Jakarta, 19 Syawwal 1435/15 Agustus 2014 (MINA) – Untuk pertama kalinya pameran Kaligrafi Islam-Tionghoa diadakan di Jakarta yang menampilkan puluhan karya seorang seniman Islam Tionghoa di China.
Pameran yang digelar di Sulaiman Resto, Jalan Batu Ceper Raya, Jakarta Pusat, dibuka Kamis 14/8, bersamaan dengan acara meresmikan galeri seni di sana dan pencanangan rencana mendirikan Pusat Kuliner Tionghoa-Muslim.
Pameran yang bertema “Galeri Kaligrafi Islam-Tionghoa” menampilkan puluhan karya seniman muslim asal Tionghoa, Abu Bakar Chan. Demikian keterangan yang disampaikan pada Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Jumat.
Abu Bakar Chan mengatakan dalam sejarah perkembangan Agama Islam di dunia, ada berbagai macam media yang digunakan sebagai alat untuk menyampaikan pesan agar dapat diterima dengan baik oleh pengikutnya.
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
“Salah satunya adalah melalui karya seni rupa kaligrafi,” kata ketua pelaksana karya seni Arab Ning Xia itu.
Abu Bakar yang berasal dari suku bangsa Hui, Kabupaten Dongxiang, Provinsi Gansu, mulai belajar seni kaligrafi sejak usia 13 tahun.
Pada November 2006, karyanya terpilih untuk mewakili provinsi Gansu bangsa Hui, kemudian pada Desember 2013, ia menghadiri Pekan Kebudayaan Cina di Jepang, di mana karya-karyanya juga dikoleksi.
Chan menjelaskan, sejak 3.000 tahun yang lalu sejarah tulisan Cina telah mempengaruhi pengembangan banyak gaya tulisan kaligrafi yang ditandai dengan orisinalitas dan kekayaan tulisan Cina serta memungkinkan terbukanya bidang ekspresi artistik yang sangat luas.
Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat
Pada zaman kuno, karakter Cina terukir pada tulang-tulang sapi, cangkang kura-kura, juga pada perunggu. Kemudian menulis buku dengan bilah bambu.
“Ini tentu menggunakan bulu bambu dan jelaga hitam untuk tinta. Penulisan kaligrafi juga dilakukan di atas kertas beras atau pun sutra,” demikian Abu Bakar.
Keunikan dari kaligrafi Muslim Tionghoa itu pada filosofi kaligrafi yang didominasi dengan warna hitam putih.
“Ini terdapat dari sejarah dan estetika Cina-nya. Dalam jaman dinasti, hanya kaisar yang berhak menulis dengan warna, misalnya review dokumen dari menterinya memakai warna merah, warga umum yang memakai warna untuk menulis dianggap melanggar haknya,” ujarnya.
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain
Abu Bakar mengatakan, filosifi hidup tradisional Cina adalah low profile, moderasi, tidak menonjol, warna hitam putih dapat mewakilinya.
Abu Bakar kini juga menjabat sebagai akademisi seni tulis suku Arab di jurusan seni New Dunhuang dan Wakil Ketua Perkumpulan Ahli Waris Peninggalan Budaya non benda fisik kota Yin Chuan.
Pameran “Galeri Kaligrafi Islam-Tionghoa” digelar oleh Lembaga Budaya Nusaraya bekerjasama dengan Muslimtourchina, didukung Persatuan Islam Tionghoa Indonesia DKI Jakarta, Yayasan Mesjid Lautze, Lembaga Kaligrafi Alquran, Sulaiman Resto dan Aditya Mangoen Production.
Briem Samodra, Ketua Lembaga Kebudayaan Nusaraya mengatakan, pameran tersebut sebagai bentuk apresiasi terhadap karya seni rupa yang terus berkembang di negara-negara yang memiliki warisan budaya Islam.
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain
“Kami berharap dengan adanya galeri ini, dapat memberikan salah satu destinasi pilihan untuk wisata budaya edukasi bagi masyarakat serta membuka informasi baru bagi masyarakat tentang kebudayaan dan sejarah Muslim China,” tutur Briem.(L/P02/IR)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)