Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bi Malik Rahiallahu anhu, ia berkata:
كَانَ (رسول الله ﷺ) يَدْخُلُ عَلَى أُمِّ حَرَامِ بِنْتِ مِلْحَانَ، فَتُطْعِمُهُ، فَجَعَلَ يَوْمًا يَنَامُ عِنْدَهَا، ثُمَّ اسْتَيْقَظَ وَهُوَ يَضْحَكُ، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا يُضْحِكُكَ؟ قَالَ: «نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي عُرِضُوا عَلَيَّ، يَرْكَبُونَ ظُهُورَ هَذَا الْبَحْرِ، مُلُوكًا عَلَى الْأَسِرَّةِ» قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ . قَالَ: «فَإِنَّكِ مِنْهُمْ». ثُمَّ نَامَ ثَانِيَةً، ثُمَّ اسْتَيْقَظَ فَضَحِكَ، فَقَالَتْ مِثْلَ قَوْلِهَا، فَقَالَ مِثْلَ قَوْلِهِ، فَقَالَتْ: اجْعَلْنِي مِنَ الْأُولَيْنِ، فَخَرَجَتْ مَعَ زَوْجِهَا عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ غَازِيَةً فِي الْبَحْرِ، فَسَقَطَتْ عَنْ دَابَّتِهَا فَمَاتَتْ. (رواه البخارى)
Baca Juga: Nabi Musa Pembebas Bani Israil, Menuju Tanah yang Disucikan
Rasulullah ﷺ pernah masuk ke rumah Ummu Haram binti Milhan dan beliau diberi makan olehnya. Suatu hari, beliau tertidur di rumahnya, lalu terbangun sambil tertawa. Ummu Haram pun bertanya, Wahai Rasulullah, apa yang membuatmu tertawa? Beliau menjawab, Aku diperlihatkan sekelompok dari umatku yang akan berlayar di lautan seperti raja-raja di atas singgasana. Ummu Haram berkata, Wahai Rasulullah, doakanlah aku agar termasuk di antara mereka. Beliau menjawab, Engkau termasuk di antara mereka. Kemudian beliau tertidur lagi, dan ketika terbangun kembali beliau berkata seperti tadi. Ummu Haram pun kembali memohon agar termasuk kelompok itu. Lalu beliau berdoa untuknya. Akhirnya Ummu Haram ikut berangkat berjihad bersama suaminya, Ubadah bin Shamit, lalu ia terjatuh dari tunggangannya dan wafat dalam perjalanan. (HR Al-Bukhari)
Dalam lembaran sejarah Islam, ada dua sosok sahabat Rasulullah ﷺ yang kisah hidupnya berkelindan dengan perjalanan para relawan Global Sumud Flotilla menembus perairan Mediterania menuju Gaza, Palestina.
Mereka adalah Ubadah bin Shamith dan istrinya, Ummu Haram binti Milhan. Jejak perjuangan keduanya menjadi bukti betapa sahabat Rasulullah ﷺ tidak hanya mewariskan dakwah, tetapi juga menjadi inspirasi perjuangan saat ini dalam meruntuhkan kedzaliman, penindasan dan penjajahan.
Ubadah bin Shamith, Sang Penegak Panji Islam di Palestina
Baca Juga: 5 Keutamaan Membaca Shalawat Atas Nabi
Ubadah bin Shamith berasal dari suku Khazraj, salah satu kabilah besar Madinah. Sejak awal dakwah Islam, ia sudah menunjukkan komitmen luar biasa. Namanya tercatat sebagai salah satu sahabat peserta Bai’at Aqabah, perjanjian setia para penduduk Madinah untuk melindungi Rasulullah ﷺ dan memperjuangkan agama Islam.
Sejak saat itu, Ubadah bin Shamith menjadi bagian penting dari kelompok Anshar yang selalu ada dalam barisan terdepan perjuangan Rasulullah ﷺ. Ia ikut serta dalam berbagai peperangan, dari Badar, Uhud, hingga Khandaq.
Perannya tidak hanya di medan tempur. Ubadah bin Shamith juga pernah ditugaskan sebagai guru Al-Qur’an di As-Shuffah, tempat pendidikan pertama di Madinah yang diperuntukkan bagi para sahabat dan generasi muda. Kecerdasannya membuat Ubadah dipercaya menjadi salah satu qadhi (hakim) dan pemimpin yang mengatur urusan masyarakat.
Selepas wafatnya Rasulullah ﷺ, Ubadah bin Shamith tetap memegang amanah besar. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, ia dikirim ke wilayah Syam dan kemudian dipercaya memimpin masyarakat Muslim di Palestina.
Baca Juga: Kesombongan yang Menyamar Jadi Kebaikan
Dalam beberapa riwayat, ia disebut sebagai pemimpin pertama umat Islam di Palestina. Tugasnya bukan sekadar administratif, tetapi juga menyebarkan Islam, mengajarkan Al-Qur’an, dan menjaga keutuhan masyarakat baru yang sedang tumbuh di tanah suci Baitul Maqdis.
Ubadah wafat di Palestina dan dimakamkan di kota Ramallah. Hingga kini, tradisi lokal Palestina masih mengenang jasanya sebagai tokoh yang membawa cahaya Islam di tanah para nabi.
Ummu Haram binti Milhan, Pahlawan Shahabiyah di Laut Mediterania
Ummu Haram binti Milhan (istri Ubadah bin Shamith) adalah shahabiyah (sahabat wanita Rasulullah) lebih banyak dikaitkan dengan sebuah peristiwa penting dalam sejarah Islam, yaitu perjalanan dengan armada laut menembus P. Siprus. Ummu Haram adalah wanita dari kalangan Anshar, bibi dari Anas bin Malik, yang dikenal sebagai pelayan Rasulullah ﷺ. Ummu Haram binti Milhan adalah saudari sepersusuan Rasulullah ﷺ
Baca Juga: Menempatkan Seseorang Sesuai Bidangnya
Dalam hadits di atas, Ummu Haram meminta doa kepada Rasulullah ﷺ agar termasuk dalam rombongan armada yang berlayar di laut dalam misi dakwah Islam. Doa itu menjadi kenyataan. Pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan, di bawah komando Muawiyah bin Abi Sofyan, umat Islam menjalankan ekspedisi maritim pertama itu menuju P. Siprus, sebuah wilayah strategis di Mediterania Timur yang kala itu dikuasai Bizantium.
Ummu Haram ikut dalam rombongan tersebut. Namun ajal menjemputnya di tengah perjalanan. Ia terjatuh dari tunggangan di Larnaca, Siprus dan wafat di sana. Kini, makam Ummu Haram dikenal sebagai Hala Sultan Tekke, sebuah kompleks ziarah di tepi danau garam Larnaca.
Sampai saat ini, tempat itu masih dihormati, bahkan pada masa Ottoman dijadikan salah satu situs Islam paling suci di Mediterania setelah Makkah, Madinah, dan Al-Quds (Baitul Maqdis).
Ekspedisi Laut dan Pembebasan P. Siprus
Baca Juga: Al-Aqsa Episentrum Peradaban Umat Islam
Mengapa Siprus penting? Secara geografis, pulau ini terletak di jantung laut Mediterania Timur, hanya sekitar 70 km dari pesisir Suriah dan Turki. Bagi Bizantium, Siprus adalah benteng laut yang melindungi Konstantinopel. Siprus juga merupakan gerbang memasuki kawasan Mediterania.
Ekspedisi laut pertama umat Islam pada tahun 649 M menandai babak baru sejarah Islam. Jika sebelumnya kekuatan Muslim lebih dikenal di daratan, kini mereka bertransformasi menjadi kekuatan maritim.
Armada Islam berhasil mendarat di Siprus, menguasai sebagian wilayahnya, dan memaksa Bizantium menandatangani perjanjian damai. Sejak itu, pulau tersebut menjadi wilayah perebutan antara Bizantium dan umat Islam selama berabad-abad.
Di sinilah nama Ummu Haram dikenang, karena wafat dalam ekspedisi bersejarah itu. Kehadirannya sekaligus menunjukkan peran besar perempuan Muslimah di masa awal Islam, tidak hanya dalam urusan rumah tangga, tetapi juga dalam jihad dan dakwah.
Baca Juga: 3 Warisan Nabi Adam untuk Menghidupkan Iman dan Perjuangan
Kisah Ubadah bin Shamith di Palestina dan Ummu Haram di Siprus bukanlah dua cerita terpisah. Keduanya saling melengkapi. Palestina adalah pusat dakwah dan pemerintahan Islam di daratan Syam, sementara Siprus menjadi saksi kebangkitan maritim Islam.
Perjalanan Ummu Haram ini mengingatkan kita pada para relawan Global Sumud Flotilla, yang juga berlayar menembus bahaya demi kejayaan Islam dan kebebasan Gaza.
Saat ini, perjuangan itu dilanjutkan dalam bentuk modern. Jika dahulu para sahabat menggunakan unta dan kapal layar sederhana, kini para relawan menggunakan kapal-kapal modern, membawa bantuan medis, makanan, dan dukungan moral untuk rakyat Gaza. Namun, esensi perjuangan tetap sama, yakni melawan kezaliman dan membela yang tertindas.
Misi Global Sumud Flotilla Menembus Blokade Gaza
Baca Juga: Sam’i wa Thaat: Kultur Mulia dalam Kehidupan Al-Jama’ah
Langit tampak memerah di ufuk barat saat kapal-kapal Global Sumud Flotilla bertolak meninggalkan dermaga di Tunisia menuju Laut Tengah. Angin berhembus membawa jutaan doa yang tulus dari hati yang berharap blokade Gaza segera runtuh.
Di atas geladak, para relawan dari berbagai negara berdiri tegak. Wajah-wajah mereka memancarkan tekad yang sama, membebaskan bumi Palestina dan menjaga kehormatan Masjid Al-Aqsa.
Perjalanan mereka bukan sekadar misi kemanusiaan, tetapi napak tilas sejarah panjang perjuangan umat Islam, menapak jejak para sahabat Rasulullah ﷺ yang dahulu mengarungi lautan dan padang pasir demi membebaskan Al-Aqsa dari belenggu penjajahan.
Para relawan meyakini, pembebasan dan penjagaan Al-Aqsa adalah amanah lintas generasi. Apa yang kini dilakukan Global Sumud Flotilla adalah kelanjutan dari perjuangan Rasulullah ﷺ, sebuah jihad kemanusiaan melawan kezaliman modern berupa blokade dan penjajahan oleh Zionis Israel.
Baca Juga: Menemukan Makna Hidup di Usia Senja
Global Sumud Flotilla merupakan koalisi internasional yang terdiri dari aktivis, dokter, jurnalis, dan tokoh masyarakat dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Mereka berlayar menuju Gaza dengan melewati P. Siprus, membawa bantuan kemanusiaan, sekaligus mengirim pesan kepada dunia, blokade Gaza harus segera diakhiri.
Misi utama mereka ada tiga: Pertama, mematahkan narasi Zionis yang menggambarkan Gaza sebagai wilayah terisolasi tanpa dukungan internasional. Kedua, mengirim bantuan nyata bagi rakyat Palestina yang terjebak dalam krisis kemanusiaan akibat blokade selama lebih dari 17 tahun. Ketiga, menggalang solidaritas global, menyatukan hati umat manusia di bawah panji kemanusiaan dan keadilan.
Kapal-kapal Global Sumud Flotilla berlayar bukan dengan senjata, melainkan dengan iman, doa, dan solidaritas. Mereka sadar bahwa tantangan yang dihadapi sangat besar: gelombang laut, ancaman serangan, hingga tekanan diplomatik dari negara-negara besar yang menjadi sekutu Israel.
Perjalanan itu penuh risiko. Sejak persiapan keberangkatannya, kapal-kapal mereka diganggu oleh Zionis Israel dan sekutu-sekutunya. Sejumlah serangan dari beberapa drone tak dikenal menghantam beberapa kapal, merusak sistem komunikasi dan menyebabkan gangguan, terutama ketika berada di tengah lautan.
Baca Juga: Khutbah Gerhana Bulan: Memperkuat Kesatuan Umat dan Bangsa, serta Doakan Palestina
Di tengah kegelapan malam, para relawan hanya bisa pasrah kepada Allah Ta’ala, membaca doa dan memperkuat tekad mereka. Meski ancaman begitu nyata, mereka tidak mundur. Setiap dentuman yang terdengar justru menyalakan semangat, mengingatkan mereka pada nasib rakyat Gaza yang setiap hari hidup di bawah serangan yang jauh lebih dahsyat.
Dalam hati mereka terpatri keyakinan, bahwa jika mereka gentar dan berhenti berlayar, maka blokade yang telah mencekik Gaza selama bertahun-tahun akan semakin menguat. Dengan air mata yang tertahan dan doa yang tak putus-putus, mereka melanjutkan perjalanan, seakan berkata kepada dunia bahwa keadilan tidak boleh tenggelam di lautan.
Dukungan Tokoh Dunia
Ulama terkemuka seperti Syaikh Yusuf Al-Qaradawi Rahimahullah, semasa hidupnya pernah menegaskan pentingnya solidaritas global untuk Palestina. Ia mengatakan, “Membela Palestina dan Masjid Al-Aqsa adalah kewajiban setiap Muslim.”
Baca Juga: Tata Cara Shalat Gerhana
Dukungan nyata misi Global Sumud Flotilla datang dari pemimpin Italia dan Spanyol. Kedua negara itu mengirimkan kapal militer guna mengawal pelayaran kapal-kapal Global Sumud Flotilla selama meraka berada di perairan internasional.
Dukungan lainnya datang dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan menyatakan, “Setiap kapal yang berlayar menuju Gaza adalah simbol harapan. Dunia harus sadar bahwa blokade ini adalah kejahatan kemanusiaan.”
Dari Indonesia, sejumlah ulama dan tokoh masyarakat menyerukan doa dan dukungan penuh. “Ini bukan hanya perjuangan politik, tetapi jihad kemanusiaan. Semoga Allah melindungi mereka dan memberi kemenangan,” ujar ketua MUI bidang Hubungan Luar Negeri dna Kerjasama Internaional. Prof. Sudarnoto Abdul Hakim.
Bahkan beberapa tokoh non-Muslim turut mendukung. Aktivis Katolik dari Irlandia, Mairead Maguire, peraih Nobel Perdamaian mengatakan, “Ini adalah tentang hak asasi manusia, bukan agama. Tidak seorang pun berhak memenjarakan dua juta manusia di Gaza.”
Global Sumud Flotilla membawa misi yang identik dengan yang dulu diperjuangkan Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya Radhiallahu anhum, yaitu bahwa pembebasan Masjidil Aqsa, bukan sekadar cita-cita sejarah, tetapi panggilan iman dan tanggung jawab kemanusiaan.
Di ujung perjalanan, apakah mereka berhasil menembus blokade atau tidak, namun satu hal yang pasti, mereka telah berhasil membangkitkan kesadaran dunia. Seperti gelombang yang terus bergerak meski menghantam batu karang, semangat mereka tidak akan pernah padam.
Semoga pengorbanan para relawan Global Sumud Flotilla menjadi bagian dari janji Allah , bahwa kebenaran akan menang dan Al-Aqsa akan kembali bebas. Allahu Akbar. Al-Aqsa Haqquna.
واللهُ أَعْلَمُ بِالـصَّـوَابِ
Mi’raj News Agency (MINA)