Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gencatan Senjata Palestina-Israel dalam Tinjauan Geopolitik dan Ekonomi Dunia

Redaksi Editor : Widi Kusnadi - 2 jam yang lalu

2 jam yang lalu

18 Views

Pertukaran tawanan-sandera keempat antara Israel dan Hamas dijadwalkan berlangsung pada hari Sabtu, 1 Februari 2025. (Foto: AA)

Oleh Moehammad Amar Ma’ruf, Penulis Buku Katulistiwa, Diplomat Karier Kementerian Luar Negeri RI

PEMBERLAKUAN gencatan senjata antara Israel  dan Palestina  merupakan keputusan yang diharapkan dapat berjalan efektif hingga bangsa Palestina mendapatkan kembali haknya tanahnya dan dapat melakukan rekonstruksi sarana fisiknya yg dihancurleburkan militer Zionis Israel.

Efektifitas gencatan senjata ini nampak masih menjadi pertanyaan yang harus dibuktikan oleh pihak Israel mengingat pihak Israel belum lama ini  mendeklarasikan tentang larangan beroperasinya UNRWA di Gaza, Januari 2025. Hal ini senada dengan  kebijakan dan tindakan penarikan bantuan luar negeri AS apabila tidak sesuai dengan kebijakan Presiden barunya, Donald Trump. Sementara itu AS pun telah menarik bantuannya untuk UNRWA.

Pada dasarnya keputusan gencatan senjata  ini patut disambut positif. Namun efektifitasnya patut dipertanyakan oleh masyarakat internasional. Bisa jadi keputusan gencatan senjata yang dicapai saat ini bersifat pencitraan dan hanya menarik simpatik masyarakat internasional dan pimpinan dunia.

Baca Juga: Hijab Simbol Kemerdekaan Muslimah

Secara geopolitik, kebijakan gencatan senjata ini dipandang untuk memperkuat kebijakan Luar Negeri Presiden AS terpilih Donald Trump terkait inisiatifnya berupa Abraham Accord sebagai upayanya untuk menormalisasi hubungan negara-negara Arab  dengan Israel. Keberhasilan  cara ini dipandang hanya sebagai strategi menciptakan  proxy bagi kepentingan AS di kawasan Timur Tengah.

Selain itu, besar kemungkinan gencatan senjata di atas hanya didasarkan kepentingan sesaat pihak AS dan Israel untuk mengatur strategi pemulihan atas kerugian materi  yang telah diderita oleh keduanya selama melakukan agresi yang ditentang oleh keputusan internasional. Agresi Israel yang didukung AS  atas  Palestina serta negara di kawasan  telah menguras anggaran Israel dan AS yang besar mencapai triliunan dollar AS.

Banyak pula yang mengaitkan gencatan senjata ini sebagai efek dari balasan buruk (karma) atas kebijakan AS yang berat sebelah  mendukung dan  melakukan pembiaran atas tindakan genosida Israel terhadap bangsa Palestina  berupa peristiwa terbakarnya wilayah Los Angeles oleh Angin Santa Ana yang bertiup sangat kencang dan menghembuskan hawa panas, sehingga AS harus menarik diri dahulu dari kebijakannya mendukung agresi Israel.

Secara geo-ekonomi, kebijakan gencatan senjata ini dijadikan sebagai momen bagi AS dan Israel untuk mengevaluasi kekuatan ekonomi dan bisnisnya di dunia, khususnya untuk pembangunan wilayah dan warganya.

Baca Juga: Jurnalis atau Penyebar Dusta? Fikih Jurnalistik Menjawab Tantangan Berita Hoaks

Hingga dekade kini, ekonomi Israel ditopang oleh AS yang sumber devisanya masih berbasis perdagangan energi minyak fosil dengan basis eksplorasinya di negara2 kawasan Timur Tengah. Kegiatan penjualan minyak dunia pun sedang menurun akibat konflik yang berimbas pada rantai pasok minyak dunia dan harga cenderung tidak stabil.

Kekhawatiran gagalnya gencatan senjata itu pun terlihat ketika pimpinan AS tidak nyaman dengan kebijakan pemimpin negara-negara  di wilayah Timur Tengah yang mulai memikirkan perubahan paradigma ke arah ekonomi dan energi hijau.  Situasi ini akan menyebabkan aksi balasan terhadap negara-negara yang dipandang berseberangan dan memihak pada pesaingnya.

Ironisnya memang sejak awal revolusi industri yang terjadi di Eropa dan merambah ke dataran Amerika membuat kedua bangsa ini mencari bahan baku energi dan komoditi bernilai dari wilayah Timur Tengah, Afrika dan   wilayah Timur Jauh, termasuk Indonesia (Nusantara).

Wilayah-wilayah menjadi obyek eksploitasi sumber daya alamnya sebagai  penopang pembangunan wilayah mereka. Dalam perkembangannya tekanan tersebut menimbulkan gerakan Konferensi Asia Afrika/KAA 1955, yang dihadiri oleh  negara-negara di kawasan Timur Tengah, Afrika dan Asia Pasifik yang mengalami  penjajahan.

Baca Juga: 10 Cara Ampuh Membuat Hubungan Suami Istri Makin Harmonis

Dalam konteks ini, kekhawatiran akan terjadi defisit ekonomi negara AS yang tentunya akan berimbas pada berkurangnya bantuan luar negeri AS pada sekutunya, maka momen gencatan senjata ini dipergunakan untuk  menyelamatkan kebijakan dan program penguatan dan peredaran mata uang dollar AS.

Kekhawatiran tersebut semakin terlihat dengan adanya perkembangan kawasan dan dunia yang mengarah pada kebijakan proteksionisme (perlindungan pasar nasional) dan berkomitmen pada kebijakan pembangunan yang berkelanjutan. Sebut saja kebijakan hijau Eropa dan negara-negara yang tergabung pada BRICS yang cenderung akan mengutamakan berbisnis antar sesama anggota.

Bagi Israel, gencatan senjata ini sendiri merupakan langkah muslihat pimpinan pemerintahan Israel untuk menutupi kekhawatiran berkurangnya suplai dukungan sekutunya seraya melonggarkan tekanan dan  ketidakpercayaan warga Israel sendiri yang selama berabad-abad  dijadikan tameng oleh rezim pemerintahannya.

Kondisi-kondisi di atas yang secara langsung atau tidak langsung  mempengaruhi kebijakan pemimpin dunia, khususnya pemimpin Palestina dan Israel serta dunia, khususnya Amerika dan Eropa serta Timur Tengah untuk segera membuka lembaran baru di dalam menjaga perdamaian di kawasan ini dengan menerapkan transisi kebijakan politik dan ekonomi pembangunan berkelanjutan yang berlandaskan pada kebutuhan wilayah dan warga yang  terdampak secara bertahap ataupun simultan.

Baca Juga: 10 Ciri Pemimpin yang Buruk

Langkah awal yang menjadi prioritas agar gencatan senjata ini efektif adalah menghormati kesepakatan yang telah diambil dan secara legowo, mengembalikan dan melepaskan wilayah pendudukan seraya menarik kembali pasukan Israel sesuai tuntutan internasional.

Hal ini juga telah digaungkan dan dilakukan oleh Indonesia dan dunia internasional seraya berkolaborasi dengan badan internasional (PBB) dan negara di kawasan  konflik berupa pemberian bantuan internasional bagi kebutuhan pangan dan kesehatan warga Palestina yang terdampak dan terjebak dalam ancaman kelaparan dan penyakit.

Langkah selanjutnya juga yang harus segera dilakukan adalah rekonstruksi pembangunan infrastruktur serta segera membentuk  dan memberikan akses kepada Pasukan Perdamaian Dunia untuk menjaga perdamaian di wilayah konflik tersebut.

Dengan kata lain, gencatan senjata tanpa tindakan pengembalian hak-hak bangsa Palestina dan mengajak warganya masing-masing untuk kembali ke wilayahnya masing-masing dan pembangunan infrastruktur, rehabilitasi warga terdampak serta pembentukan pasukan perdamaian di wilayah konflik, akan menjadi permasalahan kemanusiaan yang berkepanjangan. []

Baca Juga: Menjadi Da’i Beradab: Membangun Dakwah yang Berkah

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda