Fraksi PKS: Indonesia Jangan Tergiur Investasi untuk Normalisasi dengan Israel

Jakarta, MINA – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI menyebut normalisasi hubungan dengan haram hukumnya.

Pernyataan itu menanggapi Dubes Israel untuk Singapura Sagi Karni dan Chief Executive Officer U.S. International Development Finance Corporation, Adam Boehler, yang menyatakan akan mendapatkan miliaran dolar jika normalisasikan hubungan dengan Israel.

“Saya berharap pemerintah tidak tergiur bantuan ekonomi. Harga diri bangsa dan cita-cita pendiri bangsa terlalu murah dijual atas nama kepentingan ekonomi. Pemerintah indonesia harus terus berkomitmen dengan garis politik luar negeri yang menolak segala bentuk penjajahan,” kata Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (23/12).

Menurut Sukamta, upaya melakukan normalisasi hubungan dengan negara penjajah, ini jelas bertentangan dengan amanat pembukaan UUD NRI 1945.

“Komitmen Presiden Jokowi yang berulang kali disampaikan bahwa pemerintah Indonesia terus berkomitmen untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina harus kita dukung dan kawal terus,” tuturnya.

Dia menegaskan, apapun bentuk kerjasama dengan Israel yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia akan menciderai cita-cita para pendiri bangsa dan umat Islam.

Merujuk pada pernyataan pihak-pihak luar negeri dan langkah yang dilakukan pemerintah Indonesia, Sukamta juga mengkritisi gerak pemerintah akhir-akhir ini yang bersamaan dengan hari-hari terakhir Presiden Amerika Serikat Donald Trump lengser.

“Semestinya pemerintah Indonesia menunggu presiden baru, policy maker baru bukan malah seperti kejar tayang. Langkah-langkah pemerintah tidak etis secara diplomatik dan terkesan ada target terselubung yang dikejar untuk diselesaikan.”

Sukamta menilai normalisasi yang telah terjadi antara Israel dengan Uni Emirat Arab, Bahrain dan Maroko tidak hanya bermotif ekonomi tetapi juga ada agenda politik yang saling bertautan.

“Saya kira jelas ada kepentingan Amerika Serikat untuk memperkuat posisi di Timur Tengah dan Laut Mideterania yang mulai terusik oleh kekuatan Rusia, Turki dan juga Cina melalui Inisatif Sabuk dan Jalan (BRI),” tuturnya.

“Sementara UEA, Bahrain dan Maroko punya kepentingan untuk memperkuat posisi secara regional,” imbuhnya.

Menurut Sukamta, situasi ini bisa jadi akan melemahkan upaya menghidupkan peta jalan damai Palestina – Israel dan kemerdekaan Palestina. Hal ini mengingat dalam soal Palestina, Amerika sering menentang keputusan PBB dan lebih memihak kepada Israel.

“Menjelang akhir kepemimpinan Donald Trump, pemimpin-pemimpin Amerika Serikat dan Israel terus berusaha mendorong banyak negara yang bersedia melakukan normalisasi hubungan dengan Israel,” katanya.

Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Sudan dan Maroko telah melakukan normalisasi dengan Israel dalam beberapa bulan terakhir. Berbekal iming-iming bantuan ekonomi, investasi bahkan kompensasi geopolitik. (L/R2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)