Tokyo, MINA – Mengenakan kimono merah muda, Saki Takao merayakan ulang tahunnya yang ke-26 dengan mengambil keputusan terbesar dalam hidupnya dan menjadi seorang Muslim.
Dikelilingi oleh 15 anggota keluarga dan teman, dia membacakan teks bahasa Arab Syahadat di telpon genggamnya: “Saya bersaksi tidak ada tuhan selain Tuhan, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Tuhan.” The Asahi Shimbun melaporkan.
Meski perayaannya sederhana, jalan guru SMA itu untuk menjadi seorang Muslim pada November lalu tidaklah mudah.
Lahir dan dibesarkan di Jepang, Takao kuliah di Universitas Osaka Jogakuin. Dia bertemu dengan Muslim pertama dalam hidupnya, seorang pria dari Turkmenistan, di Taiwan, selama tahun pertamanya.
Baca Juga: Iran dan Arab Saudi Tegaskan Komitmen Perkuat Hubungan di Bawah Mediasi Tiongkok
Bercakap-cakap dalam bahasa Inggris dalam banyak kesempatan, mereka membangun hubungan dekat yang tiba-tiba berakhir ketika dia menyadari bahwa pria itu adalah seorang Muslim.
Kembali ke Jepang untuk belajar urusan internasional, rasa malu atas perlakuannya terhadap seorang teman dekat hanya karena dia seorang Muslim mulai menggerogoti dirinya.
Dua tahun kemudian, di musim panas 2019, dia memulai “perjalanan solo untuk bertemu Muslim” yang membawanya ke negara-negara seperti Turki dan Indonesia.
Takao bertemu banyak orang baik di sepanjang jalan, yang akhirnya ingin belajar lebih banyak tentang Islam dan Muslim.
Baca Juga: Kemlu Yordania: Pengeboman Sekolah UNRWA Pelanggaran terhadap Hukum Internasional
Setelah lulus, Takao mulai bekerja sebagai guru bahasa Inggris di SMA di Osaka. Berbicara tentang Islam di kelasnya, dia mengetahui bahwa murid-muridnya mengasosiasikan agama dengan “terorisme.”
“Kesan negatif dari sejumlah kecil orang tampaknya membayangi yang lainnya. Para siswa itu seperti saya dulu,” katanya.
Untuk mengetahui lebih banyak tentang agamanya, Takao mulai mengunjungi masjid di lingkungannya untuk mempelajari lebih lanjut tentang agama tersebut. Dia mencoba makanan halal dan bahkan ikut menjalankan puasa di bulan Ramadhan.
Mengambil keputusan untuk menjadi seorang Muslim, Takao memberi tahu kabar tersebut kepada keluarganya. Ibunya mengatakan dia “tidak menyukai gagasan itu”, sementara ayahnya memperingatkan putrinya tentang “sisi negatif” setelah dia pindah agama.
Baca Juga: Parlemen Arab Minta Dunia Internasional Terus Beri Dukungan untuk Palestina
“Tetapi jika Anda siap untuk itu terjadi, yang perlu Anda lakukan hanyalah memikirkan masalah setelah Anda menerima doktrin tersebut,” katanya.
Terjangkit COVID-19, dia merasa ini bukan waktu yang tepat untuk mengucapkan syahadat. Namun, dia kemudian bertemu dengan tunangannya, seorang pria Muslim Malaysia yang mengusir kecemasan dari pikirannya.
Di hari ulang tahunnya yang ke-26, Takao mengucapkan Syahadat.
“Rasa keanehan ini mungkin hanya karena saya baru masuk Islam. Saya ingin selalu mengingat perasaan itu sejak saat ini dan seterusnya selama sisa jalan agama saya,” ujarnya.
Baca Juga: Ribuan Warga Yordania Tolak Pembubaran UNRWA
“Hidup dalam masyarakat Jepang juga bukannya tanpa kesulitan. Saya dapat lari ke dunia Islam jika saya merasa mereka tak tertahankan, sekarang saya memiliki dua masyarakat yang terbuka untuk saya,” tambahnya.
Menurut Tanada Hirofumi dari Universitas Waseda, jumlah Muslim di Jepang lebih dari dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir.
Pada tahun 2010, statistik menunjukkan jumlah jamaah Muslim di Jepang mencapai 110.000. Pada akhir 2019, jumlahnya meningkat menjadi 230.000 (termasuk sebanyak 50.000 mualaf Jepang). (T/R7/RS2)
Sumber: AboutIslam
Baca Juga: Wasekjen MUI Ingatkan Generasi Muda Islam Tak Ikuti Paham Agnostik
Mi’raj News Agency (MINA)