Jakarta, 8 Syawwal 1437/13 Juli 2016 (MINA) – Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, menegaskan bahwa Pemerintah Malaysia harus bertanggung jawab atas kejadian penculikan atau pembajakan yang menimpa Warga Negara Indonesia (WNI).
“Pasalnya, penculikan terjadi di dalam wilayah yurisdiksi Malaysia dan menggunkan kapal milik warga negeri jiran tersebut,” kata Hikmahanto kepada media di Jakarta, Rabu (14/7).
Sejak Maret 2016, telah terjadi empat kali penculikan terhadap pelaut Indonesia di perairan perbatasan Indonesia-Filipina-Malaysia. Kelompok bersenjata yang berbasis di Filipina Selatan, Abu Sayyaf, diduga kuat sebagai pelaku dari semua aksi penculikan dan perompakan tersebut.
Kasus penyanderaan WNI terbaru terjadi pada Sabtu (9/7). Penculik menyasar tiga WNI yang bekerja di atas kapal pukat tunda berbendera Malaysia, LLD113/5/F. Kapal itu diserbu oleh kelompok bersenjata di sekitar perairan Lahad Datu, Negara Bagian Sabah, Malaysia.
Baca Juga: Cuaca Jakarta Diprediksi Turun Hujan Senin Sore Ini
Dari serangkaian aksi penyanderaan tersebut total ada 10 WNI korban penculikan Abu Sayyaf yang masih menanti pembebasan (MINA, 11/7).
Pemerintah tampak mulai kehilangan kesabaran dengan ulah Abu Sayyaf yang disinyalir sengaja memilih orang Indonesia sebagai sandera. Terbukti kelompok militan itu melepaskan anak buah kapal (ABK) yang berkewarganegaraan Malaysia.
“Sulit dimengerti negara sebesar Indonesia dipandang sebelah mata oleh gerombolan bajak laut Abu Sayyaf,” kata pengamat politik UI, Boni Hargens, saat dihubungi MINA.
Sebelumnya Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo juga mempertanyakan perilaku Abu Sayyaf yang sepertinya ‘sengaja’ menyasar kepentingan Indonesia. “Apa sebenarnya Abu Sayyaf dengan Indonesia?” kata dia.
Baca Juga: Syaikh El-Awaisi: Menyebut-Nyebut Baitul Maqdis Sebagai Tanda Cinta Terhadap Rasulullah
Boni mengatakan Pemerintah Malaysia pun tidak boleh berdiam diri. Sebab, tiga orang warga Flores yang diculik Abu Sayyaf, Lorens Koten, Emanuel, dan Teodorus Kopongdan, dan ribuan bahkan jutaan orang Indonesia di Malaysia Timur sejatinya sejak dulu bekerja keras banting tulang demi kemajuan Malaysia.
“Ikut membuat Kota Kinabalu dan kota-kota lain di Malaysia berkilau cahaya seperti sekarang,” pungkasnya. (L/P022/R05)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: AWG: Daurah Baitul Maqdis, Jadi Titik Balik Radikal untuk Perjuangan Umat Islam