Gambaran Buruk Kota Mosul Pasca-ISIS Pergi

adalah kota terbesar kedua di yang dua tahun lalu berhasil direbut dan dikuasai oleh kelompok militan bersenjata (/Daesh). Kota ini terdapat dalam provinsi Ninawa (Nineveh).

Ketika pasukan Irak mulai melancarkan operasi untuk perebutan kembali pada 17 Oktober 2016, ISIS mengadakan perlawanan sengit untuk tetap mempertahankan kota terakhir yang mereka kuasai di negara itu.

Pengamat memperkirakan, pertempuran ini masih akan memakan waktu berminggu, bahkan berbulan. Itu hanya masalah waktu sehingga ISIS didorong keluar dari Mosul.

Pertanyaan besar kemudian akan muncul setelah itu: Bagaimana Mosul akan bangkit dari abu pertempuran?

Menurut laporan terbaru dari Program Pemukiman Manusia PBB atau UN-Habitat, sejak ISIS merebut kota ini dua tahun lalu dengan serangan kilat antara Irak dan Suriah, Mosul jadi menderita krisis ekonomi dan kemanusiaan yang parah, meskipun ISIS telah mengeksploitasi sumber daya kota.

“Ekonominya hampir sepenuhnya runtuh, infrastruktur dan layanannya menurun, lembaga publik hancur, sejarah dan warisan budaya dimusnahkan,” kata laporan UN-Habitat. “Kelompok minoritas di kota ini, dan banyak lainnya, secara paksa dipindahkan dan mengungsi. Properti mereka yang ditinggalkan disita oleh ISIL (ISIS). Sebagian besar dari mereka yang memilih tetap di kota hidup dalam kondisi hina, dengan akses terbatas kepada kebutuhan dan layanan dasar, termasuk makanan dan air.”

Sebuah gambar satelit yang diambil pada bulan Agustus mengungkapkan bahwa lebih dari 135 lokasi di Mosul telah dihancurkan. Kondisinya memburuk lebih lanjut ketika pertempuran bergerak menuju inti kota.

ISIS menjarah bank sentral Mosul, menutup bisnis lokal melalui pemerasan, menyita dan mendistribusikan rumah, serta merusak struktur pemerintahan kota untuk mendukung rezim ISIS dengan kontrol sosial yang ketat.

Maria Fantappie, pengamat senior Irak dari International Crisis Group mengatakan, yang menjadi tantangan adalah bagaimana untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan untuk hidup di dalam kota setelah nanti direbut kembali dari ISIS.

Mosul dulunya adalah pusat komersial terkemuka yang mengekspor minyak dan produk pertanian.  Mosul telah lama menjadi kubu Sunni, tetapi di sini juga hidup warga Irak dari berbagai latar belakang agama lainnya, seperti Kurdi, Kristen dan Yazidi. Pengambilalihan oleh ISIS mendorong banyak warga Mosul memilih melarikan diri, dan operasi militer terkini untuk merebut kembali kota semakin mengintensifkan krisis perpindahan warga Irak.

Sementara di daerah lain yang telah berhasil dikuasai kembali oleh pasukan Irak dari kendali ISIS,  seperti Ramadi dan Fallujah, mulai berjuang untuk membangun kembali dan menyatukan warga sipil yang mengungsi di tengah iklim meningkatnya ketegangan sektarian dan sumber daya keuangan yang minim.

Fanar Haddad, peneliti senior dari Middle East Institute di Universitas Nasional Singapura mengatakan, pendanaan tidak mudah didapat di iklim ekonomi seperti ini, bahkan dengan dana yang ada di tempat terancam oleh praktik korupsi dan persaingan lokal, seperti yang terjadi dalam rekonstruksi meragukan di kota Anbar.

Salah satu tantangan terbesar bagi Mosul pasca-ISIS adalah terwujudnya pemerintahan yang efektif. Sementara itu, berbagai kepentingan lokal, nasional dan regional berkumpul di Provinsi Ninawa, membuat Mosul dapat ditarik ke dalam beberapa arah yang berbeda.

Rencana politik pasca-ISIS tidak bisa diselesaikan sebelum pertempuran untuk Mosul selesai.

Di sisi lain, diskusi telah berlangsung antara PBB, pasukan Irak dan koalisi internasional pimpinan Amerika Serikat (AS) tentang cara mengatasi masalah kepemimpinan sementara di Mosul.

Sementara itu, Koordinator Kemanusiaan PBB untuk Irak Lise Grande mengungkapkan, Program Pembangunan PBB telah mempersiapkan proyek untuk memulihkan jaringan listrik dan membuka kembali bisnis sehingga warga setempat nantinya bisa kembali bekerja.

Di Tikrit, jenis pekerjaan stabilisasi membutuhkan waktu beberapa bulan dan biayanya sekitar $ 8 juta.

Warga Irak di Mosul pergi mengungsi. (Foto: Kamal Akrayi/EPA)
Warga Irak di Mosul pergi mengungsi. (Foto: Kamal Akrayi/EPA)

Untuk memastikan Mosul kembali aman pasca-ISIS bisa memerlukan waktu berminggu bahkan bisa lebih lama. Sebab, kemungkinan ada unit-unit sel tidur ISIS yang tersisa di dalam Mosul yang berbaur di antara warga sipil. Periode pasca-pertempuran akan menjadi masa yang sangat sensitif, kekerasan dan balas dendam akan sering terjadi.

Menurut Wakil Presiden Dewan Provinsi Ninawa Nureddin Qabalan, Pemerintah Mosul dituntut harus membangun kepercayaan yang kuat kepada warga dan memastikan kesejahteraan mereka. Ini adalah satu-satunya cara untuk memastikan stabilitas.

Ranj Alaaldin, seorang sarjana Timur Tengah di Brookings Institution Doha Center, mencatat bahwa anggota ISIS akan cenderung “menyatu kembali dengan penduduk setempat” setelah Mosul direbut  kembali oleh pasukan Irak. Mereka akan melanjutkan pertempuran dengan cara serangan bunuh diri dan bom rakitan yang menargetkan warga sipil dan pasukan keamanan Irak. Mereka bisa juga menjadi kelompok-kelompok sempalan baru yang lebih kecil dan menyesuaikan diri dengan kelompok militan lainnya untuk menyusun kekuatan baru  melawan pasukan keamanan Irak.

Selain itu, menurut Alaaldin, pembunuhan balas dendam antara faksi-faksi lokal yang berbeda dalam Mosul sendiri kemungkinan besar terjadi.

Pemilah-milahan properti pasca-ISIS akan menjadi masalah pelik. Banyak harta benda kota telah berpindah tangan sejak invasi ISIS 2014. Dengan adanya sistem ajudikasi lokal, seluruh warga Mosul akan menuntut kompensasi kematian atau cedera bagi anggota keluarganya yang menjadi korban, termasuk kompensasi kerusakan properti.

Warga Mosul pun akan menemui mimpi buruk terkait tanah dan hak milik.

Menurut Alaaldin, diperlukan dana ratusan juta dolar atau bahkan lebih satu miliar dolar untuk merehabilitasi kota-kota yang hancur selama kampanye melawan ISIS.

Namun, Irak tidak memiliki sumber daya untuk mendanai rekonstruksi ini. Sementara masyarakat dan organisasi internasional memiliki sumber-sumber yang terbatas.

“Meskipun ada dana di Irak untuk merekonstruksi daerah yang direbut kembali dari ISIS, sayangnya, sampai sekarang, Provinsi Ninawa belum menerima dana tertentu untuk membangun kembali. Tapi begitu ISIS didorong keluar, saya berharap negara-negara donor bisa membantu kami dalam mengamankan dana,” kata Nureddin Qabalan.

Menurutnya, stabilitas di Mosul pasca-ISIS hanya dapat dicapai melalui kepemimpinan yang kuat, penegakan hukum dan menyisihkan semua agenda asing dan afiliasi politik, serta harus membangun kepercayaan yang kuat bersama warga dan memastikan kesejahteraan mereka. (P001/P2)

Sumber: Al Jazeera

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)