Oleh: Bahron Ansori, Jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
“Kami diburu seperti binatang. Anak-anak kami dibantai, perempuan-perempuan kami diperkosa lalu dibunuh. Orang tua di antara kami dibakar hidup-hidup. Rumah kami pun dibakar. Kami tak berdaya di negeri kami sendiri,” ujar Hasyim (39) warga Muslim Rohingya yang kini terdampar di Medan, kepada wartawan, Senin (18/5) lalu.
Semenjak militer fasis berkuasa di Burma (Myanmar), setelah kudeta militer oleh Jenderal Newin pada tahun 1962 M. Muslim di sana menjadi korban penindasan dan kezaliman; pembunuhan, pengusiran, perampasan tanah, pembakaran rumah, pemerkosaan dan penanggalan kewarganeraan mereka, atas tuduhan mereka mirip orang-orang Benggali dalam bahasa, agama dan rupa.
Identitas dan peninggalan Islam Muslim Rohingya dilenyapkan. Mereka menghancurkan peninggalan-peninggalan Islam seperti masjid dan madrasah bersejarah. Sedangkan sisanya dilarang untuk perbaikan konstruksi. Di samping itu kaum Buddha ekstrimis di sana berupaya untuk mematikan budaya Islam dan meleburkan muslimin dalam komunitas Buddha secara paksa.
Baca Juga: Tak Ada Tempat Aman, Pengungsi Sudan di Lebanon Mohon Dievakuasi
Muslim Rohingya juga diusir secara kolektif dari desa-desa dan tanah mereka serta mendatangkan pemukim Buddha dan menempatkan mereka di rumah-rumah yang dibangun dengan harta Muslim. Siapa yang menolak dengan sikap ini, bisa dipastikan nasib mereka adalah mati di penjara-penjara fasis yang tidak mengenal belas kasih.
Hak kewarganegaraan Muslim dihilangkan. KTP mereka sebagai identitas resmi dihapus dan digantikan dengan kartu yang menerangkan bahwa mereka bukan warga negara. Siapa yang menolak, nasibnya akan mati di penjara di bawah siksaan atau kabur keluar wilayah dan menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO).
Putera-putera Muslim dilarang melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah atau memasuki kampus-kampus. Jika ada yang melanjutkan keluar, maka akan dimasukan dalam pendataan desa. Saat ia kembali, ia pun ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara.
Muslim juga dilarang bekerja jadi pegawai pemerintah. Bahkan orang yang lama bekerja dari zaman penjajahan, akan dipecat dari kepegawaian. Kecuali di beberapa desa dan pekerjaan yang dibutuhkan untuk membantu militer. Mereka pun bekerja tanpa gaji.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Lebih sadis lagi, setiap Muslim dilarang menerima tamu, meskipun saudara atau kerabat mereka. Kecuali telah mendapatkan izin. Adapun bertamu dan bermalam, maka hal itu sangat dilarang serta dianggap kejahatan besar dan mendapatkan hukuman yang berat dengan rumah penerima tamu dihancurkan.
Mengenal Muslim Rohingya Arakan
Negara Burma (sekarang Myanmar) terletak di sebelah tenggara benua Asia Tenggara dan sebelah utara berbatasan dengan Cina dan India, Selatan berbatasan dengan Teluk Benggali dan Thailand, timur berbatasan dengan Cina, Thailand dan Laos, sedangkan barat dengan Teluk Benggali, Bangladesh dan India.
Sedangkan provinsi Arakan terletak di barat daya Burma, di pantai Teluk Benggali dan berbatasan dengan Bangladesh. Diperkirakan luas Burma lebih dari 261.000 mil persegi, sedangkan Arakan sekitar 20.000 mil persegi. Antara Burma dan Arakan dipisahkan rangkaian pegunungan yang terbentang dari gunung Himalaya.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Burma memiliki populasi 50 juta jiwa. Sedangkan populasi Muslim sekitar 15% dari total penduduk. Sebagian besar jumlah Muslim mendiami Arakan, mayoritas muslimin, di mana persentasenya melebihi 70%, sisanya Buddha dan sekte-sekte lain.
Burma memiliki beragam etnis yang mencapai 140 suku. Di antara yang paling menonjol adalah suku Shan, Kashen, Karen, Shane, Kaya, Rakhine (Buddha Almag) dan Muslim yang dikenal dengan nama Rohingya. Mereka kelompok kedua setelah orang-orang Burma dan jumlah mereka mencapai 5 juta jiwa.
Menurut para sejarawan, Islam sampai ke Arakan sudaha da sejak abad ke-7 Hijriyah saat Dinasti Abbasiyyah berkuasa. Saat itu, Khalifah yang berkuasa adalah Harun Ar-Rasyid. Lewat para pedagang Arab itulah Arakan menjadi negara merdeka yang dipimpin oleh 48 penguasa Muslim secara berturut-turut. Hal itu sudah berlangsung lebih dari tiga setengah abad, yaitu antara tahun 1430 M sampai 1784 M.
Para penguasa Muslim itu meninggalkan sejarah Islam berupa masjid-masjid dan beberapa madrasah, di antaranya adalah masjid Badr yang terkenal berada di Arakan. Nama masjid serupa juga dipakai di masjid daerah-daerah pantai di India, Bangladesh, Thailand, Burma dan Malaysia. Ada juga masjid yang terkenal bernama masjid Sandy Khan yang didirikan pada tahun 1430 H.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Tahun 1784 M, Arakan dijajah oleh Raja Buddha Burma (Budabay). Ia memasukkan Arakan ke wilayah Burma karena takut penyebaran Islam di daerah kekuasaannya. Sejak itu, mulailah ia melakukan pengrusakan di Arakan. Ia menghancurkan peninggalan sejarah Islam berupa masjid dan madrasah, membunuh ulama dan para da’i di negeri Muslim itu.
Orang-orang Buddha pun terus melakukan tekanan terhadap Muslim dan menjarah harta mereka. Kaum Buddha itu menghasut Buddha Almag untuk menekan Muslim selama 40 tahun. Tidak sampai disitu, pada tahun 1824 M Inggris menjajah dan memasukkan Burma dalam pemerintahan Kolonial Inggris Hindia.
Pada tanggal 4 Januari tahun 1948 M, Inggris memberikan kemerdekaan kepada Burma dengan syarat memberikan kemerdekaan pula kepada seluruh etnis setelah 10 tahun. Akan tetapi orang-orang Burma ingkar janji, dimana Burma dan Buddha Almag terus menjajah Muslim Rohingya Arakan serta melakukan praktik-praktik keji terhadap mereka.
Pada tahun 1942 M, umat Islam menjadi korban pembantaian besar-besaran oleh orang-orang Buddha Almag setelah mereka mendapatkan senjata dari saudara mereka Buddha Burma dan para penjajah. Lebih dari 100 ribu nyawa Muslim melayang, mayoritas wanita, orang tua dan anak-anak.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Tahun 1947 M, menjelang kemerdekaan Burma diadakan kofrensi di kota Peng Long untuk persiapan menyambut kemerdekaan. Semua etnis diundang dalam acara tersebut kecuali Muslim Rohingya untuk menjauhkan mereka dari kelangsungan sejarah dan penentuan nasib mereka.
Kini pembersihan etns Muslim Rohingya itu terus berlanjut, hingga ribuan di antara mereka terpaksa melarikan diri, dan mengapung-apung di lautan lepas. Dan sebagian di antaranya terdampar di Aceh dan medan Indonesia. Mereka mendapat santunan dan bantuan dari bergam warga, kalangan, organisasi dan pemerintah.
Menjadi tanggung jawab semua warga dunia, khususnya Muslim di manapun berada untuk menghentikan genosida Muslim Rohingya tersebut. (R02/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung