Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gerakan Boikot Produk Israel: Kebangkitan Lokal Mengglobal, Keadilan bagi Semua

Rana Setiawan - Ahad, 19 November 2023 - 22:10 WIB

Ahad, 19 November 2023 - 22:10 WIB

9 Views

Oleh: Bunda Nunki; Inner Psychology, Konsultan, Trainer dan Analis Psikologi Bawah Sadar

Ada fenomena menarik akhir-akhir ini yaitu boikot masal produk-produk pro penjajahan Israel secara masif di seluruh dunia sehingga saham perusahaan-perusahaan ini anjlok dan rugi jutaan dolar hanya dalam hitungan pekan. Meskipun harga produk sudah di diskon gila-gilaan, Starbucks di Mesir di diskon 80%, tak ada seorang pun yang membelinya.

Tak hanya boikot produk, boikot juga dilakukan oleh banyak serikat pekerja logistik dan kargo di berbagai pelabuhan dan bandara berbagai belahan dunia. Mereka menolak dan menghalangi segala pengiriman khususnya senjata ke Israel.

Boikot Masif

Baca Juga: Pemerintah Palestina Desak  Komunitas Internasional Hentikan Kekejaman Israel di Gaza

Sejak dulu, gerakan boikot Israel telah diserukan. Tapi belum pernah dalam sejarah dunia terjadi peristiwa semasif ini. Tua muda, bahkan lembaga agama setingkat MUI turut mengeluarkan fatwa haram pembelian produk. Di medsos, banyak orang tua melaporkan anaknya yang masih balita sebelum beli jajanan menanyakan dulu apakah merk tersebut membunuh temannya di Palestina atau tidak. Masya Allah, luar biasa.

Begitu besar dampaknya hingga banyak ahli ekomomi meramalkan sejumlah jenama global ternama akan tumbang gulung tikar jika boikot terus menerus terjadi kecuali produk-produk ini mau menyuarakan keberpihakan pada Palestina.

Grab Indonesia yang istri owner-nya memposting simpati di sosmed pada Israel, buru-buru mengklarifikasi dan menyatakan mengirim sumbangan dalam jumlah besar ke Palestina. McD Malaysia yang terimbas gegara McD Israel memberikan makanan gratis untuk tentara Israel, buru-buru mengumumkan mereka independen dan menyumbangkan sejumlah dana besar untuk bantu Palestina.

Apa sebenarnya yang terjadi?

Baca Juga: Israel Musnahkan 902 Keluarga di Gaza dan Hapus KK-nya

Pandemi selama dua tahun menimbulkan banyak keprihatinan dan dampak pada banyak orang di seluruh dunia. Sekolah dan kantor banyak diliburkan atau ditutup. Banyak warga dikurung di rumah, di isolasi di RS, duka karena kematian dimana-mana dan dipaksa vaksinasi. Untuk usaha sulit, banyak produk khususnya merk lokal berjatuhan karena tempat usaha ditutup atau tak laku karena daya beli menurun drastis. PHK massal terjadi dimana-mana. Semua aspek kehidupan mengalami dampak. Tua muda merasakannya.

Sejak dulu, para warga dunia sudah curiga jika pandemi ini adalah plandemi. Sesuatu yang direncanakan oleh segelintir elit demi keuntungan finansial memanfaatkan kaki tangan lembaga dunia seperti WHO dan CDC. Siapa pun negara-negara yang menolak bekerjasama akan ditekan.

Warga dunia tak berdaya menolak

Para ahli yang berani teriak ditangkap, dipenjara. Semua aktivitas dibatasi. Tak boleh ada kerumunan. Tak pakai masker saja didenda. Pengusaha yang ngotot tetap buka toko di denda atau dipenjara. Tanpa vaksinasi, dilarang bepergian bahkan untuk sekedar belanja atau masuk kantor. Kehidupan menjadi sulit dengan banyaknya aturan. Dan ini terjadi bertahun-tahun. Membentuk sebuah resiliensi baru. Daya tahan dan kemarahan tak terduga secara massal yang mencapai puncaknya saat ini, di konflik Palestina-Israel.

Baca Juga: Perjuangan Palestina di PBB, Mungkinkah Berhasil?

David – Goliath

Warga dunia melihat Perang Palestina – Israel bak david liliput melawan goliath raksasa. Bagaimana tidak, puluhan ribu rakyat sipil Palestina, 40% diantaranya anak-anak, dibantai dengan kejam lewat bombardir bom setiap hari dan bom fosfor yang telah dilarang penggunaannya. Bahkan rumah sakit- rumah sakit dan sekolah-sekolah yang seharusnya dilindungi pun ikut menjadi sasaran rudal. Ini membangkitkan kemarahan karena ketidakadilan.

Ketabahan warga Palestina yang kehilangan harta benda, anak-anaknya, kekurangan makanan, air dan listrik karena blokade total, membangun simpati kemanusiaan universal, bahwa ini semua harus dihentikan. Sudah waktunya si besar (goliath) yang selama ini petantang petenteng dilawan. Jika warga Palestina saja bisa bertahan dengan kehilangan sebesar itu, apa sulitnya menahan diri untuk tidak belanja merk tertentu. Dan semua warga dunia sudah terlatih menahan diri untuk banyak hal selama bertahun-tahun masa pandemi.

Kini waktunya meneriakkan keadilan

Baca Juga: Kekuatan Sabar dalam Menghadapi Ujian Hidup

Menunjukkan bahwa yang kuat tak boleh seenaknya pada si kecil. Maka semakin ngotot dan pongah Israel menunjukkan kesewenangannya, semakin marah warga dunia.

Palestina menjadi simbol perlawanan untuk meneriakkan ketidakadilan atas semua hal. Sudah waktunya si besar menghargai si kecil. Jangan lagi bersikap sok kuasa apalagi kurang ajar atau kamu akan jatuh! Dan ini meluas pada semua lini.

Dampak

Dulu brand-brand besar ini leluasa mengatur harga, mendikte pasar bahkan regulasi. Sekarang jika brand-brand besar global ini ingin tetap eksis, mereka harus menunjukkan keberpihakan pada semangat lokal dan penghargaan pada nilai-nilai kemanusiaan. Tanpa itu, silahkan angkat kaki! Karena warga dunia bisa menggunakan produk lokal mereka sendiri atau menahan tak membeli sama sekali.

Baca Juga: Ini Dia 8 Tentara Israel yang Tewas Disergap Hezbollah

Warga dunia sudah tak peduli lagi soal harga, karena semurah apa pun selama si produk tak mencerminkan kepedulian pada nilai-nilai moral dan kemansiaan, konsumen tak bergeming membeli. Benar-benar perubahan luar biasa pada kebiasaan kustomer.

Momentum Perubahan Indonesia

Maka kini sudah waktunya produk-produk lokal bangkit dan ini terlihat dari kinerja saham brand-brand lokal yang naik signifikan di seluruh dunia. Tak terkecuali Indonesia. Waktunya kini membeli Indonesia kembali. Waktunya brand lokal tampil dan keadilan berpihak pada rakyat.

kita lihat juga sekarang betapa kian lantang dan beraninya warga Indonesia berteriak atas ketidakadilan yang mereka temui di berbagai platform sosial media.

Baca Juga: Tim Medis ke-5 MER-C Selesai Bertugas di Jalur Gaza

Dan karena Indonesia akan menyambut pilpres beberapa bulan lagi, gerakan ini juga berimbas pada menguatnya tuntutan untuk bersikap adil, fair play dalam proses pilpres.

Jika tidak, bisa bayangkan apa yang akan terjadi?

(AK/R1/P1)

 

Baca Juga: Brigade Al-Qassam Berhasil Jalankan Operasi Senyap di Tel Aviv

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Listrik di Israel Padam akibat Serangan Roket Hezbollah

Rekomendasi untuk Anda