Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur MINA (Mi’raj Islamic News Agency)
Lulus sekolah tingkat menengah (SMA) tentu menjadi dambaan pelajar pada umumnya, tak terkecuali para siswa di Yaman, negeri yang sedang dilanda konflik perang saudara.
Mereka tetap antusias belajar hingga lulus, dan melaksanakan graduasi kelulusan di antara reruntuhan puing-puing bangunan sekolahnya. Di antaranya adalah pelajar Yemen Modern School di ibukota Shana’a.
Selesai graduasi, mereka pun mengambil foto bersama di depan reruntuhan sekolah. Sebagai tanda bahwa para pelajar tetap mampu bertahan dan sanggup menyelesaikan sekolahnya, walaupun negerinya sedang dilanda konflik perang.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
“Kami tetap belajar hingga selesai, dan bertekad melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi,” ujar seorang pelajar, seperti dilansir rt.com beberapa waktu lalu.
Lebih dari empat bulan para pelajar terpaksa belajar di luar gedung karena adanya serangan udara dari pasukan koalisi Arab ke hampir seluruh wilayah ibukota.
Ujian kelulusan pun berlangsung di tengah dentuman bom yang menyasar ke berbagai sudut kota, menimpa fasilitas umum seperti pasar, hingga tempat ibadah masjid serta lembaga pendidikan sekolah dan perguruan tinggi.
Para siswa yang mengikuti graduasi kelulusan mengenakan baju wisuda, dengan ikat pinggang bertuliskan “Ketahanan” di satu sisi dan “2015” di sisi lainnya, tersampir di bahu mereka.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Mereka pun berpose di depan bangunan kantor milik Ahmed Ali Saleh, mantan Duta Besar Yaman untuk Uni Emirat Arab, yang juga putera sulung mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh. Kantor yang dibom oleh serangan udara Arab Juni lalu.
“Lokasi dipilih karena itu adalah tempat terdekat ke sekolah siswa yang dianggap paling aman dari serangan susulan. untuk pergi ke tengah-tengah serangan udara berlangsung,” ujar Salma Al-Dailami, salah satu lulusan.
Foto itu beredar di berbagai jejaring sosial dan mendapatkan simpati, dukungan, dan rasa hormat terhadap perjuangan pelajar Yaman.
Itu pesan yang hendak mereka sampaikan kepada siapa pun, terutama pihak yang terkait konflik. Bahwa para pelajar tetap memiliki harapan dan ketahanan untuk lulus sekolah, walau dalam tekanan di tengah perang saudara.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
“Inilah pesan yang ingin kami sampaikan, kami tetap masih dapat berdiri,” kata Al-Dailami.
Para siswa sepanjang empat bulan terakhir terpaksa meninggalkan sekolah sebagai akibat dari serangan udara.
Setelah sedikit agak aman selama gencatan senjata, para siswa usia belasan tahun itu pun kembali untuk mempersiapkan ujian mereka, walau tetap saja pesawat pembawa bom terus menderu di atas kepala mereka.
“Kami memang tidak punya listrik akibat rusak dibombardir. Sementara untuk menghidupkan diesel listrik cadangan pun tak bisa, sebab bensin untuk menggerakkan generator pun tak ada. Sebab pom bensin juga habis dibombardir. Namun kami tetap belajar walau di bawah cahaya redup lilin dan obor api seadanya,” ujar Al-Dailami.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Kini Al-Dailami dan teman-teman sekelasnya berusaha mencoba menemukan jalan hidup mereka seraya berharap untuk dapat melanjutkan kuliah.
“Kami sendiri ingin kuliah di arsitektur. Kami harus tetap optimis dan terus berjalan. Tidak ada yang bisa mematahkan semangat kami,” katanya, disambut teman-temannya dengan wajah ceria dan polos.
Lembaga PBB menyebutkan, lebih dari 21 juta warga Yaman atau sekitar 80 persen dari populasi, kini membutuhkan bantuan kemanusiaan mendesak.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Lebih dari 5.800 orang telah tewas di Yaman sejak Maret, sekitar setengah dari mereka adalah warga sipil, dari anak-anak, perempuan dan orang tua.
Ketua Badan Program Pembangunan PBB (United Nation Development Programme/UNDP) Yaman asal Jepang, Mikiko Tanaka, menyebutkan, puluhan juta warga Yaman kini mengalami krisis parah tentang ketersediaan air bersih, pangan dan kesehatan.
“Terjadi krisis parah masalah air, pangan dan kesehatan yang semuanya sangat diperlukan warga sehari-hari,” kata Mikiko Tanaka dalam diskusi Yemen Our Home di Jakarta, Jumat (22/1) lalu.
Menurut catatannya, sejak konflik Yaman bergejolak, saat ini terdapat sekitar 19,3 juta warga kekurangan air bersih dan sanitasi, 14,4 juta warga kekurangan makanan, dan 14,1 juta lainnya tidak mendapatkan akses kesehatan.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Dampak lainnya akibat konflik perang di Yaman adalah hancurnya layanan publik, pengungsian yang memuncak, tidak terjaminnya perlindungan sipil, dan terhentinya ekonomi, tambahnya.
Untuk itu, menurutnya, diperlukan upaya kongkrit dunia memberikan bantuan kemanusiaan mendesak terhadap warga Yaman.
Dalam diskusi Yemen Our Home di Jakarta Jumat malam (22/1) juga mendesak umat Islam dan dunia untuk peduli kemanusiaan Yaman.
“Derita kemanusiaan warga Yaman yang sedang berlangsung saat ini merupakan krisis yang belum pernah terjadi sepanjang sejarah Yaman,” ujar Dr. Saaldaldeen Talib, mantan Menteri Perindustrian Yaman, dalam pemaparan diskusi.
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
Ia menyebutkan, bagaimana krisis air bersih pada warga, listrik, bahan bakar, dan kesehatan menimpa warga Yaman.
Menurutnya, krisis kemanusiaan Yaman harus segera diselesaikan secara bersama, dan ia yakin jika duduk bersama dalam 2-3 bulan konflik segera berakhir. (P4/R05)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara