Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gila Hormat dalam Perspektif Ilmiah dan Syariat Islam

Bahron Ansori Editor : Zaenal Muttaqin - 21 detik yang lalu

21 detik yang lalu

0 Views

Salah satu tanda gila hormat (foto: ig)

GILA HORMAT adalah kondisi di mana seseorang sangat mendambakan penghormatan, pengakuan, dan pujian dari orang lain. Dalam psikologi, ini berkaitan dengan narcissistic personality disorder atau sifat narsistik yang berlebihan.

Orang yang gila hormat cenderung mencari validasi eksternal untuk merasa berharga, sering kali dengan mengorbankan keikhlasan dan kebenaran. Dalam Islam, sifat ini termasuk dalam penyakit hati (amradh al-qulub) yang dapat merusak keimanan dan meruntuhkan akhlak mulia.

Gila hormat bersumber dari kesombongan (takabbur), riya’ (pamer), dan ujub (bangga diri). Seseorang yang gila hormat ingin selalu dipandang lebih tinggi dari orang lain dan merasa tidak nyaman jika tidak dihormati.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak akan melihat orang yang menyeret kainnya dengan penuh kesombongan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Baca Juga: Tarawih Express: Antara Kecepatan dan Kekhusyukan

Hal ini menunjukkan bahwa kesombongan, termasuk dalam bentuk gila hormat, adalah sikap tercela yang dapat menjauhkan seseorang dari rahmat Allah.

Dalam masyarakat, gila hormat dapat menyebabkan ketidakadilan, persaingan tidak sehat, dan perpecahan. Orang yang gila hormat sering kali menghalalkan segala cara untuk mendapatkan pengakuan, termasuk menjatuhkan orang lain atau melakukan tindakan yang tidak jujur.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan bahwa orang yang mencari kehormatan dunia secara berlebihan bisa kehilangan keberkahan dalam kehidupannya.

Hubungan Gila Hormat dengan Riya’ dan Sum’ah

Baca Juga: Defisit Amal: Sebab dan Solusi Menurut Islam

Gila hormat berkaitan erat dengan riya’ (pamer dalam ibadah) dan sum’ah (mencari popularitas). Allah berfirman, “Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya’.” (Qs. Al-Ma’un: 4-6). Ayat ini menegaskan bahwa tindakan ibadah yang dilakukan bukan karena Allah, melainkan untuk mencari penghormatan dari manusia, tidak akan diterima oleh-Nya.

Dalam dunia kepemimpinan, gila hormat sering terlihat pada orang-orang yang haus kekuasaan. Mereka ingin dihormati bukan karena ketakwaan dan amal shalih, tetapi karena jabatan dan status sosial.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kami tidak akan memberikan jabatan ini kepada orang yang memintanya dan orang yang berambisi terhadapnya.” (HR. Muslim).

Hadis ini menunjukkan bahwa ambisi berlebihan untuk mendapatkan kedudukan bisa menjadi tanda ketidakmampuan seseorang dalam mengemban amanah dengan ikhlas.

Baca Juga: Kebiadaban Zionis Israel di Bulan Ramadhan

Gila hormat dapat menyebabkan seseorang kehilangan akhlak mulia, seperti rendah hati, sabar, dan tawadhu’. Orang yang gila hormat sulit menerima nasihat dan sering kali menolak kebenaran hanya karena ego mereka tersinggung.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.” (HR. Muslim). Hadis ini menegaskan bahwa sifat ingin dihormati secara berlebihan sering kali mendorong seseorang untuk menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.

Sikap Islam terhadap Penghormatan yang Sehat

Islam tidak melarang penghormatan, tetapi harus dalam batas yang wajar. Rasulullah ﷺ mengajarkan adab menghormati sesama dengan penuh ketulusan, bukan karena mencari kedudukan atau manfaat duniawi.

Baca Juga: Qia, Balita Tasikmalaya, Kirimkan Cinta untuk Anak-Anak Palestina Lewat Celengan

Dalam Islam, penghormatan kepada pemimpin, ulama, dan orang tua adalah bagian dari akhlak mulia, tetapi tidak boleh menjadikan seseorang sombong atau merasa lebih baik dari yang lain.

Salah satu obat utama bagi penyakit gila hormat adalah tawadhu’ (rendah hati). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa yang merendahkan diri karena Allah, maka Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim).

Tawadhu’ bukan berarti meremehkan diri sendiri, tetapi menyadari bahwa segala penghormatan dan kemuliaan sejati berasal dari Allah, bukan dari manusia.

Gila hormat sering kali muncul karena seseorang kurang memiliki keikhlasan. Ikhlas adalah melakukan sesuatu hanya karena Allah tanpa mengharapkan pujian atau penghormatan dari manusia.

Baca Juga: 9 Kiat Mudik Aman

Allah berfirman, “Dan mereka tidak diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah dengan ikhlas dalam menjalankan agama.” (Qs. Al-Bayyinah: 5).

Orang yang ikhlas tidak akan terpengaruh oleh penghormatan atau pujian dari manusia karena tujuannya hanya mencari ridha Allah.

Cara menjaga hati dari gila hormat adalah dengan memperbanyak introspeksi, mengingat kematian, dan selalu memohon perlindungan kepada Allah dari penyakit hati.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan doa, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat riya’ yang tersembunyi.” (HR. Ahmad).

Baca Juga: Akhlak Rasulullah sebagai Teladan Kehidupan

Doa ini mengajarkan bahwa riya’ dan gila hormat adalah penyakit yang dapat menyusup dalam hati tanpa disadari, sehingga harus selalu diwaspadai.

Para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah contoh terbaik dalam menjauhi gila hormat. Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, meskipun menjadi khalifah, tetap hidup sederhana dan tidak pernah menginginkan penghormatan berlebihan. Ia bahkan sering menyamar di malam hari untuk memastikan kesejahteraan rakyatnya tanpa diketahui.

Ini menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati bukan tentang mencari kehormatan, tetapi tentang melayani dengan ketulusan.

Gila hormat adalah penyakit hati yang dapat menghancurkan akhlak, merusak hubungan sosial, dan menjauhkan seseorang dari keikhlasan dalam beribadah. Islam mengajarkan untuk selalu tawadhu’, ikhlas, dan menjaga hati dari riya’.

Baca Juga: Mengenal Sejarah Budaya Mudik

Dengan memahami bahaya gila hormat dan berusaha menghindarinya, seseorang dapat menjadi hamba Allah yang lebih tulus dan mendapatkan kemuliaan yang hakiki di sisi-Nya.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Agar Mudik Bernilai Ibadah

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Indonesia
Ramadhan 1446 H