Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

[Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh

Redaksi Editor : Arif R - 2 menit yang lalu

2 menit yang lalu

4 Views

ilustrasi

Bersamaan dengan diutusnya malaikat dengan peniupan ruh kepada manusia, diutus juga malaikat yang ditugaskan untuk mencatat takdir kehidupan, yaitu dengan menuliskan rezekinya, amalnya, ajalnya, dan apakah dia akan bahagia atau sengsara.

Hadist Arbain ke-4 ini mengupas seputar proses penciptaan manusia dan takdir yang sudah tercatat untuknya.

عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, قَلَ : حَدَّثَنَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ المَصْدُوْقُ : اِنَّ أَحَدُكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ في بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا نُطْفَةً ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذلك ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذلك, ثُمَّ يُرْسَلُ اِلَيْهِ المَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ, وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ. فَوَالَّذِي لَا اله غَيْرُهُ, اِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الجَنَّةِ حتّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا اِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حتى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا اِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ الجَنَّةِ فَيَدخُلُهَا

Dari Abu ‘Abdurrahman ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menceritakan kepada kami, dan beliau adalah ash-Shadiq al-Mashduq (yang benar lagi dibenarkan perkataannya): ‘Sesungguhnya seseorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk sperma, kemudian menjadi segumpal darah seperti (masa) itu, kemudian menjadi segumpal daging seperti itu pula. Kemudian seorang malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan ruh di dalamnya, dan diperintahkan dengan empat kalimat : menuliskan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagia. Demi Dzat yang tiada tuhan selainNya, sesungguhnya ada salah seorang dari kalian yang beramal dengan amalan ahli surga sehingga jarak antara dirinya dengan surga hanya tinggal satu hasta, tapi catatan (takdir) mendahuluinya, lalu ia beramal dengan amalan ahli neraka sehingga akhirnya dia masuk neraka. Dan sesungguhnya ada salah seorang dari kalian yang beramal dengan amalan ahli neraka sehingga jarak antara dirinya dengan neraka hanya tinggal satu hasta, tapi catatan (takdir) mendahuluinya, lalu ia beramal dengan amalan ahli surga sehingga akhirnya dia masuk surga’.” [HR. Bukhari No. 3208 dan Muslim No. 2643]

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam

Sahabat Sahl bin Sa’ad as-Saa’idi Radhiyallahu ‘Anhu berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berperang melawan kaum musyrikin. Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kembali ke pasukan perangnya dan kaum musyrikin pun telah kembali ke pasukan perang mereka (untuk menantikan perang selanjutnya), dan di antara sahabat-sahabat Nabi (yang ikut berperang) ada seseorang yang tidak seorang musyrik pun yang menyendiri (terpisah) dari pasukan kaum musyrikin kecuali ia mengikutinya dan menikamnya dengan pedangnya, maka ada yang berkata, ‘Tidak ada di antara kita yang memuaskan kita pada perang hari ini sebagaimana yang dilakukan oleh si fulan’. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun berkata, ‘Adapun si fulan adalah termasuk penduduk neraka’.

Salah seorang berkata, ”Saya akan menemani (membuntuti) si fulan tersebut”. Maka ia pun mengikuti si fulan tersebut. Kemudian setelah berperang, si fulan ini terluka parah, maka ia pun segera membunuh dirinya (karena tidak tahan terhadap rasa sakit dari lukanya). Ia meletakkan pedangnya di tanah kemudian mata pedangnya ia letakkan di dadanya, lalu ia pun menindihkan dadanya ke pedang tersebut. Kemudian ia pun meninggal. Orang yang membuntutinya segera menuju ke Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan berkata, ”Aku bersaksi bahwasanya engkau adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala’. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, ‘Ada apa?”. Ia menjawab, ”Orang yang tadi engkau sebutkan bahwasanya ia masuk neraka! Lantas orang-orang pun merasa heran, lalu aku berkata biarlah aku yang akan mengeceknya. Maka aku pun keluar mengikutinya, lalu ia terluka sangat parah dan kemudian ia meletakkan pedangnya di tanah dan meletakkan mata pedangnya di dadanya, lalu ia menindihkan dadanya ke mata pedang tersebut, dan ia pun membunuh dirinya”.

Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, “Sesungguhnya seseorang sungguh-sungguh melakukan amalan penghuni surga menurut apa yang nampak bagi manusia, padahal ia termasuk penghuni neraka. Dan seseorang melakukan amalan penghuni neraka menurut apa yang nampak bagi manusia padahal ia termasuk penduduk surga.” (HR. Bukhari No. 2898 dan Muslim No. 179).

Penjelasan fase-fase penciptaan manusia. Dijelaskan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ada tiga fase dalam hadits ini, yang juga disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ ۚ

“Wahai manusia! Jika kamu meragukan (hari) kebangkitan, maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu…” QS. Al Hajj (22) : 5

Di sini Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan fase penciptaan yang sama. Hanya saja didahului dengan penciptaan dari tanah yang merupakan asal muasal Nabi Adam ‘alaihissalam. Sedangkan di dalam ayat lain :

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ. ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ . ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ .

Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (yang berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci lah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” QS. Al Mu’minun (23) : 12-14

Peniupan ruh itu dilakukan dengan mengutus malaikat setelah janin berumur 120 hari. Dengan begitu, janin ini menjadi manusia yang memiliki ruh. Di sini lah kehidupan dimulai.

Bersamaan dengan diutusnya malaikat dengan peniupan ruh ini, diutus juga malaikat yang ditugaskan untuk mencatat takdir kehidupan, yaitu dengan menuliskan rezekinya, amalnya, ajalnya, dan apakah dia akan bahagia atau sengsara. Ini menjelaskan kepada kita tentang takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala yang merupakan rukun iman. Maka wajib bagi kita untuk mengimani bahwa semua urusan kita sudah ditakdirkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ketika manusia telah memiliki ruh, maka di sini hukumnya ikut berubah. Para ahli fiqih menjelaskan bahwasanya kalau seorang janin gugur setelah berumur 120 hari, maka hukumnya berbeda dengan jika umurnya belum mencapai 120 hari. Di antara hukum yang terpengaruh oleh peniupan ruh ini adalah kalau janin telah berumur lewat dari 120 hari, kemudian jika janin tersebut gugur, maka wajib dimandikan dan disholatkan. Adapun kalau belum mencapai umur 120 hari, karena belum memiliki ruh, maka jika janinnya gugur tidak perlu dimandikan dan tidak perlu dishalatkan. Beriman kepada hal ghaib. Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyampaikan hal ghaib yang kita tidak bisa mengetahuinya kecuali dengan jalan wahyu. Dan beriman kepada hal ghaib adalah sebuah keutamaan bagi seorang muslim. Jangan seperti sebagian orang yang kalau tidak kelihatan, tidak mau beriman. Jika tidak bisa terbukti secara empiris, maka ia tidak mau beriman. Di sini saat peniupan ruh oleh malaikat, kemudian pencatatan rezeki orang saat umurnya baru 120 hari, ini adalah sesuatu yang tidak bisa kita lihat. Tetapi karena hadits ini disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan sanad yang shahih, maka kita wajib mengimaninya dan bangga dengan keimanan itu.

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-1] Amalan Bergantung pada Niat

Amalan-amalan kita tergantung pada akhirnya. Jadi kalau kita memiliki amalan-amalan yang baik, jangan merasa aman karena kita tidak tahu akhir hayat kita akan seperti apa. Sebaliknya kalau kita diuji oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan amalan-amalan yang masih kurang baik selama ini, maka kita jangan berkecil hati karena kita bisa berharap agar Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepada kita husnul khatimah. Dan juga kita harus taubat sesegera mungkin dari dosa-dosa kita. Itu berarti kita mengumpulkan antara khauf (rasa takut) dan roja’ (harapan yang besar) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Bahwasanya amalan baik adalah sebab masuk surga dan amalan buruk adalah sebab masuk neraka.

Pembagian manusia ke dalam empat kelompok:

Orang yang beramal shalih di sebagian besar kehidupannya kemudian dia mendapatkan husnul khatimah (akhir yang baik).

Baca Juga: Enam Langkah Menjadi Pribadi yang Dirindukan

Orang yang beramal buruk di sebagian besar kehidupannya kemudian dia mendapatkan su’ul khatimah (akhir yang buruk).

Orang yang beramal dengan amalan penduduk surga di sebagian besar kehidupannya kemudian dia mendapatkan su’ul khatimah. Tentu ini ada sebabnya, yaitu dosa-dosa yang tidak nampak, amalan-amalan hati yang buruk yang akhirnya menjadikan orang tersebut dihukum oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Orang yang beramal dengan amalan-amalan yang buruk di sebagian besar kehidupannya tetapi kemudian dia mendapatkan husnul khatimah. Dan itu tentunya karena dia memiliki amalan-amalan yang baik yang tidak nampak oleh manusia, yang kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan dia. Ini juga menunjukkan pentingnya amalan hati. Amalan hati adalah amalan yang paling pokok. Dia mempunyai dampak yang sangat besar terhadap kehidupan seseorang. Bahkan dia memiliki dampak yang besar bagi keselamatan atau kesengsaraan seseorang di kehidupan akhirat. []

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: BSP 2024, Solidaritas dan Penghormatan Bagi Pahlawan di Tengah Genosida

 

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Kolom
Kolom
Tausiyah
Tausiyah