Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

GeRAK: Kasus CT Scan RSUZA Dijadikan Bahan Supervisi KPK

Admin - Kamis, 4 April 2019 - 20:24 WIB

Kamis, 4 April 2019 - 20:24 WIB

12 Views ㅤ

Banda Aceh, MINA – Permintaan pengambilalihan penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Computerized Tomography Scanner (CT Scan) Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUZA) Banda Aceh tahun anggaran 2008 sebesar Rp 39 miliar, ditanggapi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kadiv Advokasi Korupsi Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Hayatuddin Tanjung mengatakan, pihaknya sudah menerima surat balasan atau tanggapan dari KPK mengenai permohonan pengambilalihan kasus tersebut.

Dalam surat tanggapan KPK nomor R/1338/PM.00.00/40-43/03/2019 itu disampaikan bahwa pengaduan GeRAK Aceh tersebut dijadikan sebagai bahan koordinasi dan supervisi atas penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi CT Scan RSUZA oleh aparat penegak hukum di Aceh.

“Kami sudah terima surat tanggapan dari KPK terkait pengambilalihan penanganan kasus, permohonan GeRAK Aceh itu sudah dijadikan sebagai bahan koordinasi dan supervisi oleh KPK,” kata Hayatuddin Tanjung, Kamis (4/4).

Baca Juga: Kemenag Kerahkan 50 Ribu Penyuluh Agama untuk Cegah Judi Online

Sebelumnya, GeRAK Aceh menyurati KPK melalui surat nomor 020/B/G-Aceh/II/2019, tertanggal 8 Februari 2019 perihal permohonan pengambilalihan penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi CT Scan RSUZA.

Kata Hayatuddin, permohonan pengambilalihan kasus yang sedang ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh itu kepada KPK dilakukan mengingat adanya kabar pengusulan Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) yang diteruskan kepada Kejaksaan Agung sebagaimana pemberitaan media massa pada 23 Januari 2019 lalu.

“Atas dasar informasi tersebutlah kita surati KPK agar segera mengambil alih penanganan kasus CT Scan RSUZA ini,” tuturnya.

Menurut Hayatuddin, pengusulan SP3 itu dapat bertentangan dengan prosedur hukum UU Nomor 31 tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Dimana dapat dijelaskan bahwa sesuai dengan pasal 2 dan 3, pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan perbuatan dan delik formil dari tindak pidana yang dilakukan oleh para tersangka.

Baca Juga: Indonesia Sesalkan Kegagalan DK PBB Adopsi Resolusi Gencatan Senjata di Gaza

“Untuk itu, jika alasannya karena tersangka sudah mengembalikan kerugian keuangan negera, kemudian Kejati Aceh mengusulkan untuk menghentikan perkara, ini tidak logis, dan patut diduga adanya potensi lain yang sarat dengan kepentingan,” ujarnya.

Seperti diketahui, tambah Hayatuddin, dalam kasus ini  Kejati Aceh telah menetapkan mantan Direktur RSUDZA Banda Aceh berinisial TM sebagai tersangka. Penetapan TM sebagai tersangka dilakukan bersamaan dengan penetapan TBE sebagai tersangka pada 1 Juli 2014.

Kejati Aceh sebelumnya juga telah menetapkan tiga tersangka baru yakni Ketua Pokja SU, dan sekretaris Pokja Mhr dan BI, Kuasa Direktur CV Mutiara Indah Permai. Dalam kasus ini negara mengalami kerugian senilai Rp15,3 milliar.

Karena itu, Hayatuddin berharap agar KPK mempercepat proses supervisi kasus ini, sehingga tidak terkesan adanya tebang pilih dalam penaganan perkara dugaan tindak pidana korupsi,mengingat penanganan kasus ini sudah menyita waktu cukup lama.

Baca Juga: Lomba Cerdas Cermat dan Pidato tentang Palestina Jadi Puncak Festival Baitul Maqdis Samarinda

“Harus secepatnya disupervisi KPK, agar penyelesaian perkara ini mempunyai titik terang, karena dimata hukum setiap yang bersalah tetap diproses sesuai Undang-Undang yang berlaku,” pungkas Hayatuddin Tanjung. (L/AP/RI-1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Selamat dari Longsor Maut, Subur Kehilangan Keluarga

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
MINA Millenia
Indonesia
Indonesia
Indonesia