Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior MINA (Mi’raj News Agency), Direktur Ma’had Tahfidz Daarut Tarbiyah Indonesia (DTI)
Haji Mabrur dalam Kitab Fathul Bari disebut sebagai haji yang ikhlas karena Allah, tidak ada riya.
Allah menyebutkan di dalam ayat-Nya:
وَأَتِمُّواْ ٱلۡحَجَّ وَٱلۡعُمۡرَةَ لِلَّهِۚ…..
Artinya: “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah…..”. (QS Al-Baqarah [2]: 196).
Dengan haji mabrur ini, balasannya pun tidak tangung-tanggung, yakni tiada lain adalah surga.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebutnya dengan:
وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
Artinya: “Dan haji mabrur tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga.” (HR Bukhari dan Muslim).
Indikator haji mabrur itu akan terlihat sesudah kembali ke tanah air masing-masing, dengan adanya peningkatan aktivitas ibadah dan amal shalih.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam antara lain menyebutkan tanda-tandanya, di dalam sabdanya:
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَطِيبُ الْكَلاَمِ
Artinya: “Tanda (haji mabrur) yaitu suka memberi makanan (sedekah) dan berbicara yang sejuk di hati”. (HR Ahmad, Thabrani, dan Khuzaimah).
Hal ini seiring dengan kandungan Surat Al-Baqarah yang menyebutkan tentang akhlak jamaah haji yang mabrur yakni tidak boleh berkata kotor, tidak boleh berbuat fasik dan tidak boleh berbantah-bantahan.
ٱلۡحَجُّ أَشۡهُرٌ۬ مَّعۡلُومَـٰتٌ۬ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلۡحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِى ٱلۡحَجِّۗ وَمَا تَفۡعَلُواْ مِنۡ خَيۡرٍ۬ يَعۡلَمۡهُ ٱللَّهُۗ وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيۡرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقۡوَىٰۚ وَٱتَّقُونِ يَـٰٓأُوْلِى ٱلۡأَلۡبَـٰبِ
Artinya: “[Musim] haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal’. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 197).
Maka sesungguhnya yang lebih berat bukan pada pergi hajinya, tetapi justru pada memelihara kemabruran haji sesudahnya, baik dalam konteks fardiyah (individual), dan terlebih dalam ijtima’iyah (sosial kemasyarakatan) atau sering disebut dengan kesalihan sosial.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Semoga para hujjaj akan semakin memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kualitas diri, keluarga, tatanan masyarakat sekitarnya, dan bangsa, serta senantiasa berperan aktif dalam berbagai kebaikan dan perjuangan. Aamiin Yaa Robbal ‘Aalamiin. (A/RS2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat