Jakarta, MINA – Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) sekaligus Wakil Presiden RI terpilih 2019-2024 Ma’ruf Amin bersama Pusat Inkubasi Bisnis Syariah (PINBAS) MUI mencanangkan Gerakan Nasional Kedaulatan Pangan (GNKP) untuk umat pada Sabtu (21/9) di Hotel Sahid, Jakarta.
Gerakan ini lahir dari keprihatinan atas neraca perdagangan ekspor-impor komoditas pangan per semester pertama 2019, hanya sebanyak 14,9 ribu ton, senilai Rp 171 miliar. Sedangkan nilai impor tanaman pangan dari Januari hingga Juni 2019 hanya sebanyak 8 juta ton, senilai Rp 35,5 triliun.
Direktur PINBAS MUI, Azrul Tanjung mengatakan, jika dihitung secara matematis, nilai ekspor tidak ada 1 persen dari nilai impor. Kebutuhan pangan hampir 100 persen masih dicukupi oleh komoditi pangan negara lain.
“Padahal, dalam wacana Arus Baru Ekonomi Indonesia yang diusung oleh KH Ma’ruf Amin yang akan dilantik sebagai Wakil Presiden RI 2019-2024, pertumbuhan ekonomi tidak hanya sekedar mencapai kesamaan perlakuan (equality), melainkan keadilan untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan agar memperoleh kesempatan untuk memperbaiki kualitas hidup yang adil (equity),” paparnya.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
Tentunya, equity akan tercapai ketika ada kebijakan melalui redistribusi, hibah, subsidi, kemitraan, dan proses fasilitasi dalam gerakan nasional kedaulatan pangan ini.
“Di tingkat parlemen, penyelesaian upaya kedaulatan pangan ini telah dijawab dengan keluarnya UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan untuk mencegah konversi lahan pertanian ke non pangan. Namun, hingga 2019 ini, lembaga pemerintah yang khusus menangani kedaulatan pangan ini belum juga terwujud,” katanya.
Ia menegaskan, Gerakan Nasional Kedaulatan Pangan (GNKP) ini untuk mendorong segera terwujudnya cita-cita kedaulatan pangan bagi umat. Setidaknya, terdapat tujuh prasyarat utama untuk menegakkan kedaulatan pangan.
“Adanya pembaruan agraria, hak akses rakyat terhadap pangan, penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan, pangan untuk pangan dan tidak sekadar komoditas yang diperdagangkan, pembatasan penguasaan pangan oleh korporasi, melarang penggunaan pangan sebagai senjata, serta pemberian akses ke petani kecil untuk perumusan kebijakan pertanian,” ujarnya.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
Azrul menambahkan, satu aspek fundamental untuk mencapai equity adalah kebutuhan pokok bagi rakyat. Sangat sulit dibayangkan bagaimana suatu negara dapat berdaulat penuh secara ekonomi, apabila kebutuhan pokok rakyatnya, khususnya pangan, masih “tergantung” pada negara lain.
“Ketergantungan tersebut dapat berbentuk ketergantungan dalam pasokan, ketergantungan teknologi, bahkan ketergantungan pola konsumsi dan gaya hidup. Sungguh berbahaya bagi ketahanan nasional, apabila negara berpenduduk banyak seperti Indonesia tidak berdaulat sama sekali dalam pangan,” ujarnya lagi.
Melalui GNKP untuk Umat ini, kata Azrul, PINBAS MUI bermaksud untuk memperluas gerakan Arus Baru Ekonomi Indonesia, dengan pola-pola kemitraan para pemangku kepentingan, sebagai bagian dari keterlibatan barisan Ulama mengatasi persoalan-persoalan ekonomi umat, mengatasi ketergantungan impor pangan dan andil dalam membangun kedaulatan pangan rakyat, serta usaha mendatangkan devisa untuk komoditi pangan unggulan. (L/R06/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon