Tel Aviv, MINA – Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz akan melakukan perjalanan ke Perancis pekan ini antara lain untuk membahas spyware yang dijual perusahaan siber Israel NSO yang diduga juga digunakan menargetkan Presiden Perancis Emmanuel Macron.
Gantz akan bertemu Menteri Pertahanan Perancis Florence Parly pada Rabu (28/7), kata pernyataan resmi Israel, demikian dikutip dari Arab News.
“Gantz juga akan membahas krisis di Lebanon dan kesepakatan yang berkembang dengan Iran. Dia juga akan memperbarui informasi kepada menteri tentang topik NSO,” katanya.
Ponsel Macron ada dalam daftar target yang mungkin diawasi oleh Maroko, yang menggunakan perangkat lunak Pegasus NSO Group, menurut surat kabar Le Monde Prancis.
Baca Juga: Mahasiswa Yale Ukir Sejarah: Referendum Divestasi ke Israel Disahkan
Presiden Perancis telah menyerukan diadakan penyelidikan.
Kementerian Pertahanan Israel mengawasi ekspor komersial spyware dan teknologi pengawasan siber seperti Pegasus.
Sementara itu hasil investigasi global yang diterbitkan pekan lalu oleh 17 organisasi media, yang dipimpin oleh kelompok jurnalisme nirlaba Forbidden Stories yang berbasis di Paris mengatakan, Pegasus telah digunakan dalam percobaan dan berhasil meretas smartphone milik jurnalis, pejabat pemerintah, dan aktivis hak asasi manusia.
Israel telah membentuk tim antar kementerian senior untuk menilai kemungkinan penyalahgunaan spyware.
Baca Juga: PBB: Serangan Israel ke Suriah Harus Dihentikan
Namun NSO menolak laporan itu, dengan mengatakan, hal itu “penuh dengan asumsi yang salah dan teori yang tidak didukung.”
“Pegasus dimaksudkan hanya untuk digunakan oleh badan intelijen dan penegak hukum pemerintah guna memerangi terorisme dan kejahatan,” kata perusahaan itu.
Media Israel melaporkan, perjalanan Gantz direncanakan sebelum maraknya kasus Pegasus dan dimaksudkan fokus pada krisis ekonomi yang berkembang di Lebanon, yang berbatasan dengan Israel, dan pada upaya kekuatan dunia untuk melanjutkan kesepakatan nuklir dengan Iran, kata media Israel.
Israel khawatir kebangkitan kembali kesepakatan dengan Iran itu pada akhirnya akan memungkinkan musuh bebuyutannya, Teheran, untuk membuat senjata nuklir.
Baca Juga: Tank-Tank Israel Sudah Sampai Pinggiran Damaskus
Iran membantah, upaya untuk menghidupkan kembali kesepakatan tahun 2015, setelah Presiden Donald Trump meninggalkannya pada 2018, lambat membuat kemajuan.
Kementerian Luar Negeri Prancis mengatakan pada Senin (26/7) bahwa Iran memperkecil kesempatan untuk membuat kesepakatan dengan kekuatan dunia, dalam menghidupkan kembali kesepakatan jika tidak segera kembali ke meja perundingan. (T/R6/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: PBB: 16 Juta Orang di Suriah Butuh Bantuan