Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gubernur NTB: Data Statistik Bukan Acuan Kesejahteraan Umat Islam

Rendi Setiawan - Jumat, 10 Maret 2017 - 19:02 WIB

Jumat, 10 Maret 2017 - 19:02 WIB

319 Views

Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Zaenul Majdi. (Foto: Rendy/MINA)

Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Zaenul Majdi. (Foto: Rendy/MINA)

Jakarta, 11 Jumadil Akhir 1438/10 Maret 2017 (MINA) – Sebagai umat mayoritas di Indonesia, ukuran kesejahteraan bagi umat Islam bukan dilihat dari data statistik, kata Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Zainul Majdi.

Usai menandatangani nota kesepahaman (MoU) sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Wathaniyah (PB NW) dengan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Jakarta, Jum’at (10/3), Zainul Majdi menegaskan pentingnya merekatkan ukhuwah Islamiyyah antar umat Islam.

“Apa yang sering kita banggakan tentang data statistik, yaitu tentang data kemajuan ekonomi, dan data menurunnya angka kemiskinan, ternyata data itu tidak ada apa-apanya jika di dalamnya tidak ada cerminan dan nilai ukhuwah Islamiyyah,” kata Zaenul.

Pria yang hafal 30 juz itu menuturkan, di NTB kesenjangan antara masyarakat kurang mampu dengan masyarakat yang mampu tidak terlalu kontras, sebab hal itu diminimalisir dengan adanya ukhuwah Islamiyah yang kuat pada masyarakat NTB.

Baca Juga: Ketua MPR RI Salurkan Bantuan untuk Korban Erupsi Gunung Lewotobi

Setuju dengan pendapat Zaenul, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir menegaskan bahwa umat Islam perlu lebih dari sekedar silaturahmi. Menurut Haedar, hubungan antar ormas Islam di Indonesia saat ini tergolong pasif.

“Ukhuwah Islamiyah itu kan terbagi tiga, pertama ukhuwah Islamiyah pasif, kemudian ada ukhuwah Islamiyah dinamis atau pro aktif, dan ada juga ukhuwah Islamiyah negatif. Nah saat ini umat Islam berada pada ukhuwah Islamiyah yang pasif atau ajeg. Ini memang tidak buruk, tapi jika dibiarkan terlalu lama juga tidak baik,” kata Haedar.

Menurut Haedar, jika dibiarkan terlalu lama, maka umat Islam di masa depan tidak akan bisa bangkit, karena sudah terlambat.

Sementara ukhuwah Islamiyah negatif, kata Haedar, ini mencakup perseteruan antar ormas Islam. Sehingga kemudian Allah membatasinya dengan yang namanya islah (Perbaikan) seperti dalam Surat Al-Hujurat ayat 10.

Baca Juga: HGN 2024, Mendikdasmen Upayakan Kesejahteraan Guru Lewat Sertifikasi

“Dan yang dibutuhkan umat Islam saat ini adalah ukhuwah Islamiyah yang dinamis, dalam arti pro aktif tidak hanya sebatas kerja sama hitam di atas putih. Dengan ini Insyaallah umat Islam akan maju,” tandasnya. (L/R06/R01)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Hari Guru, Kemenag Upayakan Sertifikasi Guru Tuntas dalam Dua Tahun

Rekomendasi untuk Anda

Palestina
MINA Preneur
Indonesia
Indonesia
Dunia Islam