ORANG yang merugikan saudaranya dikatakan telah menzhaliminya. Sedangkan berbuat zhalim adalah haram. Hadits Arbain ke-32 ini menjelaskan tentang dilarang membuat madarat kepada orang lain.
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ سَعْدِ بْنِ مَالِكِ بْنِ سِنَانٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺقَالَ: «لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ»حَدِيْثٌ حَسَنٌ. رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ وَالدَّارَقُطْنِيُّ وَغَيْرُهُمَا مُسْنَدًا، وَرَوَاهُ مَالِكٌ فِي المُوَطَّأِ مُرْسَلاً عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى عَنْ أَبِيْهِ عَنِ النَّبِيِّ ﷺفَأَسْقَطَ أَبَا سَعِيْدٍ، وَلَهُ طُرُقٌ يُقَوِّي بَعْضُهَا بَعْضًا.
Dari Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinan Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh memberikan mudarat tanpa disengaja atau pun disengaja.” (Hadits hasan, HR. Ibnu Majah, no. 2340; Ad-Daraquthni no. 4540, dan selain keduanya dengan sanadnya, serta diriwayatkan pula oleh Malik dalam Al-Muwaththa’ no. 31 secara mursal dari Amr bin Yahya dari ayahnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa menyebutkan Abu Sa’id, tetapi ia memiliki banyak jalan periwayatan yang saling menguatkan satu sama lain) [Hadits ini disahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 250]
Islam mendorong untuk mengangkat mudarat dan dilarang memberikan mudarat pada orang lain. Mudarat bisa diberikan pada badan, harta, anak, hewan ternak, dan lainnya. Hadits ini berisi kaedah syariat yaitu mengangkat dharar dan dhirar. Kalimat dalam hadits adalah dalam bentuk khabar nanti bermakna an-nahyu (larangan).
Baca Juga: Dakwah Sunan Kudus dan Hubungannya dengan Kota Al-Quds di Palestina
Dharar dan dhirar ada yang berpendapat maknanya sama. Ada pendapat lain yang menyatakan maknanya berbeda. memberi bahaya tanpa niatan, tanpa disengaja. Dhirar: memberi bahaya dengan niatan, disengaja. Kalau dharar saja dilarang, lebih-lebih lagi dhirar.
Hadits ini jadi rujukan dalam banyak bab, lebih-lebih dalam bahasan muamalah, seperti jual beli, gadai. Begitu juga hadits ini jadi dipakai dalam bab nikah di mana seorang suami tidak boleh memberikan mudarat pada istrinya. Juga dalam bab wasiat, seseorang tidak boleh memberikan yang nantinya memudaratkan ahli waris.
Orang yang merugikan saudaranya dikatakan telah menzhaliminya. Sedangkan berbuat zhalim adalah haram, sebagaimana telah dijelaskan pada Hadits Abu Dzar: “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan diriku berbuat zhalim dan menjadikannya haram juga diantara kamu, maka janganlah kamu berbuat zhalim”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya darah kamu, harta kamu dan kehormatan kamu adalah haram bagi kamu”adapun sabda beliau : “Janganlah engkau saling membahayakan dan saling merugikan” sebagian ulama mengatakan “Dua kata tersebut sebenarnya semakna dan kebanyakan dari mereka menyatakan bahwa penggunaan dua kata tersebut berarti penegasan”.
Baca Juga: Ciri-Ciri Suami Durhaka dalam Pandangan Islam
Al Mahasini berkata: “Bahwa yang dimaksud dengan merugikan adalah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya, tetapi menyebabkan orang lain mendapatkan mudharat”. Ini adalah pendapat yang benar.
Sebagian ulama berkata: “Yang dimaksud dengan kamu membahayakan yaitu engkau merugikan orang yang tidak merugikan kamu. Sedangkan yang dimaksud saling merugikan yaitu engkau membalas orang yang merugikan kamu dengan hal yang tidak setara dan tidak untuk membela kebenaran”.
Hadits ini sama dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: “Tunaikanlah amanat kepada orang yang memberi amanat kepadamu, dan janganlah kamu berkhianat kepada orang yang berkhianat kepadamu”.
Menurut sebagian ulama, Hadits ini maksudnya adalah janganlah kamu berkhianat kepada orang yang mengkhianati kamu setelah kamu mendapat kemenangan atas pengkhianatannya. Seolah-olah larangan ini berlaku terhadap orang yang memulai, sedangkan bagi orang yang melakukan pembalasan yang setimpal dan menuntut haknya tidak dikatakan berkhianat. Yang dikatakan berkhianat hanyalah orang yang mengambil sesuatu yang bukan haknya atau mengambil lebih dari haknya.
Baca Juga: Keutamaan Ikhlas dalam Hidup Sehari-hari
Para ahli fiqih berselisih paham tentang orang yang mengingkari hak orang lain, kemudian fihak yang diingkari mengambil harta yang diamanatkan pengingkar kepadanya atau hal lain yang serupa. Sebagian ahli fiqih berkata: “Orang semacam itu tidak berhak mengambil haknya dari orang tersebut, karena zhahir sabda Nab Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “tunaikanlah amanat dan janganlah engkau berkhianat kepada orang yang mengkhianatimu”.
Yang lain berpendapat: “Dia boleh mengambil haknya dan berhak mendapatkan pertolongan dalam rangka mengambilnya dari orang yang menguasainya”. Mereka berdalil dengan Hadits ‘Aisyah dalam kasus Hindun dengan suaminya, Abu Sufyan.
Para ahli fiqih dalam masalah ini mempunyai berbagai pendapat dan alasan yang tidak tepat untuk dibicarakan di sini. Akan tetapi, pendapat yang benar ialah seseorang tidak boleh membahayakan saudaranya baik hal itu merugikan atau tidak, namun dia berhak untuk diberi pembelaan dan pelakunya diberi hukuman sesuai dengan ketentuan hukum. Hal itu tidak dikatakan zhalim atau membahayakan selama sesuai dengan ketentuan yang dibenarkan oleh Sunnah.
Syaikh Abu ‘Amr bin Shalah berkata: “ Daraquthni menyebutkan sanad Hadits ini dari beberapa jalan yang secara keseluruhan menjadikan hadits ini kuat dan hasan. Sejumlah besar ulama menukil Hadits ini dan menjadikannya sebagai hujah. Dari
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-31] Sikap Zuhud terhadap Dunia
Abu Dawud, ia berkata : “Fiqih itu berkisar pada lima Hadits dan ia menyebut Hadits ini adalah salah satu di antaranya”. Syaikh Abu ‘Amr berkata : “Hadits diriwayatkan Abu Dawud ini termasuk dalam lima Hadits itu”. ucapannya ini mengisyaratkan bahwa menurut pendapatnya Hadits ini tidak dha’if. .[]
Baca Juga: Bahaya Sifat Sombong dalam Islam