Penulis adalah Alumnus Institute Zakat of Science, Khartoum – Sudan.
Ada 4 ayat Al-Quran berturut-turut berisi sebagai kecaman Allah SWT kepada mereka yang enggan membayar zakat. Keempat ayat tersebut adalah ayat ke 75-78 surah At-Taubah.
Ibnu Abbas sebagaimana dalam tafsir Ibnu Katsir menyebutkan bahwa ayat yang mulia ini diturunkan berkenaan dengan sikap Tsa’labah ibnu Hatib Al-Ansari.
Dikisahkan, sosok Tsa’labah bin Hathib memiliki kehidupan yang susah. Ia dikenal sebagai orang yang miskin dengan harta yang sangat terbatas, bahkan terkadang pakaiannya pun harus dikenakan bergantian dengan sang istri. Dia juga dikenal sebagai orang yang taat beribadah. Ia selalu tekun dalam mendirikan sholat dan menghadiri majelis Rasulullah SAW
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-11] Ragu-ragu Mundur!
Sampai datang masa di kemudian hari, setiap kali Tsa’labah bertemu Rasulullah SAW, ia selalu meminta untuk didoakan agar menjadi orang yang kaya. Mulanya Rasulullah SAW menolak sembari menasehatinya untuk senantiasa bisa mensyukuri atas rezeki yang dimilikinya.
Tapi Tsa’labah terus mendesak Rasul agar mendoakan agar ia dikarunia harta yang berlimpah, bahkan Tsa’labah berjanji, akan memberikan hak-hak kepada yang berhak jika dia diberi harta berlimpah, sampai akhirnya Rasulullah SAW mendoakan dan memberikan sepasang kambing.
Kambing Tsa’labah ini layaknya ulat yang berkembang biak dengan cepat dan banyak dalam waktu singkat. seluruh kota penuh dengan kambing Tas’labah. Dia pun kemudian pindah dari kota satu, ke kota lainnya karena kambing-kambing yang terus berkembang biak. Tsa’labah juga tinggal di desa agar memiliki cukup ruang untuk beternak kambing.
Semakin hari semakin banyak kambing milik Tsa’labah. Ia pun mulai sibuk dengan aktivitas barunya sehingga sering melewatkan majelis dan juga melewatkan sholat berjamaah. Lama kelamaan, Tsa’labah hanya datang ke masjid ketika sholat Jumat. Hingga pada akhirnya ia benar-benar tidak datang ke masjid lagi untuk sholat.
Baca Juga: Muasal Slogan ”Al-Aqsa Haqquna”
Singkat cerita, Rasulullah mengutus dua orang sahabat untuk memungut zakatnya, tapi kedua utusan itu kembali dan menyampaikan bahwa Tsa’labah menolak membayar zakat.
Belakangan, Tsa’labah sendiri datang menemui Rasulullah SAW membawa zakatnya berharap Rasulullah mau menerima zakatnya, itupun setelah ada salah satu kerabatnya yang mencelanya sembari mengatakan bahwa Allah telah menurunkan wahyu mengenai dirinya. Tapi Rasulullah SAW menolaknya, karena Allah SWT telah melarang menerima zakat Tsa’labah.
Tsa’labah mati pada masa khalifah Utsman bin Affan dengan tidak diterima zakatnya, karena pada masa khalifah sebelumnya, Abu Bakar Ash-shidiq dan Umar bin Khattab, keduanya pun tidak mau menerima zakatnya Tsa’labah sebagaimana Rasulullah SAW tidak mau menerimanya.
Zakat
Baca Juga: Enam Prinsip Pendidikan Islam
Zakat adalah salah satu rukun Islam dan Para Ulama sepakat akan kafirnya seseorang yang menentang kewajiban zakat secara global. Karena dengan demikian, ia telah menentang kewajiban zakat dalam alQuran. Bahkan di masa Abu Bakar, seseorang muslim yang enggan mengeluarkan zakat, padahal ia mampu dan tidak memiliki udzur, beliau perangi.
Beberapa literatur menyebutkan, dari segi bahasa, zakat sedikitnya mengandung 4 makna yakni, Pertama, zakat bermakna At-Thohuru, yang artinya membersihkan atau menyucikan yakni orang yang selalu menunaikan zakat karena Allah akan membersihkan dan menyucikan baik hartanya maupun jiwanya. Kedua, zakat bermakna Al-Barakatu, yang artinya berkah maksudnya harta yang dizakati akan selalu dilimpahkan keberkahan oleh Allah SWT, kemudian keberkahan harta ini akan berdampak kepada keberkahan hidup. Ketiga, zakat bermakna An-Numuw, yang artinya tumbuh dan berkembang. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya akan selalu terus tumbuh dan berkembang Insya Allah. Dan keempat zakat bermakna As-Sholahu, yang artinya beres atau keberesan, yaitu bahwa orang-orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya akan selalu beres dan jauh dari masalah.
Adapun secara terminologi, zakat adalah mengeluarkan bagian tertentu dari harta tertentu yang telah sampai nishabnya untuk orang-orang yang berhak menerimanya. Zakat juga berarti pemindahan pemilikan harta tertentu untuk orang yang berhak menerimanya dengan syarat- syarat tertentu.
Di dalam al-Quran, zakat sering disebut dengan shadaqah, seperti pada surat at-Taubah ayat 60. Pada ayat tersebut redaksi yang disebutkan adalah (ash- shadaqaat), namun yang dimaksud adalah zakat. Kata (ash- shadaqaat) tersebut diartikan zakat karena pada akhir ayat terdapat ungkapan (fariidhatan minallahi) yang artinya “sebagai ketetapan (kewajiban) dari Allah”. Ungkapan ini merupakan qarinah/tanda yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan kata (ash-shadaqaat) pada ayat tersebut adalah sedekah yang diwajibkan yaitu zakat, bukan sedekah yang lain. Demikian pula di ayat 104.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal
Kesadaran Berzakat
Kajian seputar zakat sudah sangat banyak, baik berupa kitab-kitab, buku khusus, pembahasan dari aspek-aspek lainnya maupun artikel-artikel. Tulisan ini salah satu upaya mengajak kita semua menumbuhkan kesadaran berzakat, khususnya bagi yang belum menunaikannya. Bagi yang sudah, semoga Allah SWT memberikan keistiqomahan dan semakin menambah keimanan terhadap perintah zakat ini.
Alhamdulillah, syukur kepada Allah SWT dengan tidak bermaksud mengecilkan segala amal sholeh para muzakki, Ada sebuah riset, kesadaran umat Muslim di Indonesia -sebagai negeri mayoritas berpenduduk muslim- terhadap berzakat belum seperti kesadaran terhadap kewajiban sholatnya, padahal kewajiban sholat dan zakat seringkali Allah gandengkan penyebutannya. hal ini dikuatkan pula dengan data statistik yang menyebutkan bahwa zakat terhimpun baru 4 % dari potensinya.
Hal itu disebabkan antara lain karena ketidaktahuan akan kewajiban membayar zakat. Masih ada sebagian masyarakat yang tidak mengetahui bahwa kita punya kewajiban membayar zakat dari penghasilan mereka. Sehingga yang mereka tahu hanya zakat fitrah yang dikeluarkan pada bulan Ramadhan saja, dan lain sebagainya. Ini berarti, bahwa masih sangat banyak sekali potensi-potensi yang perlu ditingkatkan.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan
Kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang hukum-hukum zakat dapat menjadi salah satu penyebab lemahnya kesadaran berzakat. Maka menjadi penting bagi kita memiliki pemahaman tentang prinsip-prinsip zakat, seperti nisab (batas minimum kekayaan untuk membayar zakat), haul (periode waktu saat zakat menjadi wajib), jenis-jenis harta yang dikenai zakat, dan tidak kalah penting perhitungan zakat yang benar.
Diharapkan dengan pemahaman yang baik, maka Sadar zakat akan membawa pada sebuah keyakinan atas benarnya perintah Allah SWT dengan dasar keimanan yang kuat. Sadar zakat juga akan mendorong secara aktif mempelajari, mengamalkan, dan menyebarkan pemahaman tentang zakat kepada orang lain. Hal ini melibatkan pembelajaran mengenai hukum-hukum zakat, konsultasi dengan ahli zakat, menghitung jumlah zakat yang harus dibayarkan, dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial atau lembaga amil zakat yang terpercaya untuk menyalurkan zakat dengan efektif.
Sadar zakat juga memunculkan adanya kesadaran akan manfaat sosial dan spiritual dari zakat, yaitu memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan, membantu mengurangi kesenjangan sosial, serta yang terutama adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Akhirnya, semoga Allah memberikan taufik kepada kita, kesadaran terhadap kewajiban zakat ini. Semoga melindungi kita dari apa yang dialami dan diperbuat Tsa’labah. Bersyukur jika diantara kita adalah orang yang mendapat amanah harta oleh Allah SWT dan kita berhasil menunaikan kewajiban-kewajiban atas harta kita. Semoga dengan titipan harta tersebut kita meraih pahala karena syukur, dan mengalir terus pahala-pahala kebaikan atas penggunaannya. Wallahu a’lam bish showab. (A/P2/R1)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Mi’raj News Agency (MINA)