar fidyah tetapi cukup meng-qadha’ puasa saja.
Bagi orang yang menunda kewajiban meng-qadha’ puasa Ramadan tanpa uzur syar’i hingga Ramadan tahun berikutnya telah menjelang, menurut sebagian ulama mereka diwajibkan meng-qadha’-nya sekaligus membayar fidyah.
Baca Juga: Selamatkan Palestina sebagai Tanggung Jawab Kemanusiaan Global
Menurut bahasan Ustadz Zul Ashfi di Zakat.or.id, sebagian besar ulama berpandangan bahwa wanita yang hamil/menyusui boleh tidak berpuasa karena kondisi fisiknya yang lemah dan tidak kuat berpuasa pada siang hari di bulan Ramadan dan menggantinya di hari yang lain ketika mereka mampu. Mereka tidak berkewajiban membayar fidyah.
Bagi wanita hamil/menyusui dan mampu berpuasa, lalu ia tidak berpuasa karena khawatir terhadap kesehatan anaknya, menurut pandangan sebagian ulama, ia berkewajiban mengqadha dan membayar fidyah. Namun ulama hanafiah, Syafi’iah, Malikiah dan Hanabilah berpendapat cukup dengan mengqadha saja.
Di lain pihak, para ulama kontemporer, seperti DR Yusuf Al-Qardhawi, DR Wahabah Zuhaili, Syaikh Utsaimin dan Syaikh Abdul Aziz bin Baz memandang wanita hamil atau menyusui berkewajiban untuk meng-qadha puasa yang ditinggalkan. Sedangkan fidyah hanya berlaku untuk orang yang tidak ada harapan untuk berpuasa, misalnya orang tua atau orang yang sakit menahun.
Namun demikian, Al-Qardhawi berpendapat bagi wanita yang tidak memungkinkan lagi untuk mengqadha karena melahirkan dan menyusui secara berturut-urut sampai beberapa tahun, ia bisa mengganti qadhanya dengan fidyah. Hal ini karena ada illat (alasan hukum) tidak ada kemampuan lagi untuk mengqadha semuanya. selama masih bisa mengqadha dan memungkinkan, maka kewajiban mengqadha itu tetap ada.
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim
Tentang besaran fidyah, kata Ashfi, sebagian besar ulama berpandangan kadarnya adalah 1 mud atau 1 kg kurang, untuk satu hari tidak berpuasa. Sedangkan ulama hanafiah berpendapat setengah sha’ atau 2 mud (setengah dari ukuran zakat fitrah) .
Apabila dikonversi ke rupiah bisa mengikuti dua cara: disesuaikan dengan bahan makanan pokok atau harga makanan jadi. “Menurut hemat kami, disesuaikan dengan harga satu porsi makanan yang standar yang berlaku pada lingkungan terdekat. Untuk Jakarta saat ini , misalnya, sekitar 15 ribu rupiah untuk satu menu standar. Berarti satu hari tidak berpuasa dapat menggantinya dengan membayar fidyah 15 ribu,” katanya.
Membayar fidyah dilakukan dengan cara memberi makan orang fakir miskin. Pembayarannya bisa diwakilkan, tidak harus seseorang membayar fidyahnya kepada orang-orang yang berhak secara langsung. Ia bisa mewakilkan seseorang atau lembaga untuk menyampaikan fidyahnya. Hal ini dikarenakan pembayaran fidyah adalah ibadah maaliyah (harta) bukan ibadah fardiyah (personal yang bersifat fisik). (R01/P001)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Bantuan Pangan untuk Palestina