Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gus Baha Ungkap Keterbatasan Manusia Sekaligus Menjadi Kelebihannya

Widi Kusnadi Editor : Arif R - Rabu, 29 Januari 2025 - 09:37 WIB

Rabu, 29 Januari 2025 - 09:37 WIB

35 Views

Ulama kharismatik KH Bahauddin Nursalim (Gus Baha) foto: Fpik)

PENJELASAN KH Bahauddin Nursalim (Gus Baha) mengenai keterbatasan manusia yang sekaligus sebagai kelebihannya bertumpu pada pemahaman keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, meskipun makhluk yang lemah dan terbatas.

Dalam ceramahnya di Masjid Istiqlal, Jakarta pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Gus Baha menjelaskan, manusia tidak melihat Allah, tidak melihat surga dan neraka, tetapi mereka beriman, yakin dan bisa taat kepada perintah-perintah Allah dan menjauhi semua larangan-larangannya. Hal itu merupakan kelemahan sekaligus menjadi kelebihannya.

Maka, keimanan manusia di sisi Allah bisa saja melebihi keimanan para malaikat karena jika malaikat beriman hal itu wajar karena mereka melihat Allah langsung. Namun jika manusia bisa beriman tanpa melihat Allah, maka itu menjadi kelebihannya.

Dalam sebuah hadits diriwayatkan,

Baca Juga: Opini Publik dalam Perspektif Islam

قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ! أَيُّ النَّاسِ إِيمَانًا أَعْجَبُ؟ قَالَ: قَوْمٌ يَأْتُونَ مِنْ بَعْدِي يُؤْمِنُونَ بِي وَلَمْ يَرَوْنِي.

Artinya: Dikatakan kepada Rasulullah ﷺ: “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang imannya paling menakjubkan?” Beliau menjawab: “Kaum yang datang setelahku, mereka beriman kepadaku padahal mereka tidak pernah melihatku.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab Musnad Ahmad, juga diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim dalam kitabnya Al-Mustadrak.

Keterbatasan sebagai Jalan Menuju Allah

Baca Juga: Mengapa Mukjizat Nabi Muhammad Al-Qur’an?

Pengakuan atas Ketergantungan kepada Allah

Keterbatasan manusia mengajarkan kita untuk selalu bergantung kepada Allah SWT. Dalam kelemahan manusia, terletak potensi besar untuk memohon dan berdoa kepada-Nya. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Doa adalah inti ibadah.” (HR. Tirmidzi, No. 3371)

Dengan mengakui keterbatasannya, manusia semakin dekat kepada Allah melalui doa dan ibadah.

Peningkatan Kualitas Iman

Baca Juga: Self-Love Dalam Islam: Antara Qana’ah dan Syukur

Manusia diciptakan dengan keterbatasan untuk mempercayai perkara ghaib, seperti malaikat, surga, neraka, dan kekuasaan Allah yang tidak terlihat secara kasatmata. Hal ini disebutkan dalam Al-Qur’an:

ٱلَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِٱلْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ (البقرة [٢]: ٣)

“(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. (QS. Al-Baqarah [2]: 3)
Keimanan kepada hal ghaib merupakan bentuk kelebihan manusia karena di sinilah terlihat pengakuan atas Allah sebagai Pencipta dan Pemelihara.

Keterbatasan Akal Menghasilkan Tawadhu

Baca Juga: Peluang Indonesia di Forum Ekonomi Internasional Rusia-Dunia Islam 2025

Akal manusia tidak mampu menjangkau semua hikmah di balik peristiwa dan ketentuan Allah. Dengan memahami keterbatasannya, manusia diajarkan untuk tunduk dan tawadhu kepada Allah. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menyebutkan:

مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ

“Barang siapa mengetahui dirinya, maka dia akan mengenal Tuhannya.”
Pemahaman ini menunjukkan bahwa kesadaran akan keterbatasan justru membawa manusia kepada pengakuan akan kebesaran Allah.

Kesempatan untuk Mendapatkan Ampunan

Baca Juga: Zakat Produktif: Solusi Mandiri untuk Pengentasan Kemiskinan

Allah SWT menciptakan manusia dengan sifat lupa dan dosa, namun memberikan pintu taubat yang luas. Rasulullah SAW bersabda:

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ (رواه الترمذى)

“Setiap anak Adam adalah pendosa, dan sebaik-baik pendosa adalah yang bertaubat.”
(HR. Tirmidzi, No. 2499)
Keterbatasan manusia menjadi jalan untuk menunjukkan sifat Maha Pengampun dan Maha Penyayang Allah.

Dalam kitab Madarij As-Salikin, Ibn Qayyim menjelaskan bahwa kesempurnaan manusia bukan terletak pada kekuatannya, tetapi pada kelemahan dan kebutuhannya kepada Allah.

Baca Juga: Proyeksi Penerapan Hidup Berjamaah di Masa Depan

Kelemahan ini menjadikan manusia lebih rendah hati dan bersandar sepenuhnya kepada Allah.

Sementara Imam Imam Al-Ghazali menegaskan dalam Al-Munqidz min Adh-Dhalal: Manusia yang memahami kelemahannya akan selalu mencari sumber kekuatan, yaitu Allah SWT. Karena itulah manusia menjadi mulia.”

Keterbatasan manusia merupakan bentuk kelemahan yang disengaja oleh Allah untuk menanamkan kesadaran akan kebesaran-Nya. Dengan menyadari keterbatasan, manusia dapat mencapai kelebihan berupa ketawadhuan, keikhlasan, dan ketergantungan penuh kepada Allah SWT.

Hal ini tidak hanya memperkuat hubungan spiritual manusia dengan Allah SWT, tetapi juga menjadi alasan Allah mengangkat manusia sebagai makhluk terbaik jika ia beriman dan bertakwa kepada-Nya. []

Baca Juga: Pengaruh Shaum Dalam Membangun Kepribadian

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Indonesia
MINA Sport
Haji 1445 H
Ramadhan 1446 H