Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

[Hadits Arbain ke-35] Kita Semua Bersaudara

Redaksi Editor : Arif R - 21 detik yang lalu

21 detik yang lalu

0 Views

man wearing green scarf touching the mouth of man in black dress shirt
Ilustrasi

HADITS Arbain ke-25 ini menganjurkan kaum muslimin untuk saling mencintai. Dijelaskan dalam hadits ini tentang larangan saling membenci. Sebaliknya, kita dianjurkan untuk saling mencintai, sesama muslim itu bersaudara.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «لاَ تَحَاسَدُوا، وَلاَتَنَاجَشُوا، وَلاَ تَبَاغَضُوا، وَلاَ تَدَابَرُوا، وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخوَاناً. المُسْلِمُ أَخُو المُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ، وَلاَ يَخذُلُهُ، وَلَا يَكْذِبُهُ، وَلَايَحْقِرُهُ. التَّقْوَى هَاهُنَا -وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ- بِحَسْبِ امْرِىءٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ المُسْلِمَ. كُلُّ المُسْلِمِ عَلَى المُسْلِمِ حَرَامٌ: دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ» رَوَاهُ مُسْلِمٌ

 

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Kamu sekalian, satu sama lain Janganlah saling mendengki, saling menipu, saling membenci, saling menjauhi dan janganlah membeli barang yang sedang ditawar orang lain. Dan jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, maka tidak boleh menzhaliminya, menelantarkannya, mendustainya dan menghinakannya. Taqwa itu ada di sini (seraya menunjuk dada beliau tiga kali). Seseorang telah dikatakan berbuat jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim. Setiap muslim haram darahnya bagi muslim yang lain, demikian juga harta dan kehormatannya”. [Muslim no. 2564]

Baca Juga: Urgensi Masjid Al-Aqsa sebagai Simbol Persatuan Umat Islam

Kalimat “janganlah saling mendengki” mengandung makna agar kita tidak menginginkan hilangnya kebaikan atau nikmat dari orang lain, karena hal tersebut diharamkan. Dalam sebuah hadits disebutkan: “Hindarilah sifat dengki, karena dengki itu akan menghabiskan segala kebaikan seperti api yang membakar kayu.”

Iri hati, atau dengki, adalah perasaan tidak senang jika orang lain mendapatkan nikmat dan ingin agar nikmat tersebut hilang. Kadang, istilah dengki digunakan sebagai sinonim dari iri hati, karena keduanya memiliki makna yang hampir serupa. Sebagaimana dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud, “Tidak ada yang boleh didengki kecuali dalam dua hal.”

Dengki yang dimaksud dalam hadits ini merujuk pada iri hati. Kemudian, “jangan kamu saling menipu” berarti jangan memperdaya orang lain. Seorang pemburu disebut penipu karena ia memperdaya mangsanya.

Frasa “jangan kamu saling membenci” mengandung maksud agar kita tidak melakukan hal-hal yang dapat menumbuhkan kebencian antar sesama. Cinta dan benci adalah perasaan yang berada dalam hati, dan manusia tidak dapat mengendalikannya sepenuhnya. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: “Ini adalah bagian yang tidak dapat aku kuasai, maka janganlah Engkau menghukumku dalam hal yang tidak aku kuasai.”

Baca Juga: Keutamaan Hidup Berjama’ah dalam Perspektif Al-Qur’an

Kalimat “jangan kamu saling menjauh” dalam bahasa Arab disebut tadaabur, yang berarti saling bermusuhan atau memutuskan hubungan persaudaraan, yakni saling menghindar atau membelakangi satu sama lain.

Selanjutnya, “janganlah membeli barang yang sudah ditawar orang lain” mengingatkan agar tidak mengganggu transaksi yang sudah hampir selesai dengan mencoba menawarkan harga yang sama atau lebih tinggi, atau meminta perubahan harga setelah kesepakatan tercapai. Hal ini dianggap haram karena kesepakatan harga telah dibuat. Namun, sebelum ada kesepakatan harga, tindakan tersebut tidak haram.

“Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara” mengajarkan kita untuk saling memperlakukan sesama dengan kasih sayang, keramahan, kelembutan, serta tolong-menolong dalam kebaikan, dengan ikhlas dan jujur.

Selanjutnya, “seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, maka tidak boleh menzhaliminya, menelantarkannya, mendustainya, atau menghinakannya.” Menelantarkan berarti tidak memberikan bantuan ketika diminta, terutama dalam menghadapi kezaliman. Jika seorang saudara muslim meminta pertolongan untuk melawan kezhaliman, adalah kewajiban bagi kita untuk membantunya selama tidak ada halangan syar’i.

Baca Juga: Ketangguhan Pejuang Palestina dan Pesimisme Tentara Israel dalam Krisis Gaza

Adapun “tidak menghinakannya” berarti tidak menyombongkan diri atau merendahkan orang lain. Qadhi ‘Iyadh menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan menghina adalah tidak mempermainkan atau mengingkari janji kepada orang lain. Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat pertama.

Kalimat “taqwa itu ada di sini (seraya menunjuk dada beliau tiga kali)” menunjukkan bahwa taqwa itu terletak dalam hati. Dalam riwayat lain disebutkan: “Allah tidak melihat tubuh atau rupa kalian, tetapi melihat hati kalian.” Ini berarti perbuatan lahiriah tidak akan bernilai tanpa taqwa, yang merupakan rasa takut dan kesadaran akan Allah yang ada dalam hati. Allah melihat dan mengetahui segala sesuatu, dan amal perbuatan dihitung berdasarkan niat yang ada dalam hati.

Selanjutnya, “seseorang dikatakan berbuat jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim” mengingatkan kita tentang dosa besar dalam menghina sesama muslim. Allah tidak menghina seorang mukmin karena Dia telah menciptakan dan memberinya nikmat, menjadikannya dalam bentuk yang sempurna, dan menundukkan segala sesuatu untuk kepentingannya. Jika ada kesempatan bagi mukmin dan non-mukmin, maka mukmin lebih didahulukan.

Allah juga menyebut manusia dengan sebutan muslim, mukmin, dan hamba-Nya, serta mengutus Rasul Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Oleh karena itu, menghina seorang muslim berarti menghina orang yang dimuliakan oleh Allah.

Baca Juga: 10 Akhlak dalam Pernikahan, Pondasi Keharmonisan

Termasuk dalam perbuatan menghina adalah tidak memberikan salam saat bertemu, atau tidak menjawab salam yang diberikan. Menganggap seorang muslim tidak akan masuk surga atau tidak akan dijauhkan dari neraka juga merupakan bentuk penghinaan.

Namun, memberikan kritik terhadap orang yang jahil atau fasik oleh seorang yang berilmu tidak termasuk menghina. Sebaliknya, itu adalah bentuk nasihat. Jika orang tersebut meninggalkan kebodohannya atau kefasikannya, martabatnya kembali tinggi. []

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Krisis Kemanusiaan di Palestina, Tanggung Jawab Global

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Kolom
Kolom
Kolom
Kolom