Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gubernur Jabar Wacanakan Program Wajib Militer untuk Anak Bermasalah

Widi Kusnadi Editor : Rudi Hendrik - 27 detik yang lalu

27 detik yang lalu

0 Views

Tawuran remaja (foto: X)

Bandung, MINA – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi baru-baru ini mengemukakan wacana program wajib militer bagi anak-anak yang terlibat dalam perilaku bermasalah, seperti tawuran, geng motor, dan aksi kriminal lainnya.

Program itu dirancang sebagai upaya untuk membentuk kedisiplinan, tanggung jawab, dan nilai-nilai kebangsaan pada generasi muda yang rentan terjerumus ke perilaku negatif.

“Program ini bukan hukuman, tetapi pembinaan. Kami ingin memberikan kesempatan bagi anak-anak yang bermasalah untuk diarahkan ke jalan yang benar melalui pendidikan karakter yang tegas namun penuh kasih,” ujar Dedi Mulyadi dalam konferensi pers di Bandung, Senin (28/4).

Fenomena kenakalan remaja di Jawa Barat telah menjadi perhatian serius dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data Kepolisian Daerah Jawa Barat, insiden tawuran pelajar dan aktivitas geng motor meningkat sebesar 15% pada tahun 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Situasi ini tidak hanya meresahkan masyarakat, tetapi juga mencerminkan lemahnya kontrol sosial di kalangan remaja.

Baca Juga: Pakistan-Indonesia Pererat Hubungan Diplomatik dalam Perayaan Bersejarah di Jakarta

Sejumlah pengamat menilai bahwa kenakalan remaja seringkali berakar pada kurangnya pendidikan karakter, pengawasan orang tua, dan pengaruh lingkungan negatif. Dalam hal ini, program wajib militer diyakini dapat menjadi solusi inovatif.

Program serupa telah diterapkan di beberapa negara, seperti Korea Selatan dan Singapura, yang menunjukkan keberhasilan dalam mencetak generasi muda yang disiplin dan berintegritas.

Wacana ini mendapat sambutan positif dari sebagian masyarakat, terutama para orang tua yang merasa khawatir dengan pergaulan anak-anak mereka. “Kalau program ini benar-benar dijalankan, saya yakin bisa mengurangi kenakalan remaja,” ujar Siti Nurhayati, seorang ibu rumah tangga di Bandung.

Namun, tidak sedikit pula yang mengkritik gagasan ini. Para aktivis hak anak dan pakar pendidikan mengingatkan bahwa pendekatan semimiliter tidak boleh mengabaikan aspek psikologis anak.

Baca Juga: Pakistan Tegaskan Dukungan untuk Perjuangan Rakyat Kashmir dan Palestina

“Anak-anak yang bermasalah butuh pendampingan emosional, bukan sekadar disiplin keras. Wajib militer berpotensi menimbulkan trauma jika tidak dirancang dengan baik,” kata Yulianto Pratama, seorang psikolog anak. []

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Imaam Yakhsyallah Mansur: Istilah ‘Berjamaah’ Tidak Tepat untuk Kasus Korupsi

Rekomendasi untuk Anda