Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Genosida Pendidikan di Jalur Gaza

Ali Farkhan Tsani - Sabtu, 27 April 2024 - 19:40 WIB

Sabtu, 27 April 2024 - 19:40 WIB

28 Views

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior MINA News

Dalam beberapa hitungan detik, mimpi anak-anak Gaza hancur lebur menjadi debu. Bombardir puluhan ribu ton senjata pasukan pendudukan Israel telah meluhluhlantakkan cita-cita luhur generasi mendatang bangsa Palestina.

Sebut saja, Abdul dan Muhammad, dua bocah usia belasan tahun, tampak terlihat sedang mencari sisa-sisa buku bacaan dan surat kabar yang masih tersisa di reruntuhan bangunan rumah dan sekolah. Mereka berdua bersama teman-temannya, ikut bersama orang tua mereka, baru saja kembali dari pengungsian ke puing-puing kampung halamannya di kota Gaza.

Buku-buku pelajaran dan aneka permainan anak-anak, semua dihancurkan oleh rudal-rudal Israel yang membabi buta menyasar perumahan warga.

Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah

Bom-bom Israel telah menghancurkan hak-hak hidup dan hak-hak dasar dalam memperoleh pendidikan anak-anak Gaza.

Kenangan belajar di sekolah menyelimuti pikiran anak-anak Gaza. Namun mereka, anak-anak Gaza, tetap belajar walau di pengungsian.

“Saya tetap belajar selama tinggal di tenda pengungsian,” ujar Ahmad kepada Al-Arabiya Arabic, pertengah April 2024 lalu.

Menurut laporan Badan PBB UNICEF, sebanyak 80% bangunan sekolah di Jalur Gaza hancur, lebih dari 500 siswa dan guru gugur sebagai syuhada, dan lebih dari 650 ribu anak-anak usia sekolah, tidak dapat belajar lagi di sekolah.

Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia

Pakar PBB memperingatkan adanya “genosida pendidikan” di Jalur Gaza.

“Serangan kejam yang terus-menerus terhadap infrastruktur pendidikan di Jalur Gaza memiliki dampak jangka panjang yang menghancurkan hak-hak dasar warga untuk belajar dan mengekspresikan diri secara bebas. Sehingga merampas masa depan generasi Palestina,” kata para pakar PBB.

“Dengan lebih dari 80% sekolah di Gaza rusak atau hancur, masuk akal untuk bertanya apakah ada upaya yang disengaja untuk menghancurkan sistem pendidikan Palestina secara komprehensif. Sebuah tindakan yang dikenal sebagai genosida pendidikan,” kata para pakar independen.

Genosida pendidikan(educational genocide) mengacu pada penghapusan pendidikan secara sistematis melalui penangkapan, penahanan, atau pembunuhan guru, siswa dan staf, serta penghancuran infrastruktur pendidikan, menurut PBB.

Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis

Sejumlah 195 situs warisan budaya dihancurkan atau dirusak, termasuk Arsip Pusat Gaza, yang berisi file-file bernilai 150 tahun sejarah.

Lainnya, 13 perpustakaan umum dirusak atau dihancurkan, dan Universitas Al-Isra, universitas terakhir yang tersisa di Gaza, diledakkan pada tanggal 17 Januari 2024.  Belum lagi sebanyak 227 masjid dan 3 gereja diterjang bom.

Sekolah-sekolah PBB yang dipandang sebagai tempat teraman, kini harus menampung warga sipil yang terpaksa mengungsi. Termasuk di daerah-daerah yang dikatakan aman oleh tentara Israel.

Pakar independenmenekankan bahwa serangan-serangan Israel bukanlah insiden yang terisolasi, melainkan mewakili pola kekerasan sistematis yang bertujuan untuk meruntuhkan fondasi masyarakat Palestina.

Baca Juga: Selamatkan Palestina sebagai Tanggung Jawab Kemanusiaan Global

“Ketika sekolah dihancurkan, harapan dan impian juga hancur,” ujar pakar.

Para pakar juga mengatakan, mereka sama-sama merasa ngeri dengan hancurnya sektor budaya di Jalur Gaza, melalui penghancuran perpustakaan dan situs warisan budaya.

“Pondasi masyarakat Palestina sedang direduksi menjadi puing-puing, dan sejarahnya sedang terhapus. Serangan terhadap pendidikan tidak bisa ditoleransi. Komunitas internasional harus mengirimkan pesan yang jelas bahwa mereka yang menargetkan sekolah dan universitas akan dimintai pertanggungjawabannya,” lanjut para pakar.

Hancurnya Pendidikan Tinggi

Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim

Laporan Pemantau Hak Asasi Manusia Euro-Med menambahkan, serangan militer Israel ke Jalur Gaza telah menewaskan 3 rektor universitas, bersama dengan lebih dari 95 dosen (68 di antaranya menyandang gelar profesor).

Sementara itu, 88.000 mahasiswa tidak dapat menerima pendidikan universitas mereka, dan 555 mahasiswa yang mendapatkan beasiswa internasional tertunda melakukan studinya ke luar negeri karena dampak perang tersebut.

Organisasi hak asasi manusia Euro-Med menambahkan laporan, 5 dari 6 universitas di Jalur Gaza telah hancur seluruhnya atau sebagian.

Bahkan pasukan Israel sempat menjadikan universitas Al-Isra menjadi barak militer dan pusat penahanan.

Baca Juga: Bantuan Pangan untuk Palestina

Gedung, perpustakaan, dan laboratorium Universitas Al-Isra semuanya hancur oleh serangan Israel pada tanggal 17 Januari 2024. Termasuk masjid internal kampus, dan seluruh isinya dijarah.

Museum Nasional yang terletak di Kompleks Kampus Al-Isra dan menyimpan lebih dari 3.000 barang antik langka di bawah lisensi Kementerian Purbakala Palestina, juga hancur, rata dengan tanah.

Menurut pihak administrasi kampus, barang-barang antik tersebut diyakini telah dicuri oleh tentara Israel.

Markas utama Universitas Al-Azhar di Kota Gaza dan cabangnya di kawasan Al-Mughraqa, juga hancur total, oleh serangan udara Israel yang berulang kali pada 11 Oktober, 4 November, dan 21 November 2023.

Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari

Universitas Al-Quds juga mengalami kehancuran besar, setelah tentara Israel menyerbu kampus tersebut pada tanggal 15 November 2023.

Universitas Islam Gaza (UIG) juga termasuk hancur total oleh serangan udara Israel yang intens pada tanggal 11 Oktober 2023. Kerusakan signifikan di UIG terjadi pada gedung Fakultas Sains Universitas, gedung Dekan Pengabdian Masyarakat dan Pendidikan Berkelanjutan, serta gedung Fakultas Teknologi Informasi.

Termasuk kerusakan pada perabotan gedung, laboratorium, dan peralatan. Termasuk masjid kampus juga dihancurkan. Sungguh genosida pendidikan yang nyata di hadapan mata Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan dunia internasional, yang katanya menjunjung hak-hak asasi manusia.

Tentara Israel juga melancarkan beberapa serangan udara terhadap Universitas Al-Rabat di Kota Gaza pada tanggal 9 Oktober 2023.

Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina

Menurut perkiraan Dana Moneter Internasional, 70% perguruan tinggi di Jalur Gaza telah hancur, dengan kerugian ditaksir mencapai $720 juta USD (lebih dari Rp 11,6 triliun).

Kejahatan Perang

Menurut Konvensi Jenewa dan Statuta Roma tentang Pengadilan Kriminal Internasional, Israel telah melakukan kejahatan perang yang merupakan pelanggaran berat terhadap hukum internasional.

Kejahatan-kejahatan ini mencakup penghancuran secara luas dan disengaja terhadap bangunan-bangunan yang diperuntukkan bagi tujuan pendidikan, seni, ilmu pengetahuan, dan keagamaan, serta monumen bersejarah.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23]  Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran

Ini jelas melanggar aturan hukum internasional yang melarang serangan terhadap tempat ibadah.

Euro-Med Human Rights Monitor menekankan bahwa tindakan Israel telah membuat Jalur Gaza tidak bisa dihuni oleh warganya. Bahkan Israel secara paksa dan bertahap mengusir warga Palestina.

Tragedi Nakbah yang kembali terulang, sebuah peristiwa pengusiran dan pembunuhan warga Palestina oleh pendudukan Israel pada tanggal 15 Mei 1948, persis satu hari setelah zionis mengumumkan pendirian ‘Negara Israel’ di wilayah pendudukan Palestina, pada 14 Mei 1948.

Bagi warga Palestina, tentu pengalaman traumatis Nakba Day yang dialami nenek moyang mereka pada tahun 1948, tentu tak kan terlupakan, dan berharap jangan terulang lagi.

Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam, tak Ada Jejak Yahudi Sedikit Pun

Peristiwa tragis ketika milisi dan tentara Israel yang baru dibentuk saat itu menghancurkan lebih dari 500 desa dan kota di Palestina. Ribuan orang terbunuh, dan lebih dari 750.000 warga Palestina terusir dari tanah airnya sendiri, dan terpaksa mengungsi ke berbagai tempat di kamp pengungsian di wilayah Palestina dan diaspora ke mancanegara.

Warga Palestina yang mengungsi pada tahun 1948, hingga kini tidak pernah bisa kembali lagi ke kampung atau kota kelahirannya.

Kini tentu menjadi tanggung jawab keagamaan dan kemanusiaan bagi seluruh warga dunia untuk terus meningkatkan komitmennya mendanai dan membangun kembali sistem pendidikan di Gaza dari kehancuran genosida pendidikan.

Tentu yang lebih besar lagi adalah untuk terus mendukung perjuangan Palestina sampai bebas dari belenggu penjajahan Zionis Israel, dan menjadi negara yang merdeka dan berdaulat dengan Yerusalem (Al-Quds) sebagai ibukota abadinya. []

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda