Jakarta, MINA – Finalis Y20 2022 Awards dan Ketua OSIS SMA Regina Pacis Surakarta, BRAj. Gayatri Kusumawardhani mengatakan pengalamannya sebagai minoritas Muslim di sekolah Katolik memberikan pelajaran berharga untuk melihat sudut pandang orang lain dan menilai tinggi keberagaman.
Hal itu disampaikan dalam webinar internasional bertajuk “Sumpah Pemuda dan Literasi Keagamaan Lintas Budaya: Merekat Perbedaan, Menjalin Kemanusiaan”, Rabu (26/10) malam.
Gayatri berasal dari lingkungan keluarga Keraton Solo yang kental dengan kebudayaan, namun keluarganya selalu mengedepankan nilai-nilai keterbukaan.
“Pengalaman saya hampir satu tahun menjabat ketua OSIS di sekolah Katolik sebagai seorang Muslim, saya betul-betul belajar apa itu artinya memahami dan apa itu arti toleransi,” kata Gayatri yang saat ini berada di Amerika Serikat sebagai penerima beasiswa Kennedy-Lugar Youth Exchange and Study (YES) Program.
Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa
Gayatri bersama OSIS SMA Regina Pacis Surakarta menginisiasi berdirinya Rumah Baca Nawala di pusat kota Surakarta.
Proyek yang terpilih sebagai finalis Y20 Award itu bermisi menjembatani kesenjangan literasi di Surakarta. Y20 adalah kelompok para pemuda dari G20.
“Saya berusaha untuk selalu berangkat dengan semangat persatuan. Dengan semangat persatuan, saya mengesampingkan yang menjadi akar masalah perpecahan yaitu prejudice (prasangka), asumsi, dan stereotip, sebaliknya mengedepankan keterbukaan atas perbedaan,” kata Gayatri.
G20 Analyst dan Co-founder Indonesian Youth Diplomacy (IYD), Gracia Paramitha, Ph.D., mengatakan para pemuda saat ini menghadapi tantangan tumbuhnya keinginan berlebihan menunjukkan jati diri/identitas dan disinformasi yang masif.
Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka
Sumpah Pemuda menjadi semakin bermakna agar para pemuda lebih menjunjung tinggi kebersamaan dan mengesampingkan ego identitas, serta kritis dalam mengonsumsi informasi media sosial.
Executive Director, Institute of Politics, University of Chicago, Zeenat Rahman, mengatakan pengalamannya bekerja dalam pemerintahan, organisasi nirlaba, sampai akademisi, menunjukkan pentingnya keterampilan untuk menavigasi perbedaan dan memiliki literasi tentang orang lain yang berbeda dengan kita.
Dalam pengalamannya mendidik anak-anak muda, perangkat Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) dibutuhkan untuk membentuk pemimpin publik dan politik.
“Bagi saya, LKLB menjadi suatu keterampilan praktis. Bukan kita berusaha meyakinkan orang-orang menjadikan seseorang Islam, misalnya, tapi bagaimana kita berinteraksi dengan rasa hormat dan bekerja sama dalam masyarakat,” kata Zeenat yang pernah menjabat penasihat khusus urusan pemuda global untuk dua menteri luar negeri AS, Hillary Clinton dan John Kerry.
Finalis Y20 Awards 2022 dari Pakistan, Faisal Ilyas, mengatakan Pakistan menghadapi banyak tantangan seperti pengangguran, nutrisi rendah, kekerasan, ekstremisme, dan terakhir bencana banjir besar.
“Orang-orang muda memainkan peran sangat penting untuk menyelamatkan orang-orang yang terdampak,” katanya.
Di pihak lain, Kabid Pendidikan dan Pelatihan Masjid Istiqlal, Dr. Faried F Saenong, mengatakan tiga nilai inti dalam Sumpah Pemuda adalah inklusivitas, konektivitas, dan kontra kolonialisme. (R/R1/P1)
Baca Juga: Imaam Yakhsyallah Mansur: Ilmu Senjata Terkuat Bebaskan Al-Aqsa
Mi’raj News Agency (MINA)