Rakhine, Myanmar, MINA – Gerilyawan Rohingya di Myanmar telah meminta gencatan senjata sebulan penuh mulai hari Ahad (10/9) untuk memungkinkan bantuan kemanusiaan menjangkau mereka yang terkena dampak konflik.
Gerilyawan dari Tentara Penyelamat Rohingya Arakan (ARSA) menyerang puluhan pos polisi dan sebuah pangkalan militer akhir bulan lalu. Tentara Myanmar kemudian melancarkan operasi militer yang menyebabkan lebih dari 300.000 orang mengungsi.
Dalam sebuah pernyataan, Sabtu (9/9), ARSA meminta kelompok bantuan untuk meneruskan distribusi bantuan kemanusiaan kepada semua korban krisis kemanusiaan tanpa memandang etnis atau agama mereka selama periode gencatan senjata.
“Pekerja badan bantuan supaya melanjutkan atau penyaluran bantuan kemanusiaan kepada semua korban krisis kemanusiaan, terlepas dari latar belakang etnis atau agama,” ujar ARSA seperti dilansir situs VOA yang dikutip MINA.
Baca Juga: Ribuan Warga Inggris Demo Kecam Genosida Israel
Pengumuman gencatan senjata datang sehari setelah Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Nikki Haley, mengingatkan Myanmar bahwa sementara Washington mendukung upaya untuk mengakhiri kekerasan di Rakhine, bantuan kemanusiaan harus menjangkau mereka yang membutuhkan.
“Kami menyambut baik komitmen Pemerintah Burma (Mynamra) pada bantuan kemanusiaan untuk semua pengungsi akibat kekerasan,” kata Haley.
“Namun, kami akan terus mendesak mereka untuk memastikan bantuan ini benar-benar menjangkau mereka yang membutuhkan, secepat mungkin, dan hal itu disalurkan melalui cara yang melindungi hak dan martabat korban kekerasan,” ujarnya.
Sebelumnya pada Jumat (8/9), Departemen Luar Negeri AS mengatakan ‘sangat fokus’ untuk memulihkan bantuan kemanusiaan ke Negara Bagian Rakhine dan sangat prihatin dengan dugaan pelanggaran yang terus berlanjut di wilayah tersebut.
Baca Juga: Warga Palestina Mulai Kembali ke Yarmouk Suriah
Patrick Murphy, Wakil Asisten Mmenteri Luar Negeri AS untuk Asia Tenggara, mengatakan kepada wartawan melalui telepon bahwa Washington mendesak semua pihak untuk meredakan ketegangan di Rakhine.
Dia mengatakan sejak Agustus, mungkin lebih dari 200.000 pengungsi telah melintasi perbatasan ke Bangladesh untuk menghindari kekerasan tersebut.
Dia mengatakan jumlah pengungsi internal – mereka yang telah meninggalkan rumah mereka namun tidak meninggalkan Myanmar – tidak diketahui. Murphy mencatat anggota kelompok etnis Rohingya dan non-Rohingya termasuk di antara orang-orang yang kehilangan tempat tinggal
“Diskusi dengan pemerintah Myanmar sedang berjalan,” kata dia. (T/R11/P1)
Baca Juga: [POPULER MINA] Runtuhnya Bashar Assad dan Perebutan Wilayah Suriah oleh Israel
Mi’raj News Agency (MINA)