DI PELABUHAN yang tenang di Tunis, Tunisia, sebuah kapal pribadi yang biasanya digunakan untuk pelayaran keluarga kini memiliki misi yang jauh lebih besar, yakni menembus blokade penjajah Zionis Israel atas Gaza melalui jalur laut. Pemiliknya, Hussamuddin bin Taher, memutuskan menyumbangkan aset berharganya itu untuk bergabung dengan armada Global Sumud Flotilla 2025.
“Gaza lebih berharga daripada segalanya,” ujarnya singkat namun penuh makna, ketika ditanya alasan di balik keputusan dramatis itu. Kalimat ini segera menjadi tajuk berita di media lokal Tunisia dan ramai diperbincangkan di media sosial, dipuji sebagai simbol keberanian dan solidaritas rakyat biasa bagi Palestina.
Kapal Hussamuddin bukan sekadar transportasi laut. Ia adalah representasi tekad dan cinta rakyat Tunisia, sekaligus simbol dukungan dunia Arab Maghribi terhadap perjuangan Gaza. Dari Maghribi hingga ke Syam, kisah ini menyatukan emosi kolektif bahwa Palestina bukan sekadar isu regional, melainkan nurani global.
Armada Global Sumud Flotilla yang berangkat dari Barcelona kini diperkuat oleh kapal sumbangan ini. Bersama puluhan kapal lainnya dari 44 negara, armada tersebut berlayar membawa bantuan kemanusiaan berupa makanan, obat-obatan, dan air bersih. Tujuan mereka jelas menembus blokade ilegal penjajah Zionis Israel yang telah berlangsung hampir dua dekade, dan menghadirkan harapan bagi lebih dari dua juta warga Gaza yang terperangkap.
Baca Juga: Ketika Doa dan Air Mata Menyatu di Baitullah, Kisah Perjalanan Umrah Arsih Fathimah
Bagi Hussamuddin, menyerahkan kapal pribadinya adalah langkah sederhana dibandingkan penderitaan yang dialami warga Gaza setiap hari. Baginya, nilai materi kapal itu tidak sebanding dengan nilai kemerdekaan dan kehidupan manusia.
Keputusan tersebut juga mendapat sambutan hangat dari masyarakat Tunisia. Di pelabuhan Sidi Bou Said, ratusan warga mengibarkan bendera Palestina dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan saat armada mulai berkumpul. Demonstrasi solidaritas pun digelar, memperlihatkan bahwa dukungan terhadap Gaza bukan hanya milik pemerintah atau organisasi besar, tetapi juga lahir dari hati rakyat biasa.
“Ketika seorang warga rela menyerahkan kapalnya demi Gaza, dunia harus sadar bahwa ini bukan lagi isu politik semata. Ini adalah persoalan kemanusiaan,” kata seorang aktivis Tunisia yang hadir di pelabuhan.
Flotilla Sejarah Perlawanan Sipil di Laut
Baca Juga: Ulama dan Pena: Jihad Ilmiah yang Mengubah Dunia
Sejak 2008, upaya flotilla telah menjadi bagian dari sejarah panjang perlawanan sipil internasional terhadap blokade Gaza. Lima kali armada serupa berhasil menembus pengepungan dan membawa bantuan langsung ke warga Palestina. Namun, tak sedikit pula yang berakhir dengan penyergapan, intimidasi, bahkan tragedi berdarah seperti serangan terhadap kapal Mavi Marmara pada 2010 yang menewaskan 10 aktivis kemanusiaan.
Kini, Global Sumud Flotilla 2025 disebut sebagai misi terbesar sepanjang sejarah, dengan 65 kapal: 24 berangkat dari Spanyol, 21 dari Tunisia, 18 dari Italia, dan 2 dari Yunani. Tambahan kapal, termasuk sumbangan Hussamuddin, masih terus disiapkan.
Di antara puluhan bendera yang berkibar, bendera Indonesia juga terlihat gagah. Delegasi Indonesia berjumlah 67 orang, empat di antaranya delegasi dari Aqsa Working Group (AWG), dengan 33 di antaranya langsung berlayar. Lima kapal Indonesia bahkan dinamai pahlawan nasional: Soekarno, Sultan Hasanuddin, Pangeran Diponegoro, Pati Unus, dan Malahayati.
Lebih dari Kapal, Sebuah Pesan Kemanusiaan
Baca Juga: Salahuddin al-Ayyubi: Sang Penakluk yang Dikenang Lawan dan Kawan
Kapal sumbangan Hussamuddin hanyalah satu bagian dari armada, namun kisahnya memperlihatkan sesuatu yang lebih besar. Ia adalah pesan bahwa solidaritas bisa lahir dari individu, bukan hanya negara. Ia adalah bukti bahwa ketika hati manusia tergugah, batas geografis, ekonomi, dan politik bisa dilewati.
“Ketika dunia berdiam diri, rakyatlah yang bergerak,” tulis sebuah tajuk di surat kabar Tunisia.
Ketika layar-layar dikembangkan dan kapal-kapal bergerak keluar dari pelabuhan, doa pun ikut berlayar. Doa agar bantuan tiba di Gaza. Doa agar blokade segera runtuh. Doa agar rakyat Palestina akhirnya merasakan kemerdekaan.
Hussamuddin bin Taher mungkin hanya satu nama dari jutaan orang yang peduli. Namun tindakannya menyalakan obor yang bisa menerangi jalannya flotilla ini hingga ke pantai Gaza.
Baca Juga: Taj Mahal: Kisah Cinta Abadi di Balik Makam Megah India
Karena pada akhirnya, di balik ombak dan badai, pesan ini terus menggema: “Gaza lebih berharga daripada segalanya.”[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: 39,2 Ton Harapan dari Langit: Kisah Misi Satgas Garuda Merah Putih II untuk Gaza