Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

[Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah

Redaksi Editor : Arif R - 18 detik yang lalu

18 detik yang lalu

0 Views

Ilustrasi

Hadits Arbain Nawawi ke-22 ini juga menunjukkan bahwa Islam itu mudah, masuk surga juga mudah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab na’am (ya) Nu’aim bertanya amalan yang akan menjadikannya mudah masuk surga.

Kunci masuk surga adalah iman. Orang yang beriman, sekecil apa pun imannya, pasti ia akan masuk surga. Namun, ada yang langsung masuk surga, dan ada yang mampir neraka dulu.

Hadits berikut ini menjelaskan tentang hal surga dan amalan yang akan mengantarkan seseorang ke dalam surga.

عَنْ أَبيْ عَبْدِ اللهِ جَابِرِ بنِ عَبْدِ اللهِ الأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَرَأَيْتَ إِذا صَلَّيْتُ المَكْتُوبَاتِ، وَصُمْتُ رَمَضَانَ، وَأَحْلَلْتُ الحَلاَلَ، وَحَرَّمْتُ الحَرَامَ، وَلَمْ أَزِدْ عَلى ذَلِكَ شَيئاً أَدْخُلُ الجَنَّةَ؟ قَالَ: نَعَمْ

Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir

Dari Abu Abdillah Jabir bin Abdillah Al-Anshari radiyallahu ‘anhu, bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Jika aku shalat lima waktu, berpuasa Ramadhan, menghalalkan yang halal, dan mengharamkan yang haram, lalu aku tidak menambah selain amalan itu, apakah aku masuk surga?” Rasulullah menjawab, “Ya.” (HR. Muslim)

Imam Muslim meriwayatkan hadits ini dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu. Shahabat yang memiliki nama kunyah Abu Abdillah ini merupakan salah seorang perawi banyak hadits. Ia meriwayatkan 1.540 hadits, menempati urutan keenam dari para sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits.

Ayah Jabir, Abdullah radhiyallahu ‘anhu, juga seorang sahabat. Ia syahid pada Perang Uhud. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan kepada Jabir bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menghidupkan ayah Jabir seraya berfirman, “Mintalah sesuatu.”

Lalu Abdullah menjawab, “Aku meminta Engkau hidupkan aku kembali di dunia hingga aku dapat terbunuh sekali lagi.”

Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah

Allah berfirman, “Aku telah memutuskan bahwa mereka (yang sudah mati) tidak bisa kembali ke dunia.”

Rajulan (seorang laki-laki) yang Jabir sebut dalam hadits ini adalah Nu’man Al-Khaza’i. Seorang Ahli Badar yang syahid pada Perang Uhud. Pada Perang Uhud ia mengatakan, “Saya bersumpah kepadamu, wahai Tuhan yang Maha Agung, tidaklah matahari terbenam kecuali aku menapakkan kakiku yang pincang ini di taman surga.”

Setelah Nu’man syahid, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Nu’man berprasangka baik kepada Allah. Ia pun mendapati persangkaannya. Sungguh aku telah melihat ia berjalan di taman surga dan kakinya tidak pincang lagi.”

Kata al-maktubat (المكتوبات)  artinya yang diwajibkan. Shalat maktubah adalah shalat fardhu lima waktu.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah

Imam Nawawi menuliskan penjelasan di bawah hadits ini untuk menjelaskan makna menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram.

وَمَعْنَى حَرَّمْتُ الحَرَامَ اِجْتَنَبْتُهُ، وَمَعْنَى أَحْلَلْتُ الحَلالَ فَعَلْتُهُ مُعْتَقِداً حِلَّهُ

Makna mengharamkan yang haram adalah menjauhinya. Sedangkan maknan menghalalkan yang halal adalah melakukannya dan meyakini kehalalannya.

Hadits ini mengandung banyak pelajaran penting, merangkum berbagai aspek dengan menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, serta menunjukkan cara mudah untuk masuk surga. Hadits ini juga mencerminkan semangat para Sahabat Nabi dalam meraih surga. Nu’man Al-Khaza’i bertanya apakah dengan melaksanakan shalat wajib, puasa Ramadhan, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, tanpa menambah ibadah sunnah, seseorang bisa masuk surga.

Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi

Amalan pertama yang disebutkan oleh Nu’man adalah shalat wajib lima waktu. Hadits Arbain Nawawi ke-22 ini menekankan pentingnya shalat lima waktu sebagai kewajiban yang tidak bisa ditawar.

Dalam kondisi apa pun, seorang mukallaf harus tetap melaksanakan shalat, bahkan jika sedang sakit. Jika tidak bisa berdiri, ia boleh shalat sambil duduk, dan jika tidak bisa duduk, boleh shalat sambil berbaring. Bahkan jika berbaring pun tidak bisa bergerak, ia boleh shalat dengan isyarat. Jika sudah tidak bisa lagi karena ajal telah datang, kaum muslimin akan melaksanakan shalat jenazah untuknya.

Jangan meninggalkan shalat. Sebab shalat merupakan rukun Islam yang menjadi batas antara seseorang dengan kekafiran. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang juga merupakan riwayat Jabir:

إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلاَةِ

Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan

Sesungguhnya batas antara seseorang dengan syirik dan kufur itu adalah meninggalkan shalat (HR. Muslim)

Shalat merupakan amal yang menentukan nasib kita di akhirat, sekaligus menentukan bagaimana nilai amal-amal lainnya.

أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ عَلَيْهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلَاةُ ، فَإِنْ صَلَحَتْ صَلَحَ سَائِرُ عَمَلِهِ وَ إِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ

Amal yang akan dihisab pertama kali dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Jika baik shalatnya, baik pula seluruh amalnya. Jika buruk shalatnya, buruk pula seluruh amalnya. (HR. Thabarani; shahih lighairihi)

Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina

Hadits ini juga menunjukkan pentingnya puasa Ramadhan. Rukun Islam ini merupakan ibadah yang wajib bagi setiap mukallaf dan ketika ia berhalangan (haid bagi wanita), sakit, atau safar, wajib menggantinya pada bulan lainnya. Sedangkan orang yang meninggalkan puasa Ramadhan sehari saja tanpa udzur syar’i, puasa selama satu tahun tidak bisa menyamai puasa Ramadhan yang sehari ia tinggalkan itu.

مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ رُخْصَةٍ رَخَّصَهَا اللَّهُ لَهُ لَمْ يَقْضِ عَنْهُ صِيَامُ الدَّهْرِ

Barangsiapa tidak puasa satu hari di bulan Ramadhan tanpa adanya keringanan yang Allah berikan kepadanya, maka tidak akan bisa menjadi ganti darinya, sekalipun ia berpuasa selama satu tahun. (HR. Abu Dawud. Tirmidzi dan Ibnu Majah juga meriwayatkan hadits senada)

Puasa merupakan ibadah yang memiliki banyak keutamaan. Di antara keutamaan puasa merupakan perisai dari nafsu syahwat dan api neraka. Ia merupakan ibadah yang memudahkan pelakunya untuk mengontrol emosi, menundukkan pandangan, dan menjaga kehormatan. Dan puasa merupakan ibadah istimewa yang memasukkan pelakunya ke surga.

Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?

عَنْ أَبِى أُمَامَةَ قَالَ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقُلْتُ مُرْنِى بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِى الْجَنَّةَ. قَالَ عَلَيْكَ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لاَ عِدْلَ لَهُ. ثُمَّ أَتَيْتُهُ الثَّانِيَةَ فَقَالَ عَلَيْكَ بِالصِّيَامِ

Dari Abu Umamah berkata: Saya datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka saya berkata: “Perintahkan kepada saya dengan sebuah amal yang dapat memasukkan saya ke dalam surga!” Beliau menjawab: “Berpuasalah, sesungguhnya tiada tandingan baginya” Kemudian saya datang untuk kedua kalinya, maka Beliau berkata: “Berpuasalah.” (HR. Ahmad, Nasa’i , Hakim; shahih). []

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Suriah dan Corak Bendera yang Berganti

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Kolom
Kolom
Kolom
a man walking down a train track carrying a load of hay
Kolom